Di tengah padatnya bangunan rumah di Desa Pamekaran, Kabupaten Bandung Barat, tumbuh diam-diam ancaman yang tak terlihat namun nyata—jamur hitam. Gangguan kesehatan ini kerap diabaikan, padahal mikotoksin yang dihasilkan bisa menyebabkan masalah serius pada pernapasan hingga sistem imun. Tapi bagaimana jika solusi datang bukan dari dokter, melainkan dari kamera smartphone dan kecerdasan buatan?

Yup, kamu nggak salah baca. Inovasi unik dan inspiratif ini lahir dari sekelompok mahasiswa Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM) melalui Program Kreativitas Mahasiswa (PKM-PM) 2025. Mereka menggabungkan kekuatan edukasi masyarakat, pemuda Karang Taruna, dan teknologi machine learning dalam aplikasi bernama Peka Toksin.
Desa Pamekaran: Bukan Sekadar Permukiman Padat
Kalau kamu bayangkan desa identik dengan udara bersih dan lahan luas, Desa Pamekaran bisa jadi pengecualian. Dengan bangunan yang saling berdempetan dan ventilasi minim, kondisi lembab jadi makanan empuk bagi jamur hitam tumbuh subur. Fakta menyedihkan? Sekitar 67% rumah di RT 03/RW 14 menunjukkan tanda-tanda serangan jamur hitam. Itu berarti hampir 100 rumah dalam satu lingkungan berpotensi terpapar bahaya mikotoksin.
Sayangnya, banyak warga belum paham risiko ini. Di sisi lain, Karang Taruna yang seharusnya bisa jadi motor penggerak edukasi belum aktif berperan. Inilah titik krusial di mana teknologi turun tangan.
“Peka Toksin”: Solusi Cerdas Berbasis AI untuk Lingkungan Sehat di Desa Pamekaran
Permasalahan jamur hitam di permukiman padat memang bukan hal baru. Di Desa Pamekaran, Bandung Barat, kepadatan bangunan jadi pemicu utama tingginya kelembaban yang berujung pada pertumbuhan jamur hitam membandel. Bayangkan saja, dari 145 rumah di RT 03/RW 14, sekitar 67% atau 97 rumah menunjukkan tanda-tanda jamur hitam di dinding atau langit-langit! Jamur ini bukan cuma sekadar noda, tapi bisa menghasilkan mikotoksin berbahaya dan memicu gangguan kesehatan serius. Ditambah lagi, kesadaran masyarakat akan bahaya ini masih rendah, dan Karang Taruna setempat belum punya program edukasi yang aktif.
Melihat kondisi ini, tim pengabdian masyarakat dari Universitas Komputer Indonesia berkolaborasi dengan Karang Taruna Desa Pamekaran menghadirkan inovasi brilian: Aplikasi “Peka Toksin” berbasis Artificial Intelligence (AI). Program ini tidak hanya fokus pada teknologi, tapi juga menguatkan peran pemuda Karang Taruna sebagai agen perubahan di tengah masyarakat.
Machine Learning: Otak di Balik “Peka Toksin”
Lalu, bagaimana sih “Peka Toksin” ini bekerja? Nah, di sinilah kehebatan Machine Learning berperan! Aplikasi ini memanfaatkan teknologi Machine Learning berbasis Convolutional Neural Network (CNN). Mungkin kamu bertanya-tanya, apa itu CNN? Sederhananya, CNN ini adalah jenis jaringan saraf tiruan yang sangat efektif untuk tugas-tugas object detection dan recognition, seperti mengidentifikasi gambar.
Dengan CNN, “Peka Toksin” dilatih untuk mengenali pola-pola spesifik jamur hitam melalui kamera smartphone. Jadi, kamu cukup mengarahkan kamera ponsel ke area yang dicurigai berjamur, dan aplikasi akan menganalisisnya untuk mendeteksi keberadaan jamur hitam. Teknologi ini memungkinkan deteksi yang cepat dan mandiri, langsung dari genggaman tanganmu!
Menurut Putri (2020), CNN terbukti efektif dalam klasifikasi visual untuk jamur, dan digunakan di berbagai aplikasi image recognition. Penerapannya di Desa Pamekaran adalah gebrakan baru—bukan hanya untuk deteksi, tapi juga sebagai alat edukasi.
Bukan Sekadar Teknologi, Tapi Juga Pemberdayaan Pemuda
Apa gunanya teknologi kalau nggak bisa digunakan masyarakat?
