Menarik jika membahas dunia musik mulai dari lagu, lirik, instrumen, aramsemen dan masih banyak lagi lainnya. Nah, sebuah band yang sudah berdiri cukup lama, biasanya mereka membuat sebuah album yang biasanya terdiri dari 8 -13 lagu pada umumnya. Album-album ini tentunya memiliki ciri khas, keunikan dan style tersendiri.
Style mereka biasanya mengikuti genre musik dari band itu sendiri. Semisal band-band metal bisanya menggunakan art style seperti gothic dan biasanya ada unsur terngkorak, kematian, perlawanan dan keagamaan. Di musik pop biasanya menggunakan colortone yang identik dengan jatuh cinta atau patah hati seperti warna ungu, merah, biru.
Nah, gak jarang ada beberapa design album band yang keliatannya sederhana, gak banyak ilustrasi ini itu tapi, jadi keliatan menarik di mata para penikmat band tersebut. Gak jarang juga ada album yang visualnya ga sesuai sama genre musik di dalam album itu dan ya, tetep ga masalah juga.

Album pertama yang punya konsep sederhana namun menarik, datang dari band “Reality Club” dengan album “What Do You Really Know?” yang rilis di tanggal 30 Agustus 2019. Dimana album tersebut juga menjadi album ke 2 band yang beranggotakan Fathia Izzati, Faiz Novacsotia Saripudin, Iqbal Anggakusumah, Nugi Wicaksono, Era Patigo.
Mengapa album ini menjadi menarik, tentu bila mendengar semua lagu di album ini, kita bisa paham dengan realita manusia yang penuh dengan pertemuan, pertengkaran, dan pengiklasan. Di gambarkan dengan lagu “2112, Telenovia, Alexandra, A Sorrowful Reunion, dan masih banyak lainnya”.
Dan bila membahas lagi cover albumnya, memang keliatan sangat sederhana. Hanya menampilkan siluet pria yang di sorot lampu merah. Namun itu justru cukup menggambarkan lagu lagu mereka dan analogi hidup manusia yang kadang kala harus bisa melalui fase fase seperti di lagu-lagunya Reality Club.
Album selanjutnya, datang dari band asal Sheffield Inggris, yaitu Bring Me The Horizon. Band yang beranggotakan Oliver sykes, Mattew Nicols, Matt kean dan Lee Malia ini, sudah berdiri sejak 2004 ini sudah memiliki kurang lebih tujuh album dalam 20 tahun perjalananya di industri musik. Mulai dari album pertama mereka yang keluar di tahun 2006 yaitu “Count Your Blessings” sampai album di tahun 2024 “Post Human: Next Gen”.

Namun, dari ketujuh album BMTH ada satu album dengan artwork paling sederhana, namun makna di dalam artwork tersebut cukup dalam. Banyak dari pembaca pasti cukup familiar dengan album kelima BMTH yang bertajuk “That’s the Spirit” di mana album ini hanya menggambarkan payung dan air yang terjatuh di payung dan hanya ditambah background hitam pekat.
Album ini sendiri dirilis pada 11 september 2015, di mana album ini juga yang menandai perubahan genre musik BMTH yang awalnya metalcore berubah menjadi rock alternatif. Album ini menggambarkan depresi dan cara untuk mengatasinya. Di album ini juga ada salah satu lagu BMTH yang kedengeran mirip dengan lagu milik linkinpark, tentu karena ada pengaruh rock alternative dan di sisi lain, sang vokalis juga mengidolakan Chester Bennington.
Dengan visual yang tak terlalu ramai, payung menjadi simbol kesedihan dan rasa sakit, namun di sisi lain juga menjadi representasi pelindung kita dari dunia yang begitu jahat.

