Mendorong UMKM Melalui Usaha  Air Minum Isi Ulang NAZIRA WATER

Definisi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) itu sendiri bisa berbeda-beda, tergantung dari mana kita melihatnya, apakah itu dari lembaga tertentu, aturan yang berlaku, atau bahkan undang-undang. Menurut Undang-Undang nomor 20 tahun 2008, yang secara khusus membahas tentang UMKM, pengertiannya adalah sebagai berikut:

1 Usaha mikro itu adalah bisnis produktif kepunyaan orang perorangan atau badan usaha perseorangan yang sudah memenuhi semua syarat yang ada di undang-undang.

2 Kalau usaha kecil, itu adalah bisnis yang berdiri sendiri, dijalankan oleh individu atau badan usaha, dan bukan merupakan bagian dari perusahaan lain yang lebih besar, baik dimiliki langsung atau tidak langsung, serta memenuhi syarat sebagai usaha kecil sesuai undang-undang.

3 Sementara usaha menengah, itu adalah kegiatan ekonomi yang mandiri, dijalankan oleh individu atau badan usaha, dan bukan merupakan anak cabang dari perusahaan yang lebih besar, baik secara langsung atau tidak, oleh usaha kecil atau usaha besar, dengan kriteria kekayaan bersih atau penjualan tahunan yang sudah ditentukan undang-undang.

Air bersih merupakan kebutuhan pokok yang tak tergantikan bagi kehidupan manusia. Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa akses terhadap air minum yang aman dan berkualitas masih menjadi tantangan, terutama di kawasan permukiman padat. Ketersediaan air dari sumber pemerintah ataupun alam tidak selalu memenuhi standar kesehatan, sementara membeli air kemasan dalam botol atau galon bermerek seringkali dianggap mahal oleh masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah. Dalam kondisi inilah, kehadiran usaha depot air minum isi ulang menjadi alternatif yang sangat relevan dan menjanjikan.

Salah satu contoh nyata dari wirausaha lokal yang mampu menjawab tantangan ini adalah Nazira Water yang berdiri pada tahun 2019 oleh Imas Fatimah. UMKM ini hadir di lingkungan padat penduduk dengan misi menyediakan air minum yang higienis, sehat, dan mudah dijangkau oleh masyarakat sekitar. Kelahiran usaha ini tidak semata didorong oleh peluang bisnis, tetapi lahir dari kesadaran sosial terhadap keterbatasan akses masyarakat terhadap air bersih. Melalui teknologi filtrasi mutakhir seperti reverse osmosis (RO) dan penyinaran ultraviolet (UV), Nazira Water menjamin kualitas air yang dihasilkan aman untuk dikonsumsi. Selain menyediakan produk berkualitas, mereka juga menawarkan layanan antar langsung ke rumah, yang menjadi nilai tambah tersendiri, khususnya bagi pelanggan yang tidak memiliki waktu luang atau keterbatasan mobilitas.

Usaha kecil dan menengah terbukti memiliki daya tahan tinggi terhadap gejolak ekonomi global dan menjadi penopang utama dalam penyerapan tenaga kerja. Meski demikian, pelaku UMKM masih harus bergelut dengan sejumlah kendala, seperti sulitnya mengakses pembiayaan, terbatasnya pelatihan manajerial, hingga minimnya sinergi dengan pelaku usaha besar. Meskipun sejumlah regulasi telah dikeluarkan, seperti Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 mengenai sistem perbankan, pelaksanaannya di lapangan masih belum optimal. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan lintas sektor agar UMKM mendapatkan dukungan yang lebih konkret dan berkelanjutan.

