dalam era digital saat ini, efisiensi dan transparansi menjadi kebutuhan mutlak dalam tata kelola pemerintah, termasuk pada tingkat pemerintahan desa. salah satu lembaga penting yang berperan menjaga akuntabilitas desa adalah Badan Pengawas Desa (BPD). Namun sayangnya, masih banyak BPD yang menjalankan tugas pengawasan dengan cara konvensional, seperti pencatatan manual dan komunikasi lisan. Salah satu contohnya adalah BPD Desa Ngamprah di Kabupaten Bandung Barat. Ketidakefisienan dalam pelaporan serta minimnya literasi keamanan informasi menjadi hambatan serius yang mengganggu efektivitas fungsi pengawasan.
Melihat permasalahan tersebut, sekelompok mahasiswa dari Program Studi Teknik Informatika Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM) menginisiasi Program Kreativitas Mahasiswa – Pengabdian kepada Masyarakat (PKM-PM) yang bertujuan untuk mentransformasi sistem pengawasan desa melalui pengembangan dan implementasi aplikasi mobile. Tidak hanya itu, program ini juga melibatkan pelatihan literasi digital untuk meningkatkan pemahaman keamanan informasi di kalangan anggota BPD. Upaya ini bukan hanya bentuk pengabdian mahasiswa, melainkan bagian dari misi yang lebih besar: membangun tata kelola pemerintahan desa yang lebih efektif, akuntabel, dan partisipatif.
Permasalahan yang Mengakar: Dari Manual ke Digital
Desa Ngamprah merupakan wilayah yang strategis di Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat, karena lokasinya yang dekat dengan pusat pemerintahan kabupaten dan akses transportasi utama. Masyarakatnya cukup aktif dalam mendukung program-program desa, termasuk melalui lembaga BPD. Namun, meskipun partisipatif, praktik pengawasan di desa ini masih bersifat manual dan tidak terdokumentasi secara sistematis. Hal ini menyebabkan beberapa kendala utama:
- Tidak adanya sistem digital terintegrasi untuk monitoring program kerja desa.
- Pelaporan program kerja masih dilakukan secara lisan dan manual, yang rentan terhadap kehilangan informasi atau distorsi data.
- Tingkat literasi keamanan informasi yang rendah di kalangan anggota BPD.
Ketiga hal ini menjadi akar dari permasalahan yang tidak hanya berdampak pada kinerja BPD, tetapi juga menurunkan kepercayaan publik terhadap akuntabilitas pengelolaan dana dan program desa.
Solusi Inovatif: Aplikasi Mobile Dua-Peran
Menjawab tantangan tersebut, tim pengabdian mahasiswa merancang solusi yang konkret: aplikasi mobile dua-peran, yang dirancang khusus untuk mendukung kerja sama antara perangkat desa dan BPD. Aplikasi ini memungkinkan:
- Perangkat desa mengunggah laporan kegiatan program kerja secara real-time.
- BPD dapat memantau, mengevaluasi, dan memberikan catatan terhadap program kerja melalui sistem digital yang efisien dan aman.
Namun, solusi teknologi saja tidak cukup tanpa pemahaman dasar tentang keamanan informasi digital. Maka dari itu, program ini juga mencakup pelatihan literasi digital yang menyasar anggota BPD. Tujuannya adalah memastikan aplikasi dapat dimanfaatkan secara maksimal dan aman dari potensi kebocoran atau penyalahgunaan informasi.
Pendekatan Pelaksanaan: Kolaboratif dan Iteratif
Pelaksanaan program dirancang dengan pendekatan partisipatif dan edukatif yang menyertakan siklus iterasi (perbaikan berkelanjutan). Prosesnya dimulai dari observasi dan wawancara langsung dengan mitra untuk mengidentifikasi kebutuhan dan permasalahan secara spesifik. Berdasarkan hasil temuan tersebut, tim kemudian menyusun desain aplikasi dan menyelaraskannya dengan harapan mitra.
Setelah desain final disepakati, tahapan selanjutnya meliputi:
- Pelatihan literasi keamanan digital bagi anggota BPD.
