PT Asuransi Jiwasraya merupakan perusahaan asuransi jiwa tertua di Indonesia yang diriliskan pada tahun 1959. Awalnya perusahaan ini dikenal sebagai NILLMIJ (Nederlandsch Indische Levensverzejering en Lijfrente Maatschappij van 1859). Pada tahun 1961, NILLMIJ digabung dengan 8 perusahaan asuransi jiwa lainnya dan mengganti namanya menjadi Perusahaan Negara Asuransi Jiwa Eka Sejahtera berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 214 Tahun 1961. Pada tahun 1996, melalui Surat Keputusan Menteri Perasuransian Nomor 2/SK/66, Pemerintah memutuskan untuk menggabungkan Perusahaan Negara Asuransi Jiwa Eka Sejahtera dengan Perusahaan Negara Asuransi Jiwasraya. Akhirnya pada tahun 1984 Perusahaan Asuransi Djiwasraya menjadi Lembaga Persero bernama PT Asuransi Jiwasraya yang kita kenal saat ini.
Kasus gagal bayar perusahaan asuransi Jiwasraya berawal pada tahun 2018 pada saat perusahaan tidak dapat membayar klaim polis jatuh tempo produk JS Saving Plan sebesar 802 miliar rupiah. Kasus ini semakin besar dan menjadi mega skandal yang menghebohkan Indonesia pada September-November pada tahun 2019. Perusahaan asuransi Jiwasraya mengalami tekanan likuiditas yang menimbulkan ekuitas perusahaan ini menjadi negatif 23.92 triliun rupiah, dan membutuhkan suntikan dana sebesar 32.89 triliun untuk kembali bangkit. Kondisi ini tentu meresahkan bagi 7,7 juta jiwa masyarakat Indonesia yang menjadi nasabah dari perusahaan asuransi Jiwasraya.
Permasalahan Jiwasraya ini sudah ada sejak tahun 2006, pada tahun 2006 nilai ekuitas perusahaan ini tercatat negatif 3,92 triliun rupiah yang berarti aset perusahaan lebih kecil dari kewajiban. Hal ini mendorong PT Jiwasraya untuk melakukan rekayasa akuntansi dengan menghasilkan laba semu yang mengakibatkan BPK memberikan pendapat disclaimer opinion (tidak menyatakan pendapat) terhadap laporan keuangan periode 2006-2007. Pernyataan disclaimer opinion (tidak memberikan pendapat) dilakukan karena kurangnya dokumen akuntansi, adanya pembatasan atau kurangnya kerja sama dari pihak perusahaan. BPK merasa penyajian informasi perusahaan ini tidak dapat diyakini kebenarannya karena nilai difisit perusahaan semakin besar pada periode tahun 2008-2009, yaitu sebesar 5,7 triliun dan 6,3 triliun.
Pada tahun 2013, perusahaan Jiwasraya melakukan inovasi dengan menerbitkan produk JS Saving Plan yang merupakan produk asuransi jiwa sekaligus investasi yang ditawarkan melalui perbankan. Produk JS Saving Plan menawarkan perlindungan asuransi selama 5 tahun dengan masa investasi 1 tahun. Produk ini berhasil menarik minat tujuh belas ribu nasabah. Tetapi ternyata produk JS Saving Plan ini dinilai sebagai sumber masalah yang terjadi di Jiwasraya karena produk ini menjanjikan imbal hasil tinggi pada para pemegang polis adalah 10% sampai 13% yang mana imbal hasil ini lebih besar dari pada imbal hasil deposito dan obligasi.
Di tengah masalah keuangan yang sedang dihadapi, PT asuransi Jiwasraya juga menggelontorkan uangnya untuk mensponsori klub sepak bola luar negeri, Maschester City pada tahun 2014. Perusahaan ini juga berinvestasi pada perusahaan yang berkinerja buruk, seperti TRIO, SUGI, LCGP, PCAR, JGLE, POLA, TRAM, BJBR, dan SMBR. Saham-saham ini memiliki fundamental yang buruk dan kapasitas pasar yang kecil. Meskipun kondisi keuangan Jiwasraya terlihat membaik yang dibuktikan dengan laporan keuangan periode 2017 meraup laba sebesar 2,4 triliun dan perusahaan meraih premi sebesar 21 triliun, faktanya pada saat diaudit laba bersih tersebut justru turun, dari 2,4 triliun menjadi 330.3 miliar saja karena perusahaan belum menghitung nilai penurunan aset. BPK menyebutkan bahwa ada kecurangan pencadangan keuangan sebesar 7.7 triliun rupiah.
