Istilah Sandwich Generation baru-baru ini menjadi perhatian publik di media sosial. Meskipun frasa ini terdengar asing bagi sebagian masyarakat Indonesia, namun dapat dengan cepat diterima karena relevan dengan kondisi yang dihadapi banyak orang saat ini. Sandwich generation adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan generasi yang merasa terjepit di antara tanggung jawab merawat orang tua yang menua dan merawat anak-anak (Loomis & Booth, 1995). Sementara itu, generasi sandwich menurut Hernandez ialah mereka yang sebagai individu berada dalam kondisi fit untuk bekerja serta terperangkap diantara tanggung jawab keluarga dan tanggung jawab profesional. Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa istilah sandwich generation merujuk pada fenomena sosial dimana seseorang menanggung beban hidup tiga generasi sekaligus yaitu orang tua, dirinya sendiri, dan anak-anaknya kelak. Analoginya seperti daging dalam sandwich yang terhimpit oleh dua lapisan roti.
Generasi sandwich, yang umumnya berusia sekitar 25–42 tahun, menghadapi tekanan besar dalam menyeimbangkan kebutuhan pribadi dengan tanggung jawab terhadap orang tua dan masa depan anak-anak. Mereka seringkali dihadapkan pada keterbatasan waktu dan tenaga, sehingga tidak dapat fokus pada impian dan karier pribadi. Tantangan ini juga berdampak pada hubungan interpersonal mereka, baik dalam keluarga maupun lingkungan sosial eksternal seperti pasangan, kerabat, dan kolega. Kondisi ini tidak jarang memengaruhi kesehatan mental, seperti menimbulkan kecemasan, depresi, atau perasaan tertekan akibat tuntutan yang terus-menerus. Salah satu dampak utamanya adalah terganggunya hubungan antar tiga generasi yang kurang sehat, dimana seringkali disebabkan oleh minimnya komunikasi. Ketika komunikasi yang efektif terabaikan, masalah kecil dapat berkembang menjadi konflik yang lebih besar, dan menciptakan ketegangan dalam keluarga.
Komunikasi interpersonal yang efektif adalah kunci dalam memperbaiki dinamika hubungan di generasi sandwich. Komunikasi interpersonal adalah proses bertukar pesan untuk mencapai kesamaan makna antara dua orang dalam situasi yang memungkinkan kesempatan berbicara dan mendengarkan secara seimbang (Judy C. Pearson, 2008: 316). Komunikasi yang efektif harus bersifat dua arah, di mana setiap pihak dapat berbicara dan mendengarkan dengan porsi yang sama, sehingga tercipta pemahaman bersama. Bagi generasi sandwich, membangun komunikasi interpersonal yang sehat dalam keluarga adalah langkah penting untuk menjembatani kebutuhan antar generasi dan mengurangi tekanan psikologis. Dengan komunikasi yang baik, mereka dapat menciptakan hubungan lebih harmonis, mendukung perasaan saling memahami, dan mengurangi potensi konflik.
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa lepas dari kebutuhan untuk berinteraksi. Dalam kehidupan sehari-hari, komunikasi menjadi elemen penting dalam membangun hubungan interpersonal dan memperkuat ikatan sosial. Tanpa komunikasi yang efektif, interaksi dapat terhambat, menyebabkan kesalahpahaman, konflik, atau bahkan keretakan hubungan. Oleh karena itu, komunikasi tidak hanya berfungsi sebagai alat untuk menyampaikan pesan, tetapi juga sebagai cara untuk mendengarkan, memahami, dan merespons kebutuhan orang lain. Generasi sandwich, dengan segala tantangan yang dihadapinya, membutuhkan dukungan untuk meningkatkan kualitas komunikasi interpersonal, terutama dalam lingkungan keluarga. Hal ini selaras dengan pernyataan bahwa komunikasi interpersonal memungkinkan sandwich generation untuk memperoleh dukungan emosional, menciptakan pemahaman bersama, dan mengembangkan strategi bersama untuk mengelola tekanan yang ada (Moebin & Irawatiningrum, 2017).
