Literasi Membaca di Indonesia: Mengapa Angka Minat Baca Masih Rendah?

(Ilustrasi Literasi) sumber foto: Radar Cirebon

Literasi membaca merujuk pada kemampuan seseorang untuk membaca, memahami, dan menginterpretasi teks dalam berbagai bentuk, baik itu teks tulis maupun teks visual. Lebih dari sekadar kemampuan untuk mengenali huruf dan kata, literasi membaca mencakup kemampuan untuk menganalisis, menilai, dan menggunakan informasi yang diperoleh dari bacaan dalam kehidupan sehari-hari. Hal mendasar seperti berhitung, membaca, dan menulis pasti sudah diajarkan oleh kedua orang tua sejak kita masih kecil.

Literasi membaca sangat penting karena menjadi fondasi bagi perkembangan individu dalam berbagai aspek kehidupan. Masyarakat yang memiliki tingkat literasi membaca yang tinggi cenderung memiliki pengetahuan yang lebih luas, kemampuan berpikir kritis yang lebih baik, serta daya saing yang lebih tinggi dalam pendidikan dan dunia kerja.

Di Indonesia, literasi membaca sering menjadi perhatian utama dalam konteks pendidikan, terutama mengingat rendahnya minat baca yang masih ditemukan di banyak kalangan, baik di kota besar maupun di daerah terpencil. Peningkatan literasi membaca diharapkan dapat menciptakan masyarakat yang lebih terdidik, produktif, dan mampu menghadapi tantangan global. Di era yang semakin modern ini, minat baca di negara negara maju seperti Jepang, Amerika dan yang lainnya semakin meningkat namun kenapa minat baca di Indonesia malah semakin menurun?

Berdasarkan informasi yang saya kutip dari beberapa artikel, “UNESCO menyebutkan bahwasannya Indeks minat baca masyarakat Indonesia hanya diangka  0,001% atau dari 1,000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca. Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kemenkominfo) dalam laman resminya juga pernah merilis hasil Riset bertajuk World’s Most Literate Nations Ranked yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca, persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61). Padahal, dari segi penilaian infrastuktur untuk mendukung membaca, peringkat Indonesia berada di atas negara-negara Eropa.”

Sedangkan berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2020 menunjukkan bahwa “Hanya sekitar 10% penduduk Indonesia yang rajin membaca buku.” Angka ini menunjukkan tingkat minat literasi yang rendah di kalangan masyarakat. Ada beberapa faktor yang dapat menjadi sebab rendahnya minat literasi di Indonesia.

Yang pertama adalah aksesibilitas. Terbatasnya akses masyarakat terhadap sumber literasi seperti perpustakaan, buku, dan media cetak merupakan salah satu faktor utama. Di daerah pedesaan dan di kalangan masyarakat kurang mampu, sumber literasi seringkali sulit dijangkau. Yang kedua adalah tingkat kualitas pendidikan. Kualitas pendidikan di Indonesia juga memengaruhi minat literasi. Ketidaksetaraan dalam pendidikan dan kurangnya fasilitas pendidikan yang memadai bisa membuat minat literasi berkurang.

Kemudian faktor penggunaan teknologi digital juga dapat memengaruhi minat membaca seseorang. Meskipun perkembangan teknologi telah meningkatkan aksesibilitas informasi, penggunaan yang tidak tepat dan berlebihan terhadap media sosial dan hiburan digital dapat mengurangi minat membaca buku dan sumber literasi lainnya. Yang terakhir adalah budaya membaca itu sendiri. Budaya membaca di Indonesia yang kurang mendukung juga mempengaruhi minat literasi. Jika membaca buku tidak dianggap sebagai aktivitas yang penting atau prestisius, minat literasi akan menurun.

Padahal, tingkat minat literasi bagi suatu bangsa sangat penting. Literasi adalah kunci untuk mengakses pengetahuan dan informasi. Dengan meningkatkan minat literasi, masyarakat dapat memperluas pengetahuan mereka, mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, dan memperbaiki kualitas hidup mereka. Rajin membaca juga dapat membantu mengembangkan kemampuan berpikir kritis seseorang.

Literasi juga berperan penting untuk mendukung individu berpartisipasi dalam kehidupan sosial, politik, dan ekonomi. Tingkat minat literasi yang tinggi akan memberikan masyarakat kemampuan untuk berkontribusi secara lebih aktif dan berdaya saing dalam berbagai aspek kehidupan. Dari sisi ekonomi, literasi berperan penting dalam pembangunan ekonomi. Masyarakat yang literat lebih mungkin memiliki peluang kerja yang lebih baik, dapat berwirausaha, dan berpartisipasi dalam ekonomi kreatif dan inovasi.