Tidak banyak yang tahu bahwa usaha-usaha kecil seperti Nazira Water sebenarnya dilindungi oleh payung hukum yang cukup kuat di Indonesia, yakni Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Dalam undang-undang ini, negara diberi tanggung jawab untuk menciptakan kondisi usaha yang mendukung dan memberi jaminan hukum bagi pelaku UMKM agar bisa berkembang secara berkelanjutan. Salah satu poin penting dalam beleid ini adalah dorongan agar pelaku usaha kecil bisa mandiri, antara lain melalui kemudahan akses permodalan, pendampingan, dan proses perizinan yang tidak memberatkan. Bagi Nazira Water, regulasi ini sebenarnya membuka peluang untuk mendapatkan dukungan dari berbagai program pembinaan pemerintah. Sayangnya, banyak pelaku UMKM masih belum terlalu memahami isi undang-undang tersebut atau belum merasakan dampaknya secara langsung. Di sinilah pentingnya sosialisasi yang lebih aktif, agar hukum yang sudah dibuat benar-benar menyentuh kebutuhan para pelaku usaha, bukan sekadar menjadi teks di atas kertas.

Keunggulan Nazira Water tidak hanya terletak pada produk air minum isi ulang yang ditawarkan, tetapi juga dalam pendekatan sosial yang diimplementasikan. Dengan mempekerjakan penduduk lokal sebagai bagian dari operasional harian, usaha ini turut berkontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja dan pengurangan angka pengangguran. Layanan antar galon yang diberikan secara langsung ke pelanggan memberikan kemudahan, terutama bagi kalangan lansia, ibu rumah tangga, hingga pekerja sibuk. Hal ini mencerminkan semangat usaha yang tidak semata mencari keuntungan, tetapi juga memberikan nilai tambah bagi lingkungan sekitar.

Dari sisi dampak ekonomi mikro, kehadiran Nazira Water membawa manfaat yang luas bagi komunitas. Tidak hanya pemilik usaha yang memperoleh penghasilan, namun juga para pekerja, mitra pengantaran, hingga penyedia bahan baku turut merasakan efek positifnya. Siklus ekonomi lokal menjadi lebih dinamis, dan dengan harga produk yang jauh lebih terjangkau dibanding air galon bermerek, masyarakat memiliki alternatif yang ramah di kantong. Hal ini memungkinkan rumah tangga untuk menekan pengeluaran tanpa mengorbankan kualitas air yang dikonsumsi.

Dampak positif Nazira Water juga tampak dari aspek lingkungan. Dengan mendorong penggunaan galon isi ulang, mereka secara tidak langsung membantu mengurangi limbah plastik dari air botolan sekali pakai. Selain itu, konsumen didorong untuk lebih memperhatikan kebersihan galon dan cara penyimpanan air minum di rumah, yang pada akhirnya meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya perilaku ramah lingkungan dan higienis. Praktik usaha ini telah mengintegrasikan nilai-nilai keberlanjutan dalam kegiatan operasionalnya sehari-hari.

Nazira Water adalah contoh inspiratif bahwa sebuah usaha kecil pun dapat membawa dampak besar ketika dijalankan dengan kesungguhan dan orientasi sosial. Keberhasilan mereka tidak bertumpu pada modal besar, tetapi pada kepekaan membaca kebutuhan lingkungan sekitar dan kemauan untuk melayani masyarakat secara inklusif. Manajemen yang efisien, pelayanan yang konsisten, serta upaya menjaga kepercayaan pelanggan menjadi kunci utama keberlangsungan usaha ini. Strategi semacam ini menunjukkan bahwa ekonomi kerakyatan dapat tumbuh dari bawah, dari masyarakat untuk masyarakat.

Model usaha seperti Nazira Water layak menjadi inspirasi dan direplikasi di berbagai daerah lain. Dengan berpegang pada prinsip inklusivitas dan kebermanfaatan, usaha air isi ulang bisa menjadi alternatif solusi bagi permasalahan akses air bersih, sekaligus menjadi motor penggerak ekonomi lokal. Semangat inovasi yang ditunjukkan Nazira Water menjadi pembeda dari usaha sejenis. Mereka tidak sekadar mengikuti tren, melainkan menjawab kebutuhan nyata. Misalnya, penerapan program layanan gratis untuk pelanggan tertentu, sistem penghargaan bagi pelanggan setia, hingga komunikasi yang intensif dengan pelanggan menunjukkan bahwa usaha ini dibangun di atas fondasi empati dan keberpihakan pada masyarakat.