Pada tahun 2018, BPK melakukan pemeriksaan investigatif dan mengungkap adanya penyimpangan fraud saving plan dan investasi. Menurut BPK sudah terjadi penyimpangan investasi produk JS Saving Plan yang melibatkan direksi dan manajerial PT Jiwasraya. BPK menyebutkan pihak-pihak terkait melanggar prinsip kehati-hatian yang menyebabkan kerugian negara.
Dalam waktu 2010-2019, BPK telah dua kali melakukan pemeriksaan atas Jiwasraya, yaitu pemeriksaan dengan tujuan tertentu pada tahun 2016 dan pemeriksaan investigative npendahuluan tahun 2018. Dalam investigasi 2016, BPK mengungkap 16 temuan terkait dengan pengelolaan bisnis, investasi, pendapatan, dan biaya operasional tahun 2014-2015. Temuan tersebut mengungkap, Jiwasraya berinvestasi pada saham TRIO,SUGI, dan LCGP. Investasi tidak didukung oleh kajian usulan penempatan saham yang memadai. Pada tahun 2016, Jiwasraya telah diberitahu berisiko atas potensi gagal bayar dalam transaksi investasi, dan Jiwasraya kurang optimal dalam mengawasi reksadana yang dimiliki.
Pada tahun 2018, BPK menindak lanjuti hasil temuan tahun 2016, BPK akhirnya melakukan investigasi pendahuluan yang dimulai pada tahun 2018. Hasil investigasi ini menunjukkan adanya penyimpangan yang berindikasi fraud dalam mengelola Saving Plan dan investasi. Potensi Fraud disebabkan oleh aktivitas jual beli saham dalam waktu yang berdekatan untuk menghindari pencatatan unrealized loss. Kemudian, pembelian dilakukan dengan negosiasi Bersama pihak-pihak tertentu agar bisa memperoleh harga yang diinginkan.
Pihak yang diajak berinvestasi saham oleh manajemen terkait transaksi ini adalah grup yang sama sehingga ada kecurigaan dana perusahaan dikeluarkan malalui grup tersebut. Kepemilikan saham tertentu melebihi batas maksimal diatas 2,5 persen. Saham-saham tersebut berindikasi merugikan negara sebesar 4 triliun. Pembelian dilakukan dengan negosiasi bersama pihak-pihak tertentu agar bisa memperoleh harga yang diinginkan. Investasi langsung pada saham yang tidak likuid dengan harga tak wajar juga disembunyikan pada beberapa produk reksadana.
Pada tahun 2018, Jiwasraya diketahui memiliki 28 produk reksadana dengan 20 reksadana di antaranya memiliki porsi diatas 90 persen. Reksadana tersebut sebagian besar adalah reksadana yang tidak likuid. BPK menemukan indikasi kerugian negara sementara akibat penurunan nilai diperkirakan sebesar 6,4 triliun.
Pada tahun 2019, BPK juga mendapat permintaan dari Komisi XI DPR RI dengan surat Nomor PW/19166/DPR RI/XI/2019 tanggal 20 November 2019 untuk melakukan PDTT lanjutan atas permasalahan tersebut. BPK juga diminta oleh Kejaksaan Agung untuk mengaudit kerugian negara, permintaan tersebut diberi melalui surat tanggal 30 Desember 2019.
Kasus masih berlanjut, BPK sedang melakukan dua pekerjaan, yaitu melakukan investigasi untuk memenuhi permintaan DPR dan menindaklanjuti hasil investigasi pendahuluan dan menghitung kerugian negara atas permintaan Kejaksaan Agung. BPK dan Kejaksaan Agung berjanji, dalam waktu dua bulan pihaknya akan mengungkap pelaku yang terlibat, institusi yang terlibat, dan angka pasti kerugian negara.