Literasi menjadi sangat penting karena literasi bukan hanya sekedar membaca dan menulis, tapi literasi itu tentang bagaimana kita memahami dan mengelola berbagai informasi yang kita dapatkan dari buku, ebook, media konvensional seperti koran ataupun media digital yang sekarang semakin bertebaran dimana mana.

Kita bisa lihat ketika banyak berita hoax yang dengan mudahnya tersebar begitu saja di WA Group keluarga dan di media sosial manapun, hal ini membuktikan bahwa tingkat literasi di Indonesia masih cukup rendah dibandingkan negara lainnya. Informasi yang di dapat hanya ditelan mentah mentah tanpa ditinjau dulu kebenarannya.

Budaya membaca di Indonesia belum menjadi bagian dari pola hidup sehari-hari masyarakat. Di banyak keluarga, membaca buku tidak dianggap sebagai kegiatan yang terlalu penting. Kebanyakan orang tua lebih memprioritaskan kegiatan lain yang dianggap lebih bermanfaat, seperti bekerja, beribadah, atau melakukan kegiatan sosial lainnya yang padahal jika kegiatan kegiatan tersebut ditunjang dengan membaca, output dari kegiatan kegiatan di atas bisa lebih maksimal. Apa jadinya jika kita bekerja namun diselang dengan kebiasaan membaca? tentu pola pikir pekerja akan lebih maju dan yang pasti wawasannya semakin luas. Untuk beribadah saja kita perlu membaca terlebih dahulu, apa yang dibaca? bisa kitab suci masing masing umat beragama. Untuk melakukan kegiatan sosial apakah perlu membaca buku yang berkaitan dengan sosial humaniora? saya rasa perlu agar kita bisa lebih memahami bagaimana manusia.

Banyaknya hiburan yang tersedia, seperti televisi, video game, dan media sosial, membuat masyarakat semakin enggan untuk meluangkan waktu untuk membaca. Padahal, membaca buku seharusnya dapat membantu seseorang mengembangkan cara berpikir, meningkatkan kecerdasan, dan memperkaya wawasan. Namun jika membaca dirasa masih cukup membosankan, cobalah untuk berdiskusi dengan orang orang yang suka membaca banyak buku.

Memang, mendapat informasi, dan wawasan baru tidak harus selalu dari buku, terkadang obrolan obrolan di tongkrongan saja bisa menambah wawasan baru terkait banyak hal. Namun jika informasi dan wawasan diperoleh dari buku, hal ini bisa bermanfaat bagi kita juga, jika kita sering membaca, otomatis kosa kata dan kalimat yang kita ketahui bisa bertambah secara signifikan sehingga disaat kita berbicara di depan banyak orang, kita tidak akan kebingungan untuk memilah dan mengolah kata.

Di Indonesia, sebagian besar penduduk hidup dengan penghasilan yang terbatas, sehingga kebutuhan primer seperti pangan, sandang, dan papan lebih diutamakan daripada kebutuhan untuk membeli buku atau berlangganan layanan literasi digital. Dalam konteks ini, kegiatan membaca sering dianggap bukan sebagai prioritas utama. Selain itu, banyak masyarakat yang tidak memiliki kebiasaan membaca di rumah, sehingga potensi untuk membangun budaya literasi dalam keluarga menjadi terbatas.

Pendidikan literasi di sekolah juga seringkali tidak memadai untuk membentuk kebiasaan membaca yang kuat. Meskipun pelajaran Bahasa Indonesia mencakup aspek membaca, seringkali pendekatan yang digunakan bersifat monoton dan kurang menarik. Tidak jarang, siswa hanya membaca teks-teks yang bersifat formal atau buku pelajaran yang cenderung kurang menghibur. Hal ini berimbas pada kurangnya ketertarikan terhadap buku bacaan yang lebih variatif seperti fiksi, non-fiksi, atau buku-buku yang menginspirasi.

Meskipun ada berbagai program pemerintah dan lembaga non-pemerintah yang berupaya mempromosikan literasi di Indonesia, namun kampanye tersebut sering kali kurang terdengar atau kurang menjangkau segmen-segmen masyarakat yang membutuhkan. Kampanye literasi harus lebih masif dan menyentuh berbagai kalangan, dari anak-anak hingga orang dewasa, dan harus mengedepankan keberagaman media agar lebih mudah diterima oleh masyarakat.

Mungkin sebagian masyarakat di Indonesia masih memiliki pola pikir bahwa kebiasaan membaca masih dianggap sebagai kegiatan yang “tidak terlalu penting” atau hanya dilakukan oleh kalangan tertentu saja, seperti para akademisi atau pekerja kantor. Hal ini berkaitan dengan pola pikir yang berkembang di masyarakat yang tidak menjadikan membaca sebagai kegiatan yang menyenangkan atau bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Kebiasaan buruk ini juga diperparah dengan kurangnya figur publik yang memotivasi masyarakat untuk membaca buku.