Makanya, tim PKM-PM nggak cuma berhenti di pembuatan aplikasi. Mereka merancang pelatihan untuk Karang Taruna agar menjadi fasilitator teknologi. Para pemuda diajak memahami cara kerja Peka Toksin, mendampingi warga dalam penggunaan aplikasi, hingga menyebarkan edukasi tentang bahaya jamur hitam dan cara pencegahannya.
Hasilnya? Terbentuklah tim kader Karang Taruna Peduli Lingkungan, yang bertugas sebagai agen edukasi dan teknologi. Mereka bukan hanya menyosialisasikan bahaya jamur hitam, tapi juga aktif dalam pemantauan dan pelaporan kondisi rumah-rumah warga. Efeknya berlipat: teknologi jalan, pemuda bangkit, masyarakat terlindungi.
Manfaat Luas untuk Masa Depan yang Lebih Sehat
Inisiatif ini membawa manfaat yang signifikan bagi berbagai pihak:
- Masyarakat Desa Pamekaran: Meningkatkan kewaspadaan terhadap bahaya jamur hitam dan memberikan akses ke teknologi AI untuk deteksi dini yang mudah digunakan.
- Tim Pelaksana: Memberikan pengalaman langsung dalam menerapkan teknologi AI untuk pengabdian masyarakat berbasis kesehatan.
- Perguruan Tinggi: Memperkuat peran dalam pengabdian masyarakat melalui inovasi teknologi AI yang aplikatif dan berdampak sosial nyata.
Dengan adanya “Peka Toksin” dan penguatan peran Karang Taruna, Desa Pamekaran selangkah lebih maju dalam menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan aman dari ancaman jamur hitam. Ini adalah bukti nyata bahwa teknologi dan kolaborasi komunitas bisa menjadi kekuatan besar untuk perubahan positif!
Teknologi dan Edukasi Bisa Berjalan Bareng
Kebanyakan dari kita membayangkan AI dan machine learning hanya ada di dunia startup, kampus, atau laboratorium. Tapi lewat program ini, terbukti bahwa teknologi bisa menjangkau desa, dan AI bisa jadi sahabat masyarakat, bukan sekadar istilah rumit dalam jurnal ilmiah.
Kuncinya? Kolaborasi. Antara mahasiswa dan masyarakat. Antara teknologi dan kearifan lokal. Antara edukasi dan inovasi. Dan tentu saja, antara Peka Toksin dan Karang Taruna Desa Pamekaran.
Dari Lapangan ke Aplikasi: Cerita di Balik Pengembangan “Peka Toksin”
Tidak semua aplikasi bisa lahir hanya dari ide dan coding di balik layar. Peka Toksin adalah hasil dari kerja lapangan yang intens. Tim pengusul melakukan observasi langsung di Desa Pamekaran, berdiskusi dengan warga, dan mendalami permasalahan lingkungan yang terjadi secara riil. Ini bukan sekadar proyek kampus—ini adalah pengabdian berbasis kebutuhan nyata masyarakat.
Proses pengembangan aplikasinya pun menarik. Untuk bisa “mengajarkan” AI mengenali jamur hitam, tim terlebih dulu mengumpulkan ratusan gambar dinding rumah yang menunjukkan keberadaan jamur. Gambar-gambar ini lalu diproses dan dilabeli, agar CNN bisa mengenali pola visual spesifik yang menjadi tanda keberadaan jamur.
Semua tahapan ini—pengumpulan data, pelatihan model, pengujian, dan implementasi—dilakukan dengan semangat kolaboratif. Bahkan warga dan Karang Taruna ikut serta sebagai kontributor data dan penguji lapangan aplikasi.
Teknologi yang Akrab dan Ramah Warga
Satu hal yang patut diapresiasi dari “Peka Toksin” adalah desain aplikasinya yang sederhana dan mudah digunakan. Tim pengembang menyadari bahwa tidak semua warga desa familiar dengan teknologi canggih. Karena itu, antarmuka aplikasi dirancang dengan ikon-ikon visual, bahasa Indonesia yang ringan, dan instruksi langkah demi langkah.
Bahkan jika seseorang belum pernah menggunakan aplikasi deteksi berbasis AI sebelumnya, mereka masih bisa menggunakan “Peka Toksin” hanya dengan mengikuti panduan di layar. Ini menunjukkan pentingnya user experience (UX) dalam penerapan teknologi untuk masyarakat luas.