Selain itu, pemanfaatan teknologi sederhana seperti WhatsApp sebagai media pemesanan membuktikan bahwa teknologi digital tidak harus rumit untuk efektif. Justru dengan menyesuaikan diri terhadap kebiasaan dan keseharian pelanggan lokal, Nazira Water mampu membangun hubungan yang erat dan layanan yang responsif. Hal ini membedakan mereka dari usaha yang terlalu kaku atau berjarak dengan konsumennya.

Bagi para pekerja yang terlibat, terutama generasi muda, Nazira Water menjadi ruang belajar yang berharga dalam dunia kewirausahaan. Dari proses pelayanan hingga pengelolaan operasional, mereka memperoleh pelajaran langsung mengenai pentingnya kedisiplinan, tanggung jawab, dan etika usaha. Depot air ini menjadi semacam laboratorium kewirausahaan berbasis komunitas yang mencetak calon wirausaha baru dengan wawasan dan pengalaman nyata.

Kondisi ini menunjukkan bahwa UMKM yang berakar pada komunitas memiliki peran penting dalam membangun ekonomi yang resilien. Mereka tidak mengandalkan belas kasihan, melainkan membutuhkan akses dan kesempatan yang adil. Tugas berbagai pihak pemerintah, lembaga keuangan, akademisi, maupun masyarakat adalah menciptakan ekosistem pendukung yang memungkinkan usaha kecil berkembang secara sehat dan berkelanjutan.

Pengalaman pandemi menjadi bukti nyata kekuatan sektor ini. Saat banyak bisnis skala besar mengalami stagnasi akibat pembatasan aktivitas, usaha seperti Nazira Water tetap berjalan karena melayani kebutuhan dasar masyarakat. Layanan antar galon menjadi sangat relevan ketika mobilitas masyarakat menurun. Ini menunjukkan bahwa model usaha berbasis kebutuhan pokok dan layanan personal mampu bertahan dalam krisis sekalipun.

Lebih jauh lagi, usaha semacam ini mendorong konsep ekonomi lokal yang desentralistik. Perputaran uang terjadi di lingkup komunitas itu sendiri—dari warga, oleh warga, untuk warga. Ini memperkuat rasa memiliki, mempererat hubungan sosial, dan menciptakan pola konsumsi yang saling menguatkan antaranggota masyarakat. Produk lokal pun mulai diposisikan bukan sebagai alternatif kedua, melainkan sebagai pilihan utama.

Peluang pengembangan usaha ini terbuka luas. Nazira Water dapat mengadopsi sistem langganan dengan fitur pengingat otomatis, menjalin kemitraan dengan usaha kecil lainnya, hingga mengembangkan lini produk baru yang ramah lingkungan. Strategi pemasaran melalui media sosial juga berpotensi memperluas jangkauan pasar dengan biaya yang relatif rendah.

Tentu saja, tantangan tetap ada. Masalah modal, kendala legalitas, hingga terbatasnya akses pada pembinaan bisnis merupakan hambatan nyata yang dihadapi. Oleh sebab itu, kolaborasi antara pemerintah, lembaga pendidikan, dunia usaha, dan komunitas sangat diperlukan. Pendampingan yang berkelanjutan akan jauh lebih efektif dibanding pelatihan singkat yang tidak ditindaklanjuti.

Regulasi pun harus berpihak pada usaha kecil. Prosedur perizinan dan sertifikasi sebaiknya disederhanakan agar tidak menjadi beban tambahan. Ketika usaha seperti Nazira Water diberi kemudahan untuk berkembang, maka kontribusi mereka terhadap ketahanan ekonomi nasional akan jauh lebih terasa.

Pemanfaatan media sosial untuk edukasi publik juga menjadi langkah penting. Melalui konten yang informatif mengenai air bersih, kebersihan galon, hingga sanitasi, Nazira Water dapat membangun citra sebagai usaha yang edukatif dan bertanggung jawab. Hal ini menjadi kekuatan merek lokal yang berdaya saing.

