Awal tahun 2021 adalah waktu dimana saya masuk ke Universitas Komputer Indonesia yang tepat bagi saya untuk masuk ke program studi Ilmu Komunikasi. Di tengah pandemi yang saat itu krisis dan membuat garis besar peta kehidupan, termasuk dunia pendidikan, saya meletakkan batu pertama untuk mewujudkan cita-cita. Perkuliahan tatap muka sekiranya menjadi tantangan disaat yang sama menjadikan saya terpapar aktivitas komunikasi bersifat ilmiah dan nyata. Bersaing dengan teknologi, berinteraksi tatap muka dengan teman baru, dan menyelesaikan berbagai tugas yang penuh dengan segi kreatif dan analitis, membuat para siswa tingkat pertama sangat optimis dengan menjalani tahun pertama di kampus. Namun meskipun banyak keraguan, semangat untuk mencari ilmu dan mengembangkan potensi selalu ada.
Perkenalan Mahasiswa Baru (PMB) benar-benar merupakan salah satu dari banyak momen menyenangkan bagi saya. Seiring dengan munculnya langkah-langkah pandemi, segalanya mulai beralih ke ruang digital termasuk acara ini, yang selalu dilakukan secara fisik. Karena laptop saya menjadi “gerbang” utama saya ke dunia baru kuliah, saya seperti mahasiswa lainnya berpartisipasi dalam serangkaian PMB yang progresif sambil berada di rumah.
Sebagai mahasiswa baru dan mahasiswa yang kembali di universitas Inggris yang berorientasi praktis yang mendirikan kampus baru dengan kebutuhan untuk mengamati mahasiswa yang meningkat selama pandemi, kegiatan seperti webinar perkenalan kampus, kegiatan distribusi kelompok melalui zoom serta simulasi organisasi mahasiswa dilakukan mulai dari layar kecil. Orang-orang merasa canggung karena mereka terbiasa melihat teman-teman baru mereka di tingkat perkuliahan di ruang kuliah yang penuh dengan deretan meja, tetapi pada saat itu dalam kotak Zoom akademik. Tantangan teknis seperti fluktuasi koneksi Internet dan perangkat yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya adalah bagian dari cerita. Tetapi di sinilah saya kini menghargai peran untuk menjadi adaptif dan mampu menciptakan dalam ruang yang tidak familiar. Meskipun PMB online tidak seideal pertemuan tatap muka, ia meninggalkan efek yang bertahan lama dan menciptakan kesiapan untuk memulai perjalanan akademik.
Memulai kelas daring untuk dua semester pertama adalah pengalaman yang berwarna meskipun dilaksanakan hanya dari rumah, pengalaman tersebut cukup menarik. Sebagai mahasiswa baru yang seharusnya menikmati kampus dan kota Bandung yang ramai, saya berakhir dengan semua kelas di kamar saya. Laptop dan Internet menjadi sahabat terbaik saya dalam menyelesaikan berbagai tugas, menghadiri diskusi kelompok, dan mengikuti kuliah.
Ini memiliki ritme tersendiri: menyalakan laptop di pagi hari, mengikuti kelas sambil menikmati secangkir kopi, dan terkadang mengantuk di tengah kuliah. Terkadang ada rasa ‘pengalaman’ universitas yang ‘nyata’ ketika Anda melihat mahasiswa lain yang tampak saling mengenal lebih dari sekadar melalui layar, tetapi selain itu saya berusaha untuk melihat sisi positifnya: biaya hidup yang lebih rendah, tinggal bersama keluarga, dan belajar untuk mengelola waktu dengan lebih baik.
Meskipun belum pernah menginjakkan kaki di Bandung, saya sangat menantikan hari di mana saya bisa menginjakkan kaki di kampus dan berinteraksi dengan dosen dan mahasiswa lainnya. Bagi saya, dua semester kelas daring bukan hanya sulit tetapi juga merupakan pelajaran besar tentang adaptasi dan disiplin diri.