Album selanjutnya, datang dari pelantun lagu “Sepatu” yaa, Tulus dengan Albumnya “Manusia” yang di rilis pada 3 maret 2022. album yang di buat untuk merayakan satu dekade tulus berkarir di industri musik nusantara. Tulus sendiri mengatakan kalau inspirasi pembuatan album ini sendiri karena banyaknya interaksi dirinya dengan manusia. Lagu-lagu yang ada di album ini pun banyak menceritakan dinamika menjadi manusia.
Yang menarik dari covernya adalah kesederhanaan yang diciptakan melalui warna putih, abu dan biru yang membuat cover album ini terlihat minimalis di sisi lain begitu indah. Penciptaan cover ini sendiri tidak banyak yang tahu ternyata bukan hasil editan Photoshop. nyata ada tim yang membuat dulu sebuah cetakan yang membentuk wajah tulus. Wadah tadi disimpan di depan wajah tulus, lalu dilakukan pemotretan di studio.
Selanjutnya ada dari penyanyi solo yang karirnya meroket karena lagu “To The Bone” di 2020 lalu. Siapa lagi kalo bukan Pamungkas, dengan album ke 5-nya “Hardcore Romance”.
:quality(50)/photo/2024/05/29/hqdefaultjpg-20240529084703.jpg)
Mengutip wawancarnya di kanal youtube Raditya Dika, Pamungkas bercerita setelah 3 tahun lamanya tidak menciptakan lirik lagu akhirnya tahun 2024 ia merilis album ini. Yang mana Hardcore Romance, ada pengaruh Ahmad Dhani dalam penciptaannya jadi ada beberapa lagu yang ketika di dengar, secara instrumennya sangat familiar karena jadi cukup mirip dewa 19.
Pada akhir bulan mei 2024, pamungkas merilis lagu pertamanya di album ke lima yang bertajuk ” One Bad Day”. Nah Lagu ini juga yang di pakai pam, untuk memperlihatkan konsep awal cover album ke lima-nya. Cover awalnya mempunyai konsep yang sangat sederhana, menggunakan anak kecil sebagai cover modelnya, lalu menggunakan software photoshop foto itu di invert warnanya. Nah yang unik di sini Pam menceritakan di instagramnya, Kalau warna Kuning yang ada di bagian kiri terjadi karena ketidak sengajaan dan kehabisan tinta printernya.
Untuk menunjukan pada audience bahwa ini album ke-5, bila di perhatikan di bagian tangan anak itu menunjukan angka 5 dan di bagian bibir si anak juga pamungkas menuliskan 5 romawi.
Di album ini terdapat beberapa lagu seperti One bad Day, New Feeling, Putus, I Love About you dan masih banyak lainnya. Dari album ini juga pendengar bisa melihat sedikit perubahan musik pam yang sedikit jadi lebih ngebeat dari album-album sebelumnya. Bahkan jika di bandingkan dengan album “Birdy”, lagu-lagu di album ini punya tempo yang sangat berlawanan dengan album “Birdy”

Lanjut, ada seorang musisi yang dulunya pernah menjadi seorang pengamen jalanan di Inggris Ed Sheeran, si penyanyi yang kalo bikin album kebanyakan namanya pasti ngambil dari nama nama simbol matematika. yang ternyata alasannya karena dia tak terlalu mau wajahnya jadi model cover albumnya sendiri.
Dan yang akan dibahas kali ini, adalah albumnya yang bertajuk “Divide” yang di rilis tahun 2017. Lagunya bermacam-macam, mulai dari tentang betapa jatuh cintanya dia pada sang istri, hingga move-on nya dia dari para mantannya.
Konsep albumnya sendiri sederhana, hanya menyatukan lukisan abstrak dengan simbol matematika yang mana sebenarnya ia menggunkan simbol tersebut bukan karena Ed menyukai matematika.

Sekali lagi, ada dari Band metal asal Inggris, dengan album terbaik mereka yang bertajuk “Sempiternal”. Kedatangan Jordan Fish di album ini, benar benar membawa gebrakan pada band yang terkenal dengan musik-musik kerasnya.”Sempiternal” sendiri di ambil dari bahasa inggris yang artinya abadi. Arti lambang dari cover album ini adalah tentang pemersatu dari semua agama.
Album yang di rilis 2013 ini menjadi album studio ke-4 mereka selama berkarir. Album kali ini aga sedikit berbeda karena banyak terpengaruh musik elektronik dan pop. Namun di album ini lah banyak lagu yang mulai di kenal oleh anak-anak generasi 2000an, seperti Shadow moses, Sleepwalking, Can You Feel My Heart dan masih banyak lainnya.
Salah satu lagu yang cukup deep, adalah sleepwalking. Dengan bait bait yang penuh rasa kehampaan, menggambarkan depresi dan kehilangan yang berulang. Merasa gagal dan gagal terus menjadi siksaan tersendiri. sebuah penggambaran depresi yang menarik dari band ini.

