PARTISIPASI PEMILIH PEMULA DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN PEMILU

Tahun ini merupakan tahun politik, dimana masyarakat dihadapkan pada pelaksanaan hak politiknya, yaitu untuk memilih dalam pemilihan umum. Masyarakatlah yang menentukan pembangunan daerahnya. Masyarakat diharapkan dapat menggunakan hak politiknya dengan memilih pemimpin berdasarkan visi dan misi calon.

Implementasi hak warga negara untuk menjadi pemilih di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Setiap warga negara yang telah berusia 17 tahun atau pernah menikah berhak untuk memilih, asalkan terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT). Namun, pelaksanaan hak ini seringkali terhambat oleh berbagai faktor, seperti ketidakakuratan data pemilih dan kelalaian penyelenggara pemilu dalam mendaftarkan pemilih.

Pemilih pemula adalah generasi baru pemilih yang memiliki sifat dan karakter, latar belakang, pengalaman dan tantangan yang berbeda dengan para pemilih di generasi sebelumnya. Sebagian besar di antara mereka berasal dari kalangan pelajar, berstatus ekonomi baik, dan pada umumnya tinggal di kawasan perkotaan atau sekitarnya. Mereka sangat tersentuh kemajuan teknologi informasi, serta menggunakan alat-alat teknologi canggih dengan baik, mulai dari handphone, laptop, tablet dan aneka gadget lainnya. Mereka juga sangat fasih dalam penggunaan fasilitas dan jaringan sosial media, seperti, twitter, facebook, linked in, dan sebagainya. Mereka sangat terbuka untuk mempelajari hal-hal yang baru, kritis dan juga mandiri. Ditambah dengan fakta bahwa para pemilih pemula ini adalah pengemban tampuk pimpinan selanjutnya pada saat 100 Tahun Republik Indonesia di tahun 2045 nanti. Republik Indonesia masih akan tetap ada (exist) di waktu tersebut akan sangat ditentukan oleh para pemilih muda di Pemilu.


Perlu diperhatikan bahwa rendahnya pengetahuan generasi muda terhadap politik menyebabkan dampak terburuk “buta politik” mereka pada umumnya tidak mau berpartisipasi dalam proses politik atau bahkan dalam debat politik. Namun pengetahuan politik diperlukan agar mereka dapat mengikuti praktik eksekutif dan proses pengambilan keputusan pemerintah. Artikel ini juga menekankan upaya untuk memberikan informasi kepada generasi muda agar mereka memahami hak-hak politiknya, sehingga diharapkan dapat berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan, khususnya dalam proses politik.

Pengaruh pemilih muda yang penting dan signifikan pada Pemilu sudah disadari oleh Partai Politik peserta Pemilu dan para calon kandidatnya. Bahkan perburuan suara pemilih muda sudah dimulai sejak Pemilu yang sudah diselenggarakan selama dua tahun terakhir yaitu banyak yang sudah mulai memperhitungkan suara dari pemilih muda dalam proses kampanye sehingga tidak jarang berbagai cara dilakukan untuk bisa menghimpun suara para pemilih muda ini. Salah satu yang harus menjadi perhatian khusus adalah pendidikan politikyang masih rendah di kalangan pemilih muda atau bisa disebut juga sebagai pemilih pemula tersebut. Pendidikan politik yang masih rendah membuat kelompok ini rentan dijadikan sasaran untuk dimobilisasi oleh kepentingankepentingan tertentu. Apabila merujuk pada pengalaman masa lalu, contohnya para pemilih muda ini sering diarahkan kepada salah satu pasangan calon dengan membawa muatan-muatan atau jargon-jargon tertentu, baik dengan melalui perang iklan dan sosial media tanpa adanya pemahaman yang mendalam kenapa mereka harus memilih pasangan calon tersebut.