Melaksanakan semester pertama dalam program Jurusan Ilmu Komunikasi dengan metode pembelajaran daring sama sekali tidak memiliki rasa simpati di hati saya. Tidak pernah menginjakkan kaki di kampus atau di ruang kelas fisik, saya diharuskan untuk belajar cara belajar yang baru yang hampir sepenuhnya berbasis teknologi. Kelas-kelas dalam program Ilmu Komunikasi seperti Pengantar Ilmu Komunikasi, Teori Komunikasi, dan Komunikasi Antarpribadi juga menandai retakan pertama dari dinding yang memisahkan saya dari terjun ke dalam planet yang lebih indah dan rumit ini.
Diskusi kelompok, yang biasanya dilakukan di ruang kelas, harus diadaptasi ke dalam forum daring seperti Zoom atau Google Meet. Kadang, tantangan teknis seperti suara yang terputus atau koneksi internet yang lambat menjadi hambatan. Meski begitu, pengalaman ini justru mengajarkan saya untuk lebih sabar, fleksibel, dan tangguh. Saya juga belajar bahwa komunikasi yang baik tidak hanya tentang isi pesan, tetapi bagaimana kita menyampaikannya dengan jelas meskipun melalui layar.
Yang paling menarik adalah tugas-tugas yang memicu kreativitas, seperti membuat analisis iklan, merancang strategi komunikasi, atau simulasi wawancara jurnalistik. Tugas-tugas ini tidak hanya memperdalam pemahaman teori, tetapi juga memberikan gambaran nyata tentang bagaimana ilmu komunikasi diterapkan di dunia profesional. Meski dikerjakan dari rumah, saya merasa tugas-tugas tersebut membawa saya lebih dekat dengan dinamika lapangan.
Tentu saja ada keinginan untuk merasakan langsung suasana perkuliahan, baik dengan berjalan-jalan di lorong kampus, berdiskusi santai dengan teman di kantin, atau sekadar duduk-duduk di taman sambil membaca buku.
Namun saya belajar di dua semester pertama ini bahwa belajar tidak ada batasnya, Dengan semangat yang sama, saya terus menantikan saatnya akhirnya bisa menginjakkan kaki di Bandung, merasakan kehidupan kampus yang sesungguhnya dan mengaplikasikan semua ilmu yang saya pelajari secara online.
Semester 3 menjadi momen yang sangat dinantikan, karena akhirnya saya bisa merasakan perkuliahan secara langsung di kampus setelah dua semester sebelumnya hanya menatap layar laptop. Rasanya campur aduk—antara antusias, gugup, dan semangat untuk memulai babak baru. Langkah pertama memasuki kampus membawa kesan yang mendalam. Saya melihat gedung-gedung yang sebelumnya hanya terlihat di foto, suasana kelas yang riil, dan tentu saja bertemu teman-teman serta dosen secara tatap muka untuk pertama kalinya.
Meskipun suasana kampus masih terasa agak sepi karena protokol kesehatan, tetap saja ada perasaan hangat yang berbeda. Hari pertama perkuliahan langsung adalah pengalaman yang unik: berjalan ke kelas dengan membawa catatan, bertemu teman-teman yang selama ini hanya berinteraksi melalui layar, dan mendengarkan dosen mengajar di depan kelas. Ternyata, suasana belajar secara langsung memang jauh lebih hidup. Diskusi menjadi lebih dinamis, dan saya bisa langsung bertanya atau memberikan tanggapan tanpa terganggu oleh kendala teknis seperti sebelumnya.
Mata kuliah-mata kuliah yang saya ambil di semester 3 juga semakin menarik, seperti Komunikasi Massa, Public Speaking, Di kelas Public Speaking, misalnya, saya diajak untuk mempraktikkan teknik berbicara di depan audiens, yang terasa jauh lebih menantang tetapi juga memuaskan dibanding saat dilakukan secara virtual. Di kelas Jurnalistik, kami belajar teknik dasar menulis berita, dan ada sesi di mana kami keluar kelas untuk melakukan observasi lapangan langsung. Pengalaman ini membuka wawasan saya tentang bagaimana teori yang dipelajari di semester sebelumnya kini benar-benar diterapkan di dunia nyata.