Secara sederhana, komunikasi interpersonal memegang peranan penting dalam membangun hubungan yang sehat antara generasi sandwich dengan keluarganya. Hal ini sangat menarik untuk diangkat serta dibahas dalam sebuah penelitian, terutama di bidang komunikasi. Penelitian ini tentunya akan penting untuk dilakukan karena dapat berguna untuk memperkaya ilmu yang telah didapatkan oleh peneliti, khususnya ilmu komunikasi interpersonal. Penelitian ini juga dapat dijadikan referensi yang berharga bagi penelitian serupa di masa mendatang, dan terlebih lagi diharapkan penelitian ini dapat berguna bagi generasi sandwich dalam membangun komunikasi yang sehat di lingkungan keluarganya.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan analisis deskriptif fenomenologis. Data dalam penelitian ini diperoleh dari sumber data primer yang didapatkan melalui teknik pengumpulan data melalui studi literatur untuk eksplorasi mendalam dan menyeluruh terhadap fenomena yang menjadi objek penelitian. Komunikasi interpersonal pada penelitian ini terdiri dari 3 fokus utama yaitu expressive message logic, conventional design logic, dan rhetorical message design logic, yang merupakan teori dari Daniel O’Kafee (1988) tentang Message Design Logic. Dengan demikian, penelitian ini menyoroti bahwa komunikasi interpersonal memegang peranan penting dalam membangun hubungan yang sehat antara generasi sandwich dengan keluarganya. Maka dari itu, dari latar belakang masalah dan pendahuluan yang telah peneliti ungkapkan sebelumnya, dapat ditarik sebuah rumusan masalah yaitu “Bagaimana Peran Komunikasi Interpersonal Keluarga Dalam Membangun Hubungan Sehat Sandwich Generations?”. Tujuan yang diangkat pada penelitian ini adalah “Untuk Mengetahui Peran Komunikasi Interpersonal Keluarga Dalam Membangun Hubungan Sehat Sandwich Generations.”
Pertama, dengan menggunakan expressive message logic, dimana pendekatan komunikasi interpersonal ini berfokus pada ekspresi emosi dan perasaan secara langsung, tanpa banyak memikirkan dampak pada penerima pesan. Dalam sandwich generations, pendekatan ini dapat digunakan untuk mengekspresikan perasaan dan kebutuhan mereka tanpa penekanan pada formalitas. Dengan cara ini tentunya memungkinkan antar anggota keluarga lebih saling memahami dan meningkatkan empati. Jadi dapat disimpulkan bahwa komunikasi interpersonal dengan pendekatan expressive message logic berperan untuk membantu mengekspresikan kebutuhan pribadi dan emosi secara jujur, memungkinkan anggota keluarga memahami tekanan yang dirasakan satu sama lain.
Sedangkan melalui pendekatan conventional design logic, komunikasi interpersonal lebih berorientasi pada norma dan harapan sosial. Dimana pesan disusun untuk menjaga harmoni dan mematuhi aturan komunikasi yang diterima secara umum. Pendekatan komunikasi ini membantu menjaga struktur dan tata krama dalam komunikasi, terutama saat berinteraksi dengan orang tua yang cenderung menghargai kesopanan atau norma tertentu. Dengan kata lain, conventional design logic berperan dalam menjaga harmoni dalam hubungan melalui komunikasi yang sopan dan terstruktur, penting dalam interaksi lintas generasi.
Serta yang terakhir adalah rhetorical message design logic yang merupakan pendekatan dengan gaya paling adaptif dibanding kedua pendekatan sebelumnya. Tujuan dari pendekatan yang terakhir ini adalah menciptakan pengertian bersama, menyelesaikan konflik, dan membangun hubungan melalui pesan yang strategis dan adaptif. Dengan menyesuaikan pesan untuk setiap anggota keluarganya, pendekatan ini ideal untuk menciptakan harmoni antara kebutuhan orang tua, anak-anak, dan diri sendiri pada sandwich generation. Maka dari itu peranan rhetorical message design logic dalam komunikasi interpersonal keluarga dalam membangun hubungan sehat pada sandwich generations adalah menyelesaikan konflik dan menciptakan solusi melalui pemahaman bersama, mendukung keseimbangan kebutuhan antaranggota keluarga.
