Netrana: Tongkat Pintar AI-IoT untuk Deteksi Rintangan, Navigasi, dan Keamanan Tunanetra di Ruang Publik

Mobilitas di ruang publik merupakan hak dasar setiap individu, termasuk penyandang disabilitas seperti perempuan dan anak-anak. Namun, bagi tunanetra, mobilitas mandiri masih menjadi hambatan serius yang membatasi hak mereka untuk berpartisipasi secara setara. Berdasarkan data SUSENAS tahun 2020, sekitar 28 juta penduduk Indonesia merupakan penyandang disabilitas, dan 28% di antaranya atau sekitar 7,85 juta jiwa mengalami gangguan penglihatan (BPS, 2024). Meskipun tongkat putih menjadi alat bantu utama yang efektif mendeteksi rintangan fisik, alat ini memiliki keterbatasan tidak mampu mengidentifikasi objek dinamis seperti kendaraan bergerak (Singh, S.S., Agrawal, M., dan Eliazer, M., 2023) dan tidak fleksibel untuk pengguna dengan tinggi badan yang berbeda, termasuk anak-anak. Permasalahan ini diperburuk oleh infrastruktur yang tidak mendukung, seperti jalur pemandu (guiding block) yang seharusnya menjadi panduan tunanetra sering disalahgunakan sebagai area parkir atau berjualan (Kementrian Sosial, 2022), meningkatkan risiko kecelakaan dan ketidaksetaraan akses bagi tunanetra.

Selain hambatan fisik akibat infrastruktur publik yang belum ramah, tunanetra juga kesulitan melakukan navigasi mandiri dari satu titik ke titik lain. Banyak di antara mereka kemudian mengandalkan ponsel dengan navigasi suara sebagai solusi sementara. Namun, metode ini tidak praktis karena mengharuskan mereka memegang ponsel bersamaan dengan tongkat, sehingga membagi fokus dan menambah beban fisik (Tsai, C.H., 2024). Akibatnya, tanpa pendamping dan alat bantu yang memadai, risiko terjatuh amat tinggi, contohnya pada Februari 2021, seorang tunanetra menabrak truk yang diparkir di atas jalur pemandu, sehingga terjatuh dan mengalami luka ringan (Kompas, 2021). Di samping keterbatasan fisik, perempuan disabilitas menghadapi tantangan keamanan di ruang publik. Pada tahun 2019, kasus kekerasan seksual terhadap mereka meningkat 21%, dari 57 menjadi 69 kasus (Komnas Perempuan, 2020). Kondisi ini menunjukkan perlunya solusi yang tidak hanya menjawab mobilitas, tetapi juga perlindungan spesifik jenis kelamin, mengingat minimnya ruang aman bagi perempuan disabilitas.

Untuk menjawab permasalahan tersebut, dikembangkan Netrana, tongkat teleskopik berbasis IoT yang dapat disesuaikan dengan tinggi badan. Netrana mengintegrasikan deteksi objek real-time, navigasi rute, serta tombol darurat untuk perlindungan keamanan perempuan tunanetra yang terhubung ke aplikasi pendamping. Selain itu, Netrana mempertahankan tongkat fisik sebagai simbol identitas sosial sekaligus sumber umpan balik haptik. Dengan demikian, Netrana menjadi solusi dalam persoalan SDG nomor 10, yaitu Reduced Inequalities, dengan meningkatkan kemandirian mobilitas tunanetra dan juga mendukung kesetaraan inklusif bagi perempuan dan anak-anak.

Berbagai inovasi telah dikembangkan untuk tunanetra, seperti Neutrack (ITS, 2024), sarung tangan berbasis AI dengan fitur pengenalan objek, navigasi arah pulang, dan pengenalan wajah, serta In-SWALST (UGM, 2022), tongkat dengan pelacakan GPS, dan memantau kondisi kesehatan. Namun, Neutrack menggantikan tongkat fisik yang berfungsi sebagai umpan balik haptik dan simbol identitas sosial tunanetra (dos Santos, A.D.P., Medola, F.O., Cinelli, M.J., Garcia Ramirez, A.R., dan Sandnes, F.E., 2021), serta tidak menyediakan panduan rute spesifik untuk mobilitas di ruang publik. Sementara itu, In-SWALST hanya memberikan rintangan secara umum tanpa konteks, dan tidak dapat disesuaikan dengan tinggi pengguna. Keduanya belum dilengkapi fitur keamanan yang melindungi perempuan tunanetra dari risiko kekerasan dan desain inklusif untuk anak. Untuk menjawab kekurangan inovasi mereka. Keterbaruan Netrana dibandingkan inovasi yang sudah ada diantaranya:

  1. Tongkat dilengkapi mekanisme teleskopik yang dapat disesuaikan dengan tinggi badan, serta dirancang secara inklusif untuk digunakan oleh semua usia.
  2. Deteksi objek real-time menggunakan algoritma YOLOv8 dan Vision Transformer yang diproses melalui ESP32-S3 CAM, Netrana mampu mengenali objek dinamis (tiang, kendaraan, lubang, dan lain-lain). Informasi disampaikan melalui umpan balik haptik dan audio, sehingga memastikan respons cepat bahkan di lingkungan bising.
  3. Navigasi rute terintegrasi dalam aplikasi melalui pemanfaatan Google Maps API, yang memungkinkan sistem menampilkan peta, menentukan lokasi pengguna, serta memberikan panduan arah secara real-time. Aplikasi Netrana juga berperan sebagai asisten pribadi, di mana saat aplikasi dibuka, pengguna akan langsung diarahkan untuk menyebutkan tujuan. Sistem kemudian akan melakukan konfirmasi sebelum memberikan arahan menuju lokasi tersebut.
  4. Tombol darurat untuk mengirim notifikasi ke aplikasi keluarga atau kerabat tunanetra yang dilengkapi dengan data lokasi real-time dari GPS.

Pengembangan produk Netrana bertujuan untuk meningkatkan kemandirian mobilitas tunanetra dengan memberikan solusi yang dapat membantu mereka menavigasi lingkungan sekitar secara mandiri, aman, dan inklusif. Netrang dirancang sebagai tongkat teleskopik berbasis loT yang dilengkapi dengan deteksi objek real-time, sistem navigasi suara, serta fitur tombol darurat untuk keamanan. Dari tujuan tersebut, diharapkan inovasi ini dapat memberikan manfaat, di antaranya adalah:

  1. Mengurangi risiko kecelakaan atau insiden selama mobilitas, terutama yang disebabkan oleh kurangnya sistem navigasi mandiri atau kurangnya visibilitas.
  2. Meningkatkan kemandirian dan rasa percaya diri tunanetra, khususnya saat bepergian di ruang publik atau menuju lokasi yang belum dikenal.
  3. Memberikan ketenangan dan rasa aman bagi keluarga atau kerabat tunanetra, melalui pelacakan lokasi secara real-time, riwayat perjalanan, serta notifikasi darurat.

Pengembangan produk Netrana dilakukan dalam dua tahap utama yang dijalankan secara bersamaan, yaitu pembangunan perangkat IoT dan pembangunan perangkat lunak. Kedua tahap ini dikembangkan menggunakan metodologi Agile dengan kerangka kerja Scrum (Schwaber, K., dan Sutherland, J., 2020).

Pembangunan Perangkat Internet of Things (IoT)

Perangkat IoT yang dikembangkan dirancang untuk memenuhi tiga kebutuhan utama penyandang tunanetra, yaitu kemampuan untuk mendeteksi dan menyampaikan informasi spesifik mengenai rintangan di sekitar seperti mobil, sepeda, dan lainnya, integrasi dengan sistem navigasi dalam aplikasi Netrana yang memanfaatkan Google Maps API sehingga dapat memungkinkan pengguna mencapai tujuan tanpa perlu menggengam ponsel, serta kemampuan mengirim notifikasi darurat secara real-time kepada keluarga atau kerabat tunanetra.

  1. ESP32-S3 CAM

       ESP32-S3 CAM digunakan untuk pengambilan gambar sebagai object detection, mengendalikan sensor ultrasonik JSN-SR04, panic button, navigation button, vibration motor secara bersamaan dan mengirimkan data ke cloud server.

  • Sensor Ultrasonik JSN-SR04T

       JSN-SR04T adalah sensor ultrasonik tahan air (waterproof) yang digunakan untuk mengukur jarak ke suatu objek dengan rentang rentang sekitar 20 cm hingga 600 cm (6 meter), dengan akurasi sekitar ±1 cm memanfaatkan gelombang ultrasonik dan digunakan untuk mengetahui apakah ada objek di area tertentu.