Kembali lagi ke dalam negeri, salah satu cover album yang menarik untuk di bahas adalah album “menari dalam bayangan” milik punyanya baskara putra atau yang lebih familiar dikenal dengan nama Hindia.
Album ini di rilis pada tahun 2019 mulai banyak yang mendengar lewat lagu “Secukupnya’ yang di tahun itu menjadi viral karena menjadi soundtrack film dengan tema drama/romance “Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini” dari situ mulai naik lagu lagu hindia yang naik, mulai dari “Rumah ke Rumah” sampai “Evaluasi”
Menari Dalam Bayangan, sebuah album yang datang dari keterpurukan dan omelan-omelan sang penulis ini, sangat terpengaruhi oleh albumnya Kunto Aji “Mantra Mantra”. Bahkan, Baskara di sebuah podcast pernah bilang kalo ga ada Kunto Aji, Menari dalam bayangan juga ga akan ada.
Sesuai dengan judulnya, cover albumnya sangat menggambarkan sekalli album tersebut. Memperlihatkan Baskara yang menari dengan bayangan seorang wanita, dengan tone warna kuning yang kuat dan cahaya dari luar ruangan yang begitu tajam.
Sebuah foto yang sangat unik dari seorang Fotografer hebat bernama Mikael Aldo dengan karya-karya fotografinya yang surrealis.
Masih dengan musisi yang sama, Album ke-2 Hindia yang bertajuk “Lagi pula Hidup Akan Berakhir”, tak kalah menarik untuk dibahas secara visual albumnya.
Di album ini baskara keliatannya cuman pengen ngedumel aja dan ngerasa cape harus pura-pura ngertiin banyak orang, terlihat lewat lagu “Satu Hari Lagi” lirik-liriknya menggambarkan seberapa melelahkannya hidup di usia yang ga lagi remaja dan industri musik yang begitu banyak orang orang bermuka dua.
Bahkan di album ini ada beberapa lagu yang eksplisit, dengan lirik-lirik yang menghina segelintir orang. Ada juga lagu dimana baskara menceritakan kebenciannya terhadap beberapa orang dan kebenciannya terhadap diri sendiri dan berfantasi untuk membunuh dirinya sendiri dan orang orang itu.
Dari Visualnya sendiri, memperlihatkan 4 malaikat yang kelihatannya turun dari langit dan mendekati sepasang manusia yang berlari ke arah barat, seperti menggambarkan manusia yang berusaha terus berlari mencari zona nyaman dari satu tempat ke tempat yang lain. Dengan style lukisan realis yang sepertinya dibuat dengan cat minyak, melihat masih adanya tekstur yang tersisa di beberapa bagian album itu.

lalu dilanjut dengan Cover dari Maliq & D’essensials dengan single Senja Teduh Pelita. memperlihatkan matahari yang dan lautan yang digambarkan dengan warna warna yang sesuai dengan judulnya yang teduh dan menggambarkan senja. Ditambah style Art Deco yang sangat kental dalam cover album ini. Menjadikan cover album ini menjadi sebuah cover album yang pengambilan art stylenya sangat menarik dan selaras dengan judul dan bait-bait di lagunya.
Mengingat di liriknya sendiri yang sangat menggambarkan cover albumnya sendiri di bagian “Dunia di kala senja teduh pelita” sangat menggambarkan ke sejukan dari pengambilan warnanya sendiri
Art Deco sendiri, sebuah art style yang mengombinasikan bentuk geometris yang tegas dan sisi bangunan yang melengkung.
Penggunaan Art Deco pada cover album ini juga membuat designnya sangat masuk kepada si lagu dengan lirik-lirik yang sederhana namun elegan
Mungkin yang terakhir, ada dari band dalam negeri lagi. Dengan album “selamat datang di ujung dunia” Lomba sihir band yang di dalamnya di isi musisi hebat indonesia ini, ingin menggambarkan jakarta dalam satu frame.
Yang menarik dari cover album tersebut adalah inspirasinya. Cover album ini terinspirasi dari sebuah video yang viral kurang lebih 13 tahun yang lalu. Dalam video tersebut menggambarkan jakarta dalam satu frame mulai dari kepadatannya, budayanya, orang-orang dan suasanya.
https://youtu.be/ex-50LhyqEc?si=3n_mYMlB5dIlq6MJ
Menariknya, Lomba sihir menggunakan ide tersebut untuk cover albumnya dan mereka menempatkan banyak referensi bukan hanya dari video yang pernah viral, tapi dari kebiasaan kebiasaan orang jakarta juga.
Lomba sihir menghadirkan referesi sangat detail, mulai dari koran yang berserakan di jalanan, Manusia silver, PNS, Preman, Supir Bajaj, Tukang bakso, Intel, Warung Kopi, Ucapan Selamat, onde onde, orang menonton bola sambil ronda, Ibu-Ibu arisan sampai Ojek online.
Dari referensi tersebut Lomba sihir membuat sebuah set yang di dalamnya bisa di masukan semua unsur yang berkaitan dengan Ibu Kota. Yang membuat cover album ini semakin menarik adalah mereka mengambil ide-ide sederhana yang jarang orang perhatikan.
Dari isu Ibu Kota yang sederhana mereka membuat sebuah karya yang sangat berbeda dengan band band lainnya. Mereka sangat memikirkan detail kecil yang bahkan orang orang yang melakukan kegiatan sehari hari mereka tidak perhatikan.
Sangat sulit membuat ide tentang sebuah situasi yang menggambarkan kericuhan, kepengapan, konflik di satukan menjadi satu konsep yang menggambarkan Kericuhan Ibu Kota.
(Syahrul Nanda Ramadhan, November 2024)