Selain itu, efektivitas komunikasi dalam keluarga pada sandwich generation juga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti keterbukaan, yaitu kemampuan untuk berbicara jujur tanpa rasa takut atau malu. Faktor empati juga berpengaruh besar, dimana kesediaan untuk memahami sudut pandang dan perasaan anggota keluarga lainnya. Selain itu adalah faktor adaptabilitas, yaitu kemampuan untuk menyesuaikan gaya komunikasi dengan kebutuhan setiap anggota keluarga, termasuk generasi yang berbeda. Serta faktor yang terakhir adalah komunikasi nonverbal, yang merupakan isyarat nonverbal seperti ekspresi wajah dan bahasa tubuh yang dapat mendukung pesan verbal.
Membangun hubungan sehat dalam keluarga sandwich generation memerlukan upaya strategis yang berfokus pada komunikasi interpersonal. Salah satu langkah utama adalah menciptakan ruang dialog yang rutin. Meluangkan waktu untuk berdiskusi secara berkala memungkinkan anggota keluarga untuk berbagi tanggung jawab, kebutuhan, dan harapan dengan cara yang terbuka. Misalnya, keluarga dapat menetapkan waktu mingguan untuk berbicara tentang pembagian tugas, seperti merawat orang tua, mengelola keuangan, atau kebutuhan anak-anak. Dialog ini memberikan kesempatan bagi setiap anggota untuk menyampaikan pendapat mereka secara langsung, mengurangi potensi salah paham, serta memperkuat rasa keterlibatan dalam pengambilan keputusan bersama. Selain itu, menjaga kesopanan dan rasa hormat dalam komunikasi juga sangat penting, terutama dalam interaksi lintas generasi. Menggunakan conventional design logic, di mana pesan disampaikan dengan mempertimbangkan norma sosial dan nilai kesopanan, membantu menciptakan suasana yang nyaman dan harmonis. Dalam hubungan dengan orang tua, misalnya, menjaga tata krama dalam cara berbicara dan mengekspresikan pandangan menjadi bentuk penghormatan yang dapat memperkuat hubungan emosional mereka. Pada saat yang sama, gaya komunikasi yang sopan dan penuh pengertian juga menjadi contoh yang baik bagi anak-anak, menciptakan budaya komunikasi positif di dalam keluarga.
Pendekatan solutif juga menjadi bagian penting dalam membangun hubungan sehat. Dengan menerapkan rhetorical message logic, anggota keluarga dapat fokus pada solusi melalui identifikasi masalah secara bersama-sama. Misalnya, ketika terjadi ketegangan terkait prioritas tanggung jawab, dialog dapat diarahkan untuk mencari jalan keluar yang saling menguntungkan, seperti berbagi jadwal antara anggota keluarga untuk merawat orang tua atau mencari dukungan eksternal. Pendekatan ini tidak hanya membantu menyelesaikan konflik, tetapi juga memperkuat rasa kerja sama dan kebersamaan dalam keluarga. Terakhir, mendengarkan secara aktif adalah inti dari komunikasi interpersonal yang efektif. Dalam situasi keluarga sandwich generation, penting bagi setiap individu untuk merasa didengar dan dihargai. Mendengarkan tanpa menyela, memperhatikan bahasa tubuh, dan memberikan tanggapan yang menunjukkan pemahaman, semuanya membantu menciptakan rasa saling menghormati dan memperkuat hubungan emosional. Ketika anggota keluarga merasa bahwa pendapat mereka diterima, mereka lebih mungkin untuk terbuka dan kooperatif, yang pada akhirnya mendukung keseimbangan emosional dan harmoni dalam keluarga.