  • Vibration Motor

      Vibration motor adalah aktuator kecil yang menghasilkan getaran saat diberi arus listrik. Fungsi nya adalah memberi peringatan saat ada halangan seperti ada lubang atau tiang. ESP32-S3 CAM akan mengaktifkan vibration motor dan memberi sinyal kepada tunanetra menggunakan suara.

  • Panic Button

       Panic button adalah tombol yang digunakan untuk mengaktifkan sistem darurat secara cepat. Fungsi nya mengirim sinyal darurat berupa notifikasi ke aplikasi keluarga atau kerabat jika tunanetra membutuhkan bantuan.

  • Navigation Button

       Navigation button adalah sebuah 4 tombol panduan arah bagi tunanetra yang digunakan menentukan arah tujuan dan mengubah rute langsung terintegrasi dengan Google Maps.

Pembangunan Perangkat Lunak

Proses pembangunan perangkat lunak Netrana menggunakan kerangka kerja Scrum yang terstruktur, kolaboratif, dan berbasis iterasi untuk mewujudkan hasil akhir terbaik. Hal-hal yang dikerjakan selama setiap iterasi Scrum meliputi:

  1. Product Backlog

Product backlog disusun dalam bentuk daftar pengembangan Netrana beserta skala prioritasnya. Fitur-fitur yang direncanakan meliputi integrasi algoritma YOLOv8 dan arsitektur Vision Transformer (ViT) untuk deteksi objek, sistem navigasi suara real-time berbasis Google Maps, notifikasi darurat ke keluarga atau kerabat, serta pencatatan riwayat perjalanan.

  • Sprint Planning

Tim menentukan tujuan sprint dengan memilih item dari product backlog, seperti pengembangan modul deteksi objek atau integrasi navigasi suara. Tugas dibagi berdasarkan keahlian anggota, dengan estimasi waktu dan prioritas yang jelas.

  • Daily Scrum

Daily scrum pada pengembangan Netrana adalah pertemuan harian singkat untuk menyelaraskan progres tim terhadap sprint goal. Setiap anggota melaporkan tugas yang telah selesai, rencana kerja hari ini, serta hambatan teknis atau kolaborasi. Progress tugas diperbarui melalui Kanban Board (To Do, In Progress, Review, Done), untuk memastikan sprint execution sesuai jadwal.

  • Sprint Review

Di akhir sprint, tim melakukan sprint review untuk mengevaluasi hambatan teknis dan kolaborasi yang muncul selama iterasi, menilai kesesuaian hasil dengan Definition of Done (DoD) dan kebutuhan pengguna, serta mempresentasikan fitur yang telah selesai untuk memastikan fungsionalitasnya, serta merumuskan rekomendasi perbaikan untuk sprint berikutnya.

  • Sprint Retrospective

Tim menganalisis proses kolaborasi selama sprint, termasuk kendala seperti keterlambatan pengujian atau komunikasi yang kurang efektif. Proses ini dipandu oleh Scrum Master yang membantu tim dalam mengidentifikasi masalah dan mencari cara untuk meningkatkan kinerja di Sprint berikutnya.

Pengujian Teknis Aplikasi

Setelah melakukan sprint beserta iterasinya, dilakukan pengujian produk menggunakan dua metode, yaitu integration testing dan user acceptance test.

  1. Integration Testing

Tahap integration testing, modul aplikasi Netrana diintegrasikan dengan perangkat IoT seperti sensor deteksi objek YOLOv8 dan Vision Transformer (ViT), aktuator haptik, tombol darurat, serta modul GPS. Tahap ini bertujuan menguji konektivitas dan akurasi sensor, respons haptik dan audio, juga keandalan tombol darurat dan pelacakan lokasi. Setiap bug atau ketidaksesuaian kinerja yang muncul diperbaiki segera sebelum pengujian selanjutnya.

  • User Acceptance Test

            Tahap user acceptance test dilakukan oleh pengguna untuk memastikan bahwa perangkat IoT dan lunak telah memenuhi persyaratan pengguna dan dapat digunakan dengan baik. Kegiatan pada tahap ini, meliputi uji coba penggunaan oleh tunanetra dan pemangku kepentingan di UPT Kementrian Sosial.

Daftar Pustaka