Menurut Sasmita (2011), Pemilih pemula yang berpengetahuan luas cenderung berpartisipasi dalam pemilu/pilkada, meskipun partisipasinya berbentuk partisipasi yang dimobilisasi. Menurutnya kebanyakan pemilih pemula memperoleh informasi dari saluran informal seperti media, keluarga, dan organisasi sosial dan politik yang terkait. Pengetahuan yang diperoleh di sekolah dengan pendidikan politik dikatakan masih sangat sedikit. Bahkan ketika mereka mempunyai informasi politik yang memadai, beberapa pemilih pemula masih dipengaruhi oleh ikatan emosional dan bisnis dalam pilihan politik mereka.

Pemilih pemula, sebagai bagian dari generasi muda, memiliki potensi untuk mengubah arah politik jika mereka berpartisipasi secara signifikan. Dalam beberapa kasus, mereka dapat menjadi faktor penentu dalam kemenangan kandidat atau partai, terutama jika mereka secara massal mendukung satu opsi tertentu. Pemilih pemula sering kali menunjukkan tingkat partisipasi politik yang fluktuatif. Mereka mungkin sangat antusias dan aktif selama pemilu pertama mereka, tetapi keterlibatan tersebut dapat menurun di pemilu-pemilu berikutnya jika mereka merasa kecewa atau tidak melihat dampak langsung dari suara mereka. Pemilih pemula menunjukkan antusiasme tinggi karena pengalaman pertama mereka menggunakan hak pilih, adapun motivasi utama pemilih pemula untuk berpartisipasi dalam pemilu sering kali didorong oleh rasa kewajiban sebagai warga negara, pengaruh keluarga atau teman, dan harapan akan perubahan yang lebih baik di masa depan.

Pemilih pemula cenderung memilih kandidat yang mereka anggap “relatable” atau yang memiliki kemiripan dengan mereka, baik dari segi usia, pengalaman, atau pandangan politik. Kandidat yang bisa berkomunikasi dengan bahasa yang mudah dipahami oleh generasi muda sering kali mendapatkan dukungan lebih dari kelompok ini. Bentuk-bentuk partisipasi yang dilakukan pemilih pemula dalam rangka Pemilu adalah Kampanye merupakan suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk mempengaruhi dan menarik simpati serta mendapatkan suara sebanyakbanyaknya dari para pemilih agar dapat memilih calon tertentu dan memenangkannya.

Kampanye adalah salah satu bagian yang penting alam kegiatan Pemilihan Umum. Sebagian besar Pemilih Pemula sudah mengetahui tujuan dari kampanye itu sendiri, yaitu untuk memberikan informasi Pemilu dan memaparkan visi dan misi sehingga dapat menarik simpati unutk memilih. Ada berbagai macam cara yang dilakukan oleh calon untuk menarik simpati dalam kegiatan kampanye, diantaranya dengan menghadirkan bintang hiburan baik penyanyi maupun selebriti dalam kampanye terbuka, melakukan bakti sosial, dan memberikan bantuan untuk pembangunan tempat ibadah, sehingga hal-hal tersebut dapat menarik perhatian para pemilih khususnya Pemilih Pemula untuk memilih.
Anggapan pemilih pemula bahwa kampanye merupakan suatu kegiatan yang menyita waktu dan berbenturan dengan kegiatan mereka sehari-hari mengakibatkan Pemilih Pemula ini enggan untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan kampanye. Ada juga pemilih pemula yang berpendapat bahwa tidak mengikuti kampanye karena tidak suka dengan hiruk-pikuk keramaian suasana kampanye terbuka. Pendapat dari beberapa orang pemilih pemula tersebut menggambarkan kurangnya ketertatikan dari pemilih pemula untuk mengikuti kegiatan kampanye, terlepas dari merekea-mereka yang tidak biasa mengikuti kegiatan kampanye karena berbenturan dengan kegiatan sekolah.