PT Asuransi Jiwaraya menuju pembubaran setelah 18 tahun dengan berbagai masalah, termasuk Fraud dan salah kelola Investasi, yang akan dilakukan bertahap sesuai POJK Nomor 28/POJK.05/2015. Pembubaran ini diikuti dengan proses restrukturisasi, pengalihan aset dan kewajiban ke IFG Life sebagai tanggung jawab kepada nasabah.
Restrukturisasi Jiwasraya yang dianggap sukses telah mencapai 99,7 persen, melebihi target awal 85 persen. Namun, masih ada sekitar 0,3 persen nasabah yang menolak restrukturisasi dan memilih jalur hukum, menuntut pengembalian dana tanpa potongan dengan beberapa telah memenangkan gugatan di pengadilan sehingga memiliki kekuatan hukum tetap.
Pemerintah dan OJK dianggap mengabaikan hukum dan keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap terhadap nasabah yang tidak menyetujui restrukturisasi. Pengamat menyarankan bukan pembubaran Jiwasraya tetapi penyehatan keuangan dengan suntikan modal sebagai solusi yang lebih bijaksana, sementara OJK mengimbau Jiwasraya untuk segera menyelesaikan pembayaran dana kepada pemegang polis yang menolak restrukturisasi dan menuntut hak mereka melalui jalur hukum.
Nasabah yang merasa dirugikan mengajukan gugatan wanprestasi ke pengadilan agar nasabah tersebut bisa mendapatkan perlindungan hukum. Perlindungan hukum bagi nasabah sebagai pemilik polis asuransi jiwa merupakan hal yang penting, karena pada praktiknya perusahaan asuransi jiwa tidak jarang untuk menggunakan aturan atau ketentuan yang sudah diterapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh perusahaan yang dituangkan dalam suatu perjanjian yang mengikat dan wajib untuk dipenuhi oleh nasabah. Hal ini menyebabkan lemahnya posisi dan perlindungan hukum konsumen saat menandatangani polis asuransi. Ketidakseimbangan posisi antara nasabah dan penanggung dapat menimbulkan kaerugian bagi nasabah dalam klaim asuransi jiwa. Hal ini dapat dicegah apabila pada saat perusahaan menawarkan produk asuransinya, perusahaan dapat memberikan informasi yang jujur dan transparan mengenai risiko yang akan dihadapi oleh nasabah, tidak sekedar memberikan informasi keuntungan yang akan diterima oleh calon nasabahnya saja.
Hak konsumen untuk mendapatkan perlindungan diantaranya adalah hak atas keamanan, keselamatan dan kenyamanan dalam mengonsumsi barang atau jasa, hak untuk memilih barang atau jasa serta mendapatkan barang atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminasi, hak untuk mendapatkan ganti rugi, kompensasi dan atau penggantian, apabila barang dan jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. Menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 1 Ayat (1), pengertian perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen.
Pihak Kejaksaan dan Kepolisian telah menemukan banyak pihak yang terlibat dalam kasus Jiwasraya yang terdapat beberapa aturan yang dilanggar sehingga menyebabkan penyelesaian hukumnya memakan waktu yang lama. Untuk mengoptimalkan dan mempersingkat proses penyelidikan, maka aparat hukum memberikan perlindungan secara perdata, pidana, administrative dan etika bagi pihak yang terlibat dalam pelanggaran tersebut.