Dengan berkembangnya teknologi digital, munculah generasi yang lebih terbiasa mengonsumsi informasi secara visual dan cepat. Alih-alih membaca buku, mereka lebih cenderung menghabiskan waktu dengan menonton video atau membaca konten-konten singkat di media sosial. Fenomena ini juga didorong oleh kecepatan perkembangan informasi digital yang lebih mudah diakses dan disebarkan. Hal ini semakin memperburuk ketertarikan terhadap budaya membaca buku, yang membutuhkan ketekunan dan waktu.

Sebetulnya hal ini tidak sepenuhnya negatif juga, namun jika kita melihat situasi di Indonesia saat ini, sepertinya perkembangan teknologi digital ini lebih cenderung memberikan dampak yang negatif daripada positif, khususnya kepada minat membaca masyarakat di Indonesia.

Untuk menangani situasi seperti ini, pemerintah dan sektor swasta perlu berkolaborasi dalam menyediakan akses yang lebih luas terhadap buku, baik melalui perpustakaan umum, program berbagi buku, ataupun platform digital. Perpustakaan daerah perlu diperbanyak dan diperbarui agar dapat menyajikan buku-buku yang bervariasi dan menarik bagi berbagai kalangan. Buku juga harus dibuat lebih terjangkau, baik dalam format cetak maupun digital.

Pendidikan literasi di tiap sekolah juga harus diperbarui dengan pendekatan yang lebih menarik dan relevan bagi siswa. Kegiatan membaca harus diintegrasikan dengan cara yang menyenankan, seperti melalui diskusi buku, membaca bersama, atau proyek kreatif yang melibatkan siswa dalam menghasilkan karya berdasarkan bacaan mereka. Buku cerita, fiksi, dan non-fiksi yang menarik harus lebih banyak diperkenalkan di sekolah.

Pemerintah dan lembaga pendidikan perlu memanfaatkan teknologi digital untuk menyediakan akses bacaan yang lebih mudah diakses oleh masyarakat. Aplikasi dan platform e-book yang menyediakan buku secara gratis atau dengan harga terjangkau bisa menjadi alternatif yang baik untuk memperkenalkan literasi digital kepada masyarakat.

Kampanye literasi juga perlu lebih kreatif dan menyasar berbagai kalangan. Menggunakan influencer atau tokoh publik yang memiliki pengaruh luas untuk mendorong minat baca dapat menjadi salah satu strategi yang efektif. Selain itu, festival buku, lomba membaca, dan acara literasi lainnya bisa lebih digencarkan untuk memperkenalkan buku kepada masyarakat luas.

Tantangan rendahnya angka minat baca di Indonesia merupakan masalah yang kompleks dan multifaset. Meskipun telah ada berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah, lembaga pendidikan, dan organisasi non-pemerintah, kenyataannya tingkat literasi membaca di Indonesia masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lain. Ini mencerminkan bahwa masalah ini tidak dapat diselesaikan hanya dengan satu pendekatan atau solusi tunggal. Sebaliknya, dibutuhkan kolaborasi antara berbagai pihak, baik itu pemerintah, masyarakat, sektor swasta, hingga individu itu sendiri, untuk menciptakan perubahan yang signifikan dalam budaya literasi di Indonesia.

Salah satu faktor utama yang menjadi penghambat minat baca adalah terbatasnya akses terhadap bahan bacaan yang berkualitas. Meskipun teknologi telah memungkinkan kita untuk mengakses informasi secara cepat dan mudah, kenyataannya tidak semua orang di Indonesia memiliki akses yang setara terhadap perangkat digital atau internet. Bahkan di beberapa daerah, keberadaan perpustakaan yang memadai masih sangat terbatas. Hal ini membuat banyak masyarakat, terutama di daerah pedesaan dan terpencil, kesulitan untuk memperoleh buku yang mereka butuhkan. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk meningkatkan akses terhadap buku dengan memperluas jaringan perpustakaan yang lebih baik dan memfasilitasi distribusi buku yang lebih merata ke seluruh wilayah Indonesia, termasuk daerah-daerah yang terpencil.

Namun, akses terhadap buku saja tidak cukup untuk mendorong minat baca. Masalah ekonomi juga menjadi hambatan besar bagi sebagian besar masyarakat Indonesia untuk membeli buku. Buku sering kali dianggap sebagai barang yang mahal dan hanya dapat dijangkau oleh kalangan tertentu. Oleh karena itu, penyediaan buku dengan harga yang lebih terjangkau, atau bahkan penyediaan buku secara gratis melalui berbagai program dan inisiatif, dapat menjadi solusi untuk masalah ini. Selain itu, dukungan terhadap penerbitan buku lokal yang relevan dengan konteks budaya dan sosial Indonesia juga penting untuk meningkatkan keberagaman bacaan yang dapat dinikmati oleh masyarakat.