Dengan menerapkan strategi ini secara konsisten, keluarga dapat menciptakan pola komunikasi yang mendukung hubungan sehat. Ruang dialog yang terbuka, komunikasi yang penuh rasa hormat, pendekatan solutif, dan mendengarkan secara aktif menjadi fondasi penting untuk menghadapi tekanan dan tantangan unik yang dihadapi oleh sandwich generation. Strategi ini tidak hanya membantu mengelola konflik, tetapi juga memperkuat ikatan emosional di antara anggota keluarga, menciptakan lingkungan yang harmonis dan mendukung kesejahteraan bersama.
Dalam situasi yang dihadapi oleh sandwich generations ini, komunikasi interpersonal menjadi elemen kunci dalam membangun hubungan sehat. Komunikasi yang efektif dapat menciptakan pemahaman, mengurangi konflik, dan memperkuat hubungan antaranggota keluarga. Komunikasi interpersonal dalam keluarga melibatkan interaksi langsung yang memungkinkan penyampaian perasaan, pikiran, dan kebutuhan secara jelas dan empatik. Dalam konteks sandwich generation, komunikasi interpersonal secara umum ini memiliki beberapa peran utama antara lain membangun empati, dimana nteraksi yang terbuka dan jujur memungkinkan anggota keluarga memahami tekanan yang dirasakan satu sama lain. Dengan menyampaikan perasaan dan kebutuhan secara langsung namun penuh empati, individu dalam keluarga dapat saling mendukung dan menciptakan rasa kebersamaan. Kedua, komunikasi interpersonal dapat mengurangi konflik, dimana ketegangan seringkali terjadi ketika tuntutan dari orang tua dan anak-anak bertabrakan. Komunikasi interpersonal yang baik dapat menjadi sarana untuk menyelesaikan konflik melalui dialog yang konstruktif. Penggunaan pendekatan seperti rhetorical message logic, yang fokus pada menciptakan solusi bersama, sangat membantu dalam situasi ini. Ketiga, dengan penerapan komunikasi interpersonal yang baik juga dapat membantu sandwich generations untuk mengelola stress. Berada di posisi dengan banyak tekanan seringkali menyebabkan stres yang tinggi. Komunikasi interpersonal berfungsi sebagai alat untuk mencurahkan emosi dan mendapatkan dukungan emosional dari anggota keluarga lainnya. Dengan mendengarkan dan berbicara secara terbuka, keluarga dapat membantu mengurangi tekanan yang dirasakan. Keluarga dari sandwich generation membutuhkan pembagian tanggung jawab yang jelas untuk menghindari beban yang terpusat pada satu orang. Melalui komunikasi interpersonal, anggota keluarga dapat mendiskusikan cara terbaik untuk bekerja sama, misalnya berbagi tugas merawat orang tua atau mengatur waktu bersama anak-anak.
Kesimpulan yang dapat ditarik adalah bahwa minimnya komunikasi antar anggota keluarga sering memicu permasalahan dan tantangan tambahan pada generasi sandwich, sehingga komunikasi interpersonal memainkan peran yang sangat penting dalam membangun hubungan sehat pada keluarga sandwich generation yang menghadapi tekanan ganda dari tanggung jawab merawat orang tua dan anak-anak. Tantangan ini membutuhkan pendekatan komunikasi yang strategis, melibatkan keterbukaan, empati, adaptabilitas, dan penghormatan terhadap norma-norma keluarga. Melalui komunikasi yang efektif, anggota keluarga dapat menciptakan ruang dialog rutin untuk berbagi tanggung jawab dan kebutuhan, menjaga harmoni melalui komunikasi yang sopan, serta mengutamakan solusi bersama guna mengatasi konflik secara konstruktif. Secara keseluruhan, komunikasi interpersonal yang baik tidak hanya membangun hubungan yang sehat dan membantu keluarga sandwich generation menghadapi tantangan, tetapi juga memperkuat hubungan emosional antar anggota keluarga. Dengan keterampilan komunikasi yang terlatih dan penerapan pendekatan yang adaptif, keluarga dapat menciptakan lingkungan yang harmonis, saling mendukung, dan sehat secara emosional, sehingga mampu menjalani peran dan tanggung jawab mereka dengan lebih baik.