Selain belajar di kelas, semester ini juga menjadi kesempatan untuk mulai aktif dalam kegiatan organisasi dan komunitas kampus. Saya bergabung dengan organisasi mahasiswa yang fokus pada pengembangan keterampilan komunikasi, sebuah langkah yang membuat saya merasa semakin terhubung dengan lingkungan baru. Saya mulai mengenal lebih banyak orang, berbagi cerita, dan belajar bekerja sama dalam tim.
Perubahan dari kuliah daring ke luring ini tentu membawa tantangan baru, terutama dalam beradaptasi dengan ritme hidup yang lebih aktif. Saya harus membiasakan diri bangun pagi untuk mengejar jadwal kuliah, mengatur waktu antara tugas dan kegiatan organisasi, serta menyesuaikan diri dengan lingkungan kos di Bandung. Namun, semua itu terasa sepadan dengan pengalaman yang didapatkan.
Semester 3 bukan hanya tentang memulai perkuliahan secara langsung, tetapi juga tentang membuka pintu ke pengalaman baru yang lebih mendalam. Ini adalah awal dari perjalanan yang akhirnya terasa nyata, penuh dengan cerita, pelajaran, dan momen yang akan selalu dikenang.
Memasuki semester 4, suasana perkuliahan terasa jauh lebih santai dibandingkan semester sebelumnya. Setelah semester 3 yang penuh dengan adaptasi terhadap perkuliahan luring dan berbagai aktivitas organisasi, semester ini memberikan jeda yang cukup untuk bernapas. Mata kuliah yang diambil pada semester ini juga cenderung ringan dan tidak terlalu membebani, meskipun tetap menarik dan relevan dengan dunia komunikasi.
Hal yang membuat semester ini terasa santai adalah jumlah tugas yang tidak terlalu banyak, sehingga ada lebih banyak waktu untuk mengeksplorasi kegiatan di luar kelas. Saya bisa lebih fokus pada hobi, seperti menulis dan membuat konten kreatif, yang ternyata mendukung pemahaman saya terhadap ilmu komunikasi secara praktis. Selain itu, waktu luang juga dimanfaatkan untuk mempererat hubungan dengan teman-teman di kampus, baik melalui diskusi santai di kantin maupun kolaborasi dalam proyek kecil di luar tugas perkuliahan.
Semester 5 adalah salah satu semester yang paling menantang sekaligus penuh warna dalam perjalanan kuliah saya. Di semester ini, fokus mulai bergeser dari teori ke praktik, terutama karena mata kuliah seperti Perencanaan Komunikasi. Salah satu tugas besar dari mata kuliah ini adalah membuat dan mengelola sebuah acara secara nyata, dari tahap perencanaan hingga pelaksanaannya. Tugas ini menjadi proyek kolaborasi kelompok yang membutuhkan kerja sama erat, ide kreatif, dan tentu saja kemampuan komunikasi yang mumpuni.
Kelompok kami memutuskan untuk membuat sebuah acara berbasis komunitas, yaitu seminar interaktif tentang pengaruh media sosial terhadap personal branding. Dari awal, kami membagi peran: ada yang bertanggung jawab sebagai tim konsep acara, divisi publikasi, sponsor, hingga teknis pelaksanaan. Prosesnya tidak mudah—mulai dari brainstorming ide, menyusun proposal, mencari narasumber yang sesuai, hingga mendekati sponsor untuk mendukung acara kami. Semua itu dilakukan sambil tetap menjalankan aktivitas perkuliahan lainnya.
Hari pelaksanaan acara menjadi puncak dari kerja keras kami. Seminar yang kami adakan berjalan dengan lancar, meskipun ada beberapa hambatan kecil seperti pengaturan waktu narasumber yang sempat molor. Namun, melihat antusiasme peserta dan hasil akhir acara membuat semua kerja keras terasa terbayar. Dari tugas ini, saya belajar banyak tentang manajemen waktu, kepemimpinan, dan bagaimana menyampaikan ide dengan cara yang menarik.