Dalam jangka panjang, Nazira Water bahkan bisa menjadi pionir dalam pengembangan jaringan layanan air bersih berbasis komunitas, atau berkembang menjadi waralaba UMKM yang mandiri. Model ini dapat diperluas ke daerah lain, sekaligus memberdayakan pelaku usaha lokal dalam ekosistem yang lebih besar.

Kesimpulannya, Nazira Water adalah cerminan nyata dari wirausaha berbasis nilai. Usaha kecil ini membuktikan bahwa dampak besar bisa lahir dari niat baik, kepedulian, dan kerja keras. Mereka tidak hanya berdagang, tetapi turut membangun budaya, mengedukasi masyarakat, dan memperkuat ekonomi dari tingkat paling dasar. Dalam prosesnya, mereka menunjukkan bahwa kemandirian ekonomi bisa tumbuh dari akar rumput—menjadi gerakan yang berasal dari warga, untuk warga.

Lebih dari itu, Nazira Water memainkan peran sebagai agen perubahan sosial. Mereka mampu mengubah perilaku konsumsi air masyarakat secara perlahan melalui pendekatan edukatif dan keteladanan. Dengan komunikasi informal yang hangat, mereka menyisipkan pesan penting seperti pentingnya membersihkan galon dan menyimpan air secara higienis. Dampaknya terasa pada meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap sanitasi, yang menjadi bagian penting dari upaya peningkatan kesehatan publik.

Inisiatif-inisiatif seperti ini, jika direplikasi secara luas dan konsisten, dapat menjadi bagian dari upaya pembangunan berkelanjutan. Nazira Water telah mengimplementasikan prinsip ekonomi sirkular dengan cara sederhana—mendorong penggunaan ulang galon dan meminimalisasi limbah. Kesadaran ini bukan sekadar slogan, tapi sudah tertanam dalam praktik usaha sehari-hari.

Strategi pelayanan berbasis kedekatan emosional dengan pelanggan atau customer intimacy juga menjadi kekuatan. Dengan merekrut tenaga kerja lokal, mereka menjalin interaksi yang lebih akrab dan membangun loyalitas pelanggan secara alami. Interaksi yang terbangun bukan antara penjual dan pembeli, melainkan antara sesama warga, yang saling percaya dan menghargai.

Dalam konteks pemberdayaan, Nazira Water juga bisa menjadi model pelatihan wirausaha komunitas. Program CSR, pelatihan kampus, hingga inisiatif pemberdayaan ekonomi lokal dapat menjadikan pengalaman Nazira Water sebagai kurikulum nyata dalam membentuk wirausaha baru. Pemerintah, lembaga keuangan, dan komunitas digital dapat memberikan dukungan yang lebih luas untuk memperkuat model semacam ini.

Dengan dukungan yang tepat dan inovasi yang terus berlanjut, Nazira Water dapat menjadi lambang transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Usaha kecil bukan lagi pelengkap, melainkan ujung tombak perubahan sosial, budaya, dan ekonomi yang berpihak pada rakyat.

Nur Sarfiah, S., Eka Atmaja, H., & Marlina Verawati, D. (2019). Jurnal REP (Riset Ekonomi Pembangunan) UMKM SEBAGAI PILAR MEMBANGUN EKONOMI BANGSA MSMES THE PILLAR FOR ECONOMY. Riset Ekonomi Pembangunan, 4(1). https://doi.org/10.31002/rep.v4i2.1952

Pemerintah Republik Indonesia. (2008). Undang‑undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Retrieved June 27, 2025, from https://jdih.kemenkeu.go.id/api/download/acba98b9-6fff-4e7e-ad98-c89c2e72c30f/20TAHUN2008UU.HTM

Zia, H. (2020). Pengaturan pengembangan UMKM di Indonesia. RIO Law Journal, 1(1), 1–4. Retrieved June 27, 2025, from https://ojs.umb-bungo.ac.id/index.php/RIO/article/view/328/392