- Implementasi aplikasi monitoring desa dan pelatihan teknis penggunaannya.
- Evaluasi efektivitas penggunaan aplikasi melalui simulasi dan pre/post-test.
- Pembentukan kader digital BPD yang berperan sebagai agen keberlanjutan dan pelatih internal di masa mendatang.
Metode ini memastikan bahwa program tidak berhenti setelah intervensi mahasiswa berakhir, melainkan berkelanjutan melalui kaderisasi dan peningkatan kapasitas lokal.
Literasi Digital: Fondasi Keamanan Informasi
Salah satu aspek yang sering terabaikan dalam digitalisasi di level akar rumput adalah aspek keamanan informasi. Akses ke teknologi tanpa pemahaman terhadap risiko digital dapat berujung pada kerugian yang serius, seperti kebocoran data penting atau penyalahgunaan akses.
Oleh karena itu, sebelum implementasi aplikasi, program ini memfokuskan pelatihan pada tiga aspek utama:
- Pemahaman dasar keamanan digital, seperti password yang kuat dan otorisasi akses.
- Simulasi ancaman siber sederhana, agar peserta memahami konsekuensi dari kelalaian digital.
- Strategi perlindungan data lokal dan praktik terbaik penggunaan aplikasi secara aman.
Langkah ini menjadi fondasi penting agar sistem digital yang dibangun tidak hanya efisien, tetapi juga aman dan terpercaya.
Keberlanjutan Program: Membangun Kapasitas Lokal
Salah satu keunggulan dari program ini adalah adanya strategi keberlanjutan yang konkret. Alih-alih menggantungkan operasional aplikasi pada tim eksternal atau mahasiswa, program ini membentuk minimal tiga orang kader digital internal dari anggota BPD.
Kader-kader ini diberikan pelatihan intensif dan dibekali buku panduan serta studi kasus agar mampu:
- Memfasilitasi pelatihan bagi anggota BPD lain.
- Menjadi penghubung antara mitra dan pengembang aplikasi.
- Menjaga keberlangsungan penggunaan aplikasi secara jangka panjang.
Langkah ini menjamin bahwa keberhasilan program tidak bersifat sesaat, melainkan menjadi bagian dari transformasi permanen dalam tata kelola desa.
Kontribusi pada SDGs dan Pemberdayaan Mahasiswa
Program ini tidak hanya bermanfaat secara lokal, tetapi juga berkontribusi pada pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) poin ke-16: “Membangun institusi yang efektif, akuntabel, dan transparan di semua tingkatan.”
Selain itu, dari perspektif pendidikan tinggi, PKM-PM ini menjadi sarana nyata bagi mahasiswa untuk:
- Mengembangkan keterampilan komunikasi, teknologi, dan kepemimpinan.
- Berinteraksi langsung dengan masyarakat dan belajar menyelesaikan masalah riil.
- Menjadi agen perubahan yang membawa manfaat langsung bagi komunitas.
Melalui kegiatan ini, mahasiswa tidak hanya menciptakan produk teknologi, tetapi juga meletakkan dasar bagi budaya tata kelola digital yang akuntabel dan inklusif di desa.
Penutup: Sebuah Awal dari Transformasi Desa
Digitalisasi pengawasan desa bukanlah hal yang mustahil. Dengan pendekatan yang tepat, kolaborasi dengan masyarakat, serta dukungan dari mahasiswa yang kompeten, transformasi ini bisa dimulai dari desa kecil seperti Ngamprah. Aplikasi mobile dan literasi digital hanyalah alat—yang terpenting adalah semangat kolaboratif, keinginan untuk berubah, dan komitmen bersama untuk membangun desa yang lebih baik.
Program ini menjadi contoh konkret bagaimana pengabdian mahasiswa bisa menjawab persoalan riil masyarakat dengan solusi yang berkelanjutan dan bermakna. Semoga inisiatif serupa dapat terus berkembang dan direplikasi di desa-desa lain di seluruh Indonesia.