Dan yang paling penting: aplikasi ini tidak membutuhkan koneksi internet stabil untuk menjalankan deteksi. Model CNN yang digunakan telah ditanamkan langsung dalam aplikasi (offline AI), sehingga dapat bekerja walau tanpa sinyal kuat. Hal ini sangat penting mengingat sebagian wilayah Desa Pamekaran masih memiliki keterbatasan akses jaringan.
Mengukur Dampak: Bukan Sekadar Program Jalan
Setiap program pengabdian harus bisa diukur dampaknya, dan “Peka Toksin” tidak ketinggalan. Salah satu indikator kunci adalah akurasi deteksi aplikasi. Targetnya adalah minimal 85% akurasi dalam membedakan antara dinding yang terpapar jamur dan yang tidak. Selain itu, cakupan pengguna aktif dari warga ditargetkan mencapai 75% dari total rumah yang terdeteksi memiliki risiko jamur.
Evaluasi dilakukan secara berkala, termasuk wawancara dengan warga pengguna, pelatihan ulang kader Karang Taruna, dan update aplikasi berdasarkan masukan lapangan. Bahkan, program ini dirancang agar berkelanjutan, tidak berhenti setelah masa PKM berakhir.
Dukungan Multi Pihak: Kolaborasi yang Menginspirasi
Inisiatif ini tidak akan berhasil tanpa dukungan berbagai pihak. Peran Karang Taruna sangat vital, baik sebagai jembatan antara tim mahasiswa dengan warga, maupun sebagai motor penggerak edukasi di lapangan. Perangkat desa juga memberikan dukungan lokasi dan logistik.
Yang menarik, pendekatan kolaboratif ini menciptakan rasa memiliki dari semua pihak. Aplikasi bukan sekadar milik tim kampus, tapi menjadi bagian dari solusi warga—sebuah pendekatan yang bisa ditiru oleh program-program serupa di daerah lain.
Peta Jalan Menuju Desa Tangguh Teknologi
“Peka Toksin” hanyalah permulaan. Bayangkan jika ke depan aplikasi ini bisa:
- Diintegrasikan dengan peta risiko berbasis GPS untuk mendeteksi wilayah rawan jamur di seluruh desa.
- Menggunakan notifikasi dini untuk memberikan peringatan kepada warga ketika kondisi rumahnya berisiko tinggi terhadap jamur.
- Dikembangkan lebih lanjut untuk mendeteksi polusi udara, kualitas air, atau bahkan vektor penyakit lain.
Inilah yang disebut sebagai Desa Tangguh Teknologi—sebuah konsep di mana warga desa tidak hanya jadi penerima teknologi, tetapi juga pengguna aktif dan agen perubahan berbasis digital.
Kesimpulan: Teknologi Manusiawi untuk Masalah Sehari-hari
Program “Peka Toksin” mengajarkan kita bahwa teknologi tidak harus rumit atau mahal untuk bisa berdampak. Yang diperlukan adalah empati, pemahaman konteks lokal, dan kemauan untuk turun langsung ke lapangan.
Dengan kombinasi Machine Learning, pelibatan masyarakat, dan edukasi yang menyenangkan, tim PKM-PM UNIKOM membuktikan bahwa bahkan masalah sehari-hari seperti jamur di tembok rumah bisa jadi ladang inovasi teknologi yang bermakna.
Dan akhirnya, ini bukan soal teknologi semata. Ini soal mewujudkan lingkungan yang lebih sehat, masyarakat yang lebih sadar, dan pemuda yang lebih peduli.
Karena sejatinya, teknologi terbaik adalah yang menghidupkan harapan dan menyehatkan kehidupan.
Penutup: Waktunya Desa Jadi Pusat Inovasi
Desa Pamekaran mengajarkan kita bahwa perubahan nggak harus datang dari kota besar atau ruang rapat pemerintahan. Dengan semangat gotong royong dan sedikit sentuhan teknologi, desa bisa jadi tempat lahirnya inovasi yang berdampak nyata.
Jadi, kapan kamu terakhir kali memikirkan dampak jamur hitam di rumahmu? Atau… kapan kamu terakhir kali percaya bahwa smartphone-mu bisa menyelamatkan lingkungan?
Salam Lingkungan Sehat, Bebas Jamur Hitam!
Referensi
- Putri, O. N. (2020). Implementasi Metode CNN dalam Klasifikasi Gambar Jamur. Universitas Islam Indonesia.
- WHO. (2023). Mycotoxins. https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/mycotoxins
- Cleveland Clinic. (2023). Black Mold. https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/24862-black-mold