Pemilihan Umum merupakan pesta demokrasi lima tahunan yang dilaksanakan guna melaksanakan amanat konstitusi. Baik di media cetak, televisi, media elektronik, sampai di media social hampir tiap hari bahkan setiap hari selalu membicarakan dan mendiskusikan tentang masalah-masalah dan kegiataan-kegiatan politik menjelang Pemilu, ada yang membicarakan hal-hal positif ada juga yang memberitakan hal-hal negatif mengenai Pemilu ini. Pembicaraan-pembicaraan serta perbincangan hangat tentang tema-tema politik menjelang Pemilu tidak hanya berlaku bagi elit partai politik maupun kalangan akademisi. Pemilih pemula sangat aktif membicarakan masalah politik.

Politik tidak lagi menjadi hal yang tabu di kalangan anak muda, banyak dari mereka yang ketika berkumpul dengan teman-teman atau nongkrong santai sering berbicara masalah politik. Pemberian suara pemahaman arti demokrasi yang makin luas di kalangan masyarakat memberikan pengaruh yang signifikan bagi dinamika politik bangsa. Salah satu indikator berjalannya politik secara demokratis adalah dengan adanya partisipasi politik dari masyarakat, untuk mengamati hal tersebut kita dapat melihatnya melalui bentuk-bentuk partispasi politik masyarakat. Berkaitan dengan Pemilu menyalurkan hak pilihnya dalam Pemilu kali ini, begitu pun bagi kalangan pemilih pemula yang begitu antusias untuk memilih karena bagi sebagian besar pemilih pemula mereka sangat ingin datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) karena Pemilihan Umum ini merupakan Pemilu pertama bagi mereka dan mereka tidak ingin melewatkan moment tersebut.

Oleh karena itu pentingnya menanamkan literasi pendidikan politik sejak di bangku sekolah. Tugas pendidik disini untuk menginterlanilasi kepada pemilih pemula agar menjadi pemilih yang baik, bertanggung jawab, sehat, sesuai dengan netralitas luber judil (langsung, publik, bebas, rahasia, jujur dan adil) di masyarakat. Dengan menanamkan literasi pendidikan politik sejak di dunia pendidikan misalnya, dengan membaca buku di perpustakaan, melihat info berita di televisi atau media sosial lainnya terkait politik yang baik di Indonesia, seperti mengikuti kegiatan organisasi sekolah, mengikuti pemilihan ketua OSIS yang dilaksanakan setahun sekali pada periode tersebut dan diikuti oleh setiap guru dan siswa serta mengikuti kegiatan sosialisasi tentang pendidikan politik dalam setiap pendekatan pesta demokrasi. Menanamkan kesadaran mengenai politik itu penting diketahui oleh setiap warga negara terutama pelajar yang sudah mulai menjadi pemilih pemula. Selain itu juga diberikan lewat tayangan dan arahan atau motivasi yang baik dari berita, youtube, sosial media, untuk penguatan kesadaran politik.

Pendidikan politik merupakan inti dari penyederhanaan nilai-nilai Pancasila dalam konteks pemilu.  Pendidikan politik sangat penting di lingkungan siswa, terutama di sekolah. Karena membutuhkan pengetahuan untuk terlibat dalam masyarakat saat memilih hak pilih. Menjadi pemilih yang baik, sehat dan tidak mengganggu hak-hak orang lain. Terutama para remaja 17 yang masih pemilih pemula, sehingga mereka mengetahui tata cara memilih pemimpin yang baik untuk negara. Pengetahuan politik adalah dasar dari perilaku politik seseorang yang diperoleh melalui sosialisasi politik yang telah diperolehnya. Salah satunya adalah melalui pendidikan politik yang disampaikan melalui sosialisasi politik oleh lembaga, partai, atau tokoh masyarakat.

Dampak jangka panjang dari pendidikan politik terhadap partisipasi politik siswa mencakup beberapa aspek diantaranya:

1. Kesadaran Politik yang Tinggi: Pendidikan politik meningkatkan kesadaran siswa tentang hak dan tanggung jawab mereka sebagai pemilih, mendorong mereka untuk lebih aktif terlibat dalam proses politik.