Namun, tugas membuat acara ini bukan satu-satunya tantangan di semester 5. Ada banyak tugas dari mata kuliah lain yang juga membutuhkan perhatian penuh. Di Komunikasi Pemasaran, kami diminta untuk merancang strategi pemasaran untuk sebuah produk lokal, sementara di Penulisan Media Massa, saya harus menghasilkan berbagai jenis tulisan mulai dari berita hingga artikel feature yang dipublikasikan di blog kelas. Selain itu, ada juga mata kuliah Komunikasi Digital, di mana kami diajarkan membuat konten untuk platform media sosial, lengkap dengan analisis audiens dan strategi engagement.
Dengan beban tugas yang bertumpuk, mengatur waktu menjadi kunci utama. Saya harus pintar-pintar membagi waktu antara mengerjakan tugas kelompok, menyelesaikan tugas individu, dan beraktivitas di organisasi kampus. Tidak jarang, malam-malam saya dihabiskan di depan laptop, menyelesaikan laporan atau merancang strategi komunikasi untuk proyek yang sedang dikerjakan.
Meski penuh tekanan, semester 5 memberikan pengalaman yang sangat berharga. Saya merasa semakin memahami bagaimana ilmu komunikasi diterapkan dalam situasi nyata, sekaligus melatih keterampilan saya dalam bekerja di bawah tekanan. Semester ini juga mengajarkan pentingnya kolaborasi, karena banyak tugas yang tidak mungkin diselesaikan sendiri.
Melihat kembali perjalanan di semester 5, saya merasa bangga karena mampu melewati semua tantangan dengan hasil yang memuaskan. Semester ini menjadi bukti bahwa dengan usaha dan kerja sama, segala sesuatu yang awalnya tampak sulit bisa diselesaikan dengan baik. Ini adalah langkah besar menuju dunia profesional yang sesungguhnya.
Semester 6 menjadi salah satu semester yang penuh tantangan sekaligus memberikan pengalaman berharga. Salah satu tugas besar yang harus kami selesaikan berasal dari mata kuliah Manajemen Penyelenggaraan Acara. Di sini, kami diajak untuk mengaplikasikan teori dan konsep manajemen acara dengan membuat dan melaksanakan sebuah acara nyata. Kelompok kami memutuskan untuk membuat acara bertajuk “Fun Day to Find Happiness”, sebuah kegiatan sosial yang bertujuan menggalang dana untuk anak-anak di panti asuhan sekaligus memberikan hiburan dan kebahagiaan bagi mereka.
Proses perencanaan acara ini dimulai dengan pembagian tugas yang jelas di antara anggota kelompok. Kami membentuk tim untuk mengurus berbagai aspek, seperti konsep acara, promosi, sponsor, dan teknis pelaksanaan. Ide dasarnya adalah menciptakan hari yang menyenangkan melalui berbagai kegiatan interaktif, seperti permainan kelompok, lomba kreatif, dan sesi seni bersama anak-anak. Selain itu, acara ini juga dirancang untuk mengundang partisipasi masyarakat umum melalui donasi dan kegiatan lelang barang kreatif.
Tahap promosi menjadi salah satu fokus utama kami. Dengan memanfaatkan media sosial, seperti Instagram dan TikTok, kami membuat konten menarik berupa video teaser, poster digital, dan kisah inspiratif tentang anak-anak di panti asuhan. Promosi ini mendapat respons yang sangat positif, sehingga banyak orang yang tertarik untuk berpartisipasi, baik sebagai donatur maupun sukarelawan. Kami juga berhasil menjalin kerja sama dengan beberapa sponsor lokal untuk membantu mendanai acara ini.