BPK telah menyimpulkan berdasarkan hasil pengecekan pada tahun 2016 dan investigasi pada tahun 2018 bahwa telah terjadi perbuatan melanggar hukum dalam mengumpulkan dana produk JS Saving Plan dan penempatan investasi reksadana dan saham yang menimbulkan kerugian terhadap negara. Dalam kasus Jiwasraya, Jiwasraya banyak melanggar peraturan perundang-undangan. Diharapkan dalam penyelesaian kasus tersebut dilakukan dengan transparan dan menyita pelaku yang telah melanggar 8 peraturan perundang-undangan tersebut untuk menggantikan kerugian yang dialami oleh nasabah dan juga kerugian negara serta memberikan hukuman sebagai bentuk pembinaan agar menimbulkan efek jera. Berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, perlindungan dapat dilahirkan dari perjanjian antara pihak-pihak yang berhubungan dengan hukum satu dan lainnya. Perjanjian yang dibuat dan disepakati oleh para pihak maupun Undang-Undang yang dibuat oleh pembuat Undang-Undang, keduanya membentuk suatu perikatan diantara para pihak yang membuatnya.
Hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan atau yang tidak boleh dilaksanakan atau tidak boleh dilaksanakan oleh salah satu pihak ditentukan oleh perikatan itu sendiri. Perlindungan hukum dan praktiknya, dasar pertanggungan merupakan motif ekonomis, walaupun diakui juga dalam motif lain yaitu motif jaminan sosial dan perlindungan hukum yang bersifat kemanusiaan.
Penanganan kasus Jiwasraya difokuskan terhadap upaya pengembalian uang nasabah. Perlindungan bagi konsumen di sektor jasa keuangan memiliki tujuan untuk menciptakan sistem perlindungan konsumen yang andal, meningkatkan pemberdayaan konsumen dan menumbuhkan kesadaran pelaku usaha jasa keuangan mengenai pentingnya perlindungan konsumen agar meningkatkan kepercayaan masyarakat pada sektor jasa keuangan. Terdapat 5 prinsip perlindungan konsumen sektor jasa keuangan berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013, yaitu transparansi, perlakuan yang adil, keandalan, kerahasiaan, dan keamanan data atau informasi konsumen, penanganan, pengaduan serta penyelesaian sengketa konsumen secara sederhana, cepat, dan biaya terjangkau.
Oleh karena itu, Jiwasraya wajib membayarkan premi agar pemegang polis tidak dirugikan dalam produk JS Saving Plan. Pengaturan hukum terhadap Jiwasraya dilakukan dengan transparan dan menyita pelaku yang melanggar 8 peraturan perundang-undangan tersebut untuk menggantikan kerugian yang dialami oleh nasabah dan juga kerugian negara serta memberikan hukuman sebagai bentuk pembinaan agar menimbulkan efek jera. Dalam kasus gagal bayar oleh Jiwasraya, nasabah sudah melakukan kewajibannya membayar premi kepada perusahaan asuransi sesuai dengan waktunya, dan seharusnya mendapatkan haknya yaitu pembayaran nilai pokok serta nilai tunai jatuh tempo periode investasi.
Berdasarkan pemaparan kronologi kejadian mega skandal dilakukan oleh Perusahaan Asuransi Jiwasraya dapat diketahui bahwa perusahaan telah melakukan mega skandal sebagai berikut
- Perusahaan melanggar prinsip transparansi dalam penyajian informasi laporan keuangan perusahaan, perusahaan terbukti melakukan manipulasi laporan keuangan.
- Perusahaan melanggar prinsip kehati-hatian karena menggunakan Sebagian besar dana premi nasabah untuk kegiatan investasi pada saham-saham dengan fundamental kurang baik dan kapasitas pasar kecil. Di samping itu perusahaan juga tidak memperhitungkan janji return 10%-13%, yang mana return ini diatas return deposito dan obligasi.
- Perusahaan tidak mampu membayar polis produk JS Saving Plan sebagai implikasi atas pelanggaran yang telah dilakukan.
- Perusahaan melanggar prinsip tata kelola dana pensiun yang baik sebagai terutang dalam Keputusan BAPEPAM-LK Nomor 136/BL/2006 tentang Pedoman Tata Kelola Dana Pensiun.
referensi
https://jurnal.uinsu.ac.id/index.php/humanfalah/article/viewFile/20167/pdf
https://rayyanjurnal.com/index.php/jleb/article/viewFile/1646/pdf
https://money.kompas.com/read/2020/01/09/063000926simak-ini-kronologi-lengkap-kasus-jiwasraya-versi-bpk