2. Peningkatan Keterlibatan : Siswa yang mendapatkan pendidikan politik cenderung lebih terlibat dalam organisasi seperti OSIS dan kegiatan sosial, yang memperkuat rasa tanggung jawab mereka dalam berpartisipasi di pemilu.

3. Kemampuan Berpikir Kritis: Pendidikan politik membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir kritis, sehingga mereka dapat membuat keputusan yang lebih baik saat memilih, berdasarkan informasi yang valid.

4. Partisipasi Berkelanjutan: Dengan pemahaman yang baik tentang proses politik, siswa diharapkan akan terus berpartisipasi dalam pemilu di masa depan, menciptakan generasi pemilih yang lebih aktif dan terinformasi.

Dapat disimpulkan dalam artikel ini yaitu, Implementasi hak warga negara bagi pemilih pemula di Indonesia sangat penting untuk memastikan partisipasi aktif dalam proses demokrasi. Pemilih pemula, yang didefinisikan sebagai warga negara berusia 17 tahun atau lebih, memiliki hak untuk memilih dan berkontribusi dalam menentukan arah kebijakan negara. Sosialisasi mengenai hak dan kewajiban mereka sangat diperlukan agar mereka memahami pentingnya suara mereka dalam pemilu.

Pendidikan politik menjadi salah satu langkah strategis untuk meningkatkan kesadaran pemilih pemula. Melalui program sosialisasi, mereka diajarkan tentang proses pemilu, tahapan pemilihan, serta cara menilai calon pemimpin berdasarkan integritas dan program kerja. Hal ini bertujuan untuk menghindari pengaruh negatif seperti politik uang dan kampanye hitam yang dapat merusak nilai-nilai demokrasi.

Media sosial juga memainkan peran penting dalam membentuk preferensi politik pemilih pemula. Dengan akses informasi yang luas, mereka dapat terlibat dalam diskusi politik dan memahami isu-isu yang relevan dengan kehidupan sehari-hari mereka. Diskusi ini membantu mereka membuat keputusan yang lebih rasional dan berbasis fakta.

Selain itu, pemilih pemula perlu memahami peraturan dan dasar hukum yang mengatur proses pemilihan. Pengetahuan tentang Undang-Undang Pemilu dan kode etik kampanye membantu mereka mengenali hak dan kewajiban sebagai pemilih, serta menjaga integritas proses demokrasi. Dengan demikian, mereka dapat berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab.

Setelah pemilihan, keterlibatan politik tidak berhenti. Pemilih pemula diharapkan untuk terus mengawasi kinerja para pemimpin terpilih dan memberikan masukan konstruktif terhadap kebijakan publik. Ini adalah bagian dari tanggung jawab sebagai warga negara yang aktif.

Secara keseluruhan, implementasi hak warga negara bagi pemilih pemula harus melibatkan pendidikan politik yang efektif, sosialisasi yang menyeluruh, serta dukungan dari berbagai pihak, termasuk institusi pendidikan dan komunitas. Dengan upaya ini, diharapkan generasi muda dapat menjadi pemilih yang cerdas dan bertanggung jawab dalam membangun masa depan bangsa.

Oleh karenanya menjadi pemilih yang cerdas adalah langkah penting untuk memastikan bahwa sistem demokrasi berfungsi dengan baik. Dengan memahami isu-isu, mengevaluasi calon secara objektif, dan menggunakan hak suara kita dengan bijak, kita tidak hanya membentuk masa depan kita sendiri tetapi juga masa depan masyarakat secara keseluruhan.

Mari kita tingkatkan kesadaran dan tanggung jawab dalam memilih!

~ Dewi Nurdamaianti 41721015

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Program Studi Ilmu Pemerintahan, Universitas Komputer Indonesia.