Pada hari pelaksanaan, suasana penuh keceriaan menyelimuti lokasi acara. Kegiatan dimulai dengan permainan sederhana yang melibatkan anak-anak panti asuhan, sukarelawan, dan peserta umum. Setelah itu, ada sesi seni bersama, di mana anak-anak diajak untuk melukis dan membuat karya kreatif. Acara ditutup dengan lelang barang unik yang disumbangkan oleh donatur, seperti karya seni, barang preloved, dan merchandise khusus yang kami produksi. Hasil dari lelang ini, ditambah dengan donasi, sepenuhnya disalurkan ke panti asuhan.
Tentu saja, perjalanan menuju keberhasilan acara ini tidak mudah. Kami menghadapi berbagai tantangan, mulai dari kesulitan mengatur jadwal anggota kelompok, kendala teknis pada hari acara, hingga tekanan untuk memastikan semua berjalan sesuai rencana. Namun, kerja sama tim yang solid dan semangat untuk memberikan yang terbaik membantu kami melewati semua itu.
Melihat senyum anak-anak yang menikmati acara, serta antusiasme peserta yang turut berkontribusi, membuat semua usaha terasa sangat berarti. Proyek ini tidak hanya menjadi tugas kuliah, tetapi juga pengalaman yang mengajarkan tentang pentingnya kepedulian sosial, manajemen waktu, dan kemampuan mengorganisasi acara secara profesional. “Fun Day to Find Happiness” bukan hanya nama acara, tetapi juga esensi dari apa yang kami lakukan: membawa kebahagiaan kepada mereka yang membutuhkan, sambil belajar menciptakan dampak positif melalui manajemen acara yang terencana dengan baik.
Semester 7 menjadi salah satu fase paling sibuk sekaligus mendalam dalam perjalanan kuliah saya. Di semester ini, fokus utama beralih ke persiapan penelitian sebagai bagian dari mata kuliah Penelitian Komunikasi Terapan. Tugas besarnya adalah menyusun proposal penelitian, yang mencakup Bab 1 hingga Bab 3. Selain itu, ada juga mata kuliah Kewirausahaan yang menuntut kreativitas, di mana kami diminta membuat artikel yang mengangkat tema terkait bisnis atau inovasi. Dua tugas ini menjadi tantangan besar karena keduanya membutuhkan pemikiran yang mendalam, pengelolaan waktu yang baik, dan kemampuan untuk berpikir kritis.
Penelitian Komunikasi Terapan: Merancang Proposal Penelitian
Pada mata kuliah ini, saya dituntut untuk memahami lebih jauh tentang metode penelitian komunikasi. Langkah awal adalah memilih topik penelitian yang relevan dan menarik. Setelah banyak berdiskusi dengan dosen dan membaca berbagai referensi, saya memutuskan untuk meneliti pengaruh penggunaan media sosial terhadap pola komunikasi remaja. Topik ini terasa sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari dan memiliki banyak dimensi untuk digali.
Menyusun proposal penelitian dimulai dengan Bab 1, yaitu Pendahuluan. Bab ini mencakup latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Tantangan utama di bagian ini adalah menggambarkan masalah secara spesifik dan relevan dengan kajian komunikasi. Setelah itu, saya melanjutkan ke Bab 2, yaitu Kajian Pustaka. Di sinilah saya harus merujuk berbagai jurnal dan buku untuk mendukung argumen saya. Proses mencari referensi yang kredibel dan memahami teori-teori komunikasi menjadi pengalaman yang melelahkan tetapi memperkaya wawasan saya.
Bab 3, yaitu Metode Penelitian, menjadi bagian yang cukup teknis. Saya harus menentukan pendekatan penelitian, teknik pengumpulan data, hingga metode analisis data yang sesuai. Bagian ini mengajarkan saya untuk berpikir secara sistematis dan mempertimbangkan setiap detail agar penelitian nantinya dapat dijalankan dengan baik. Penyusunan proposal ini bukan hanya sekadar tugas, tetapi juga latihan persiapan menghadapi skripsi di semester berikutnya.
TERIMA KASIH