Tantangan lain yang tidak kalah penting adalah pergeseran kebiasaan masyarakat dalam mengonsumsi informasi. Di era digital saat ini, masyarakat lebih cenderung menghabiskan waktu dengan menonton video, bermain game, atau mengakses media sosial, yang sering kali lebih mudah dan cepat dibandingkan membaca. Konten visual ini, meskipun dapat memberikan hiburan dan informasi, tidak dapat menggantikan manfaat membaca yang jauh lebih dalam, seperti kemampuan berpikir kritis, kreativitas, dan pemahaman yang lebih komprehensif terhadap berbagai isu. Oleh karena itu, penting untuk menciptakan keseimbangan antara konsumsi media digital dan kebiasaan membaca. Salah satu caranya adalah dengan memanfaatkan platform digital untuk menyebarkan konten bacaan yang menarik dan relevan, serta mengajak masyarakat untuk lebih banyak membaca melalui berbagai media, baik itu e-book, artikel, atau bahkan audiobook.

Selain itu, peran keluarga dan pendidikan juga sangat krusial dalam membentuk budaya literasi sejak dini. Kebiasaan membaca harus ditanamkan dalam keluarga sebagai kegiatan yang menyenangkan dan bermanfaat. Orang tua dapat menjadi teladan dengan memperlihatkan ketertarikan mereka terhadap buku dan membaca bersama anak-anak. Di sekolah, pengajaran literasi harus lebih berfokus pada pengembangan keterampilan membaca yang menyeluruh, yang mencakup berbagai jenis bacaan, baik fiksi maupun non-fiksi, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk membaca secara mandiri dan kreatif. Pembelajaran literasi yang menyenangkan dan tidak membosankan akan mendorong minat baca anak-anak, yang pada akhirnya akan membentuk kebiasaan membaca mereka di masa depan.

Tak kalah pentingnya adalah peran kampanye literasi yang lebih masif dan efektif. Program-program literasi yang ada saat ini sering kali terbatas pada kalangan tertentu, seperti siswa atau kalangan terpelajar, padahal seluruh lapisan masyarakat, dari anak-anak hingga orang dewasa, perlu diberdayakan untuk lebih mencintai kegiatan membaca. Kampanye literasi yang melibatkan berbagai media, termasuk media sosial, acara publik, serta keterlibatan tokoh-tokoh terkenal, dapat menjadi cara yang efektif untuk menarik perhatian masyarakat. Kampanye ini harus dibuat kreatif, inklusif, dan menyentuh berbagai segmen masyarakat, sehingga dapat memotivasi mereka untuk mulai membaca dan menghargai pentingnya literasi.

Kesadaran akan pentingnya membaca juga harus ditanamkan dalam diri setiap individu. Membaca bukan hanya sekadar kegiatan untuk menambah pengetahuan, tetapi juga sebagai sarana untuk mengembangkan pola pikir yang lebih terbuka, kritis, dan kreatif. Dengan membaca, kita dapat memperluas wawasan, memahami berbagai perspektif, dan memperoleh solusi terhadap berbagai masalah yang kita hadapi. Oleh karena itu, upaya untuk meningkatkan minat baca di Indonesia bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga tanggung jawab kita semua sebagai bagian dari masyarakat. Jika setiap individu dan keluarga mulai menumbuhkan budaya membaca dalam kehidupan sehari-hari, maka suatu saat nanti Indonesia dapat menjadi negara dengan tingkat literasi yang tinggi, yang mampu bersaing di kancah global.

Secara keseluruhan, meskipun tantangan yang dihadapi untuk meningkatkan minat baca di Indonesia tidaklah mudah, namun dengan upaya yang terkoordinasi dan berkesinambungan, budaya literasi dapat tumbuh dan berkembang. Pemerintah, lembaga pendidikan, sektor swasta, dan masyarakat harus bekerja sama untuk menciptakan ekosistem literasi yang mendukung. Ketika budaya membaca sudah tertanam kuat dalam masyarakat, Indonesia tidak hanya akan memiliki warga negara yang lebih cerdas, tetapi juga lebih siap untuk menghadapi tantangan global di masa depan. Oleh karena itu, mari kita semua berperan aktif dalam membangun budaya literasi yang lebih kuat di Indonesia.

Referensi : kumparan.com, BBC News Indonesia, kallaninstitute.ac.id, badanbahasa.kemdikbud.go.id, www.rri.co.id