LapakKita: Ikhtiar Kecil untuk Perjalanan Panjang Pedagang Keliling

Realitas yang Sering Luput dari Sorotan

Di tengah hiruk pikuk kehidupan kota, ada sosok-sosok yang berjalan pelan namun pasti. Mereka bukan pekerja kantoran yang terburu-buru mengejar jam absen, bukan pula pengemudi ojek online yang terhubung dengan sistem canggih berbasis GPS. Mereka adalah pedagang keliling penjaja makanan ringan, sayuran segar, es kelapa, mainan anak, dan kebutuhan harian lain yang kerap muncul di depan rumah tanpa kita minta.

Mereka adalah bagian dari wajah ekonomi mikro Indonesia. Tanpa mereka, banyak kebutuhan sehari-hari yang tidak akan terpenuhi secara praktis. Tapi dalam sistem sosial dan digital yang terus berkembang, keberadaan mereka seperti berjalan sendiri tanpa peta, tanpa data, dan sering tanpa suara.

Satu permasalahan yang sangat nyata dan terus berulang adalah: mereka tidak tahu di mana lokasi yang ramai hari ini. Mereka mengandalkan pengalaman masa lalu, kebiasaan, dan kadang ikut jalur pedagang lain. Tidak ada sistem yang memberi tahu apakah daerah X lebih ramai dari Y. Tidak ada informasi real-time yang bisa mereka rujuk. Dan ini berdampak langsung pada penghasilan mereka.

Mengapa Data Penting untuk Mereka?

Di dunia yang makin terhubung dengan data, keputusan bisnis makin tergantung pada informasi. Restoran besar punya data pelanggan, e-commerce punya statistik pembeli, bahkan warung kopi kecil pun kini mulai melacak jam sibuk lewat media sosial.

Namun pedagang keliling? Mereka tetap berjalan dalam ketidakpastian. Ketika hujan turun, mereka terlambat tahu. Ketika ada pasar kaget di RW sebelah, mereka baru tahu saat semuanya bubar. Ketika gang langganan mereka ditutup karena proyek perbaikan jalan, mereka tidak punya alternatif jelas.

Bayangkan jika setiap keputusan harian mereka rute mana yang ditempuh, jam berapa mulai berkeliling, daerah mana yang dilewati bisa dipandu oleh informasi. Bukan sesuatu yang rumit, tapi cukup peta sederhana yang menunjuk lokasi-lokasi yang cenderung ramai berdasarkan hari dan waktu.

Teknologi yang Membumi

LapakKita tidak memaksakan fitur-fitur modern yang sulit digunakan. Ia memilih pendekatan low-tech yang efektif. Tanpa login, tanpa install, tanpa biaya tambahan. Cukup buka, lihat peta, dan susun rute.

Data lokasi didapatkan dari Geoapify, yang menyediakan API gratis untuk tempat-tempat publik. Tampilan peta menggunakan Leaflet.js, pustaka pemetaan open-source yang ringan dan dapat digunakan di hampir semua jenis perangkat.

Di Sini LapakKita Hadir

LapakKita adalah upaya sederhana untuk menjawab kebutuhan itu. Sebuah aplikasi web ringan yang bisa diakses lewat HP Android, tanpa perlu instalasi, tanpa login, dan tanpa syarat teknis. Yang disediakan hanya satu hal: peta berisi titik-titik keramaian yang layak dilewati oleh pedagang keliling.

Titik-titik tersebut berasal dari sumber terbuka seperti Geoapify layanan pemetaan berbasis kategori tempat seperti pasar, taman, sekolah, tempat ibadah, pusat olahraga, dan sebagainya. LapakKita kemudian menampilkan lokasi-lokasi ini melalui peta interaktif berbasis Leaflet.js pustaka pemetaan yang ringan dan bisa diakses bahkan dari browser sederhana.

Tidak ada login, tidak ada proses daftar akun, tidak ada pelacakan posisi pengguna. Pedagang hanya perlu membuka web, melihat peta, dan memilih jalur yang menurut mereka cocok. Sederhana, aman, dan cukup.

Ilustrasi: Jika Pedagang Bisa Membaca Pola Kota

Mari kita bayangkan sejenak seorang pedagang keliling di Kota Bandung. Sebut saja namanya Pak Rahmat. Ia berjualan tahu bulat, seperti banyak pedagang lain yang bergantung pada mobilitas. Setiap hari ia mendorong gerobaknya menyusuri jalur yang sudah biasa, namun hasilnya tidak selalu konsisten. Kadang habis sebelum sore, kadang justru banyak tersisa.

Dalam situasi seperti ini, Pak Rahmat bisa mendapatkan keuntungan jika ia memiliki informasi tentang titik-titik keramaian yang dapat dilewati setiap hari. Misalnya, jika ia tahu bahwa taman kota di daerah Cibiru sedang ramai karena ada kegiatan senam warga, ia mungkin memilih memutar jalur ke sana. Jika ia tahu bahwa sekolah di Jalan Sukajadi akan bubar pukul 12.30, ia bisa menyesuaikan rute agar melintasi kawasan itu sekitar jam tersebut.

LapakKita tidak akan memberinya navigasi otomatis seperti ojek online. Tapi setidaknya, peta dengan titik-titik potensial akan memberinya pijakan data yang bisa dijadikan bahan pertimbangan sesuatu yang selama ini tidak ia miliki.

Begitu pula Bu Nani, penjual gorengan yang biasa berkeliling kompleks perumahan. Selama ini, ia hanya mengandalkan feeling. Tapi dengan bantuan visualisasi sederhana dari LapakKita, ia bisa mengetahui bahwa di sekitar taman RW 09 sore ini ada kegiatan komunitas anak. Dengan begitu, ia bisa datang lebih awal, menyesuaikan persiapan, dan menempatkan diri lebih strategis.

Tentu semua ini masih bersifat ilustratif. Namun dari cerita seperti inilah kita bisa membayangkan dampak kecil yang nyata, bahkan dari sistem informasi yang sederhana.

Akses yang Setara adalah Tujuan Awal

Jika kita bicara soal transformasi digital, seringkali perhatian hanya tertuju pada sektor formal dan pengguna yang sudah akrab dengan teknologi. Tapi teknologi yang baik seharusnya tidak eksklusif. Ia harus hadir untuk semua, terutama untuk mereka yang justru paling butuh efisiensi dan keadilan.

Pedagang keliling mungkin tidak punya modal untuk membuat dashboard atau membeli layanan data premium. Namun mereka tetap berhak tahu: mana lokasi yang ramai, jam berapa waktu terbaik berdagang, dan apa yang sedang terjadi di sekitar mereka. LapakKita berusaha menjadi jembatan informasi yang tidak bergantung pada kemampuan teknologi tinggi, tapi tetap memberikan nilai tambah dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam konteks ini, akses menjadi kata kunci. Akses terhadap informasi, akses terhadap peta, akses terhadap keputusan yang lebih rasional. Karena ketika informasi didemokratisasi, maka siapa pun bisa bergerak lebih terarah tidak hanya mereka yang punya modal dan infrastruktur.

Mengapa LapakKita Layak Dikembangkan?

Ada beberapa alasan kuat mengapa proyek seperti LapakKita perlu didorong, tidak hanya dalam skala kampus (seperti PKM), tetapi juga dalam pengembangan jangka panjang:

  1. Sederhana namun relevan.
    LapakKita tidak menawarkan segalanya. Ia tidak menjanjikan AI, tidak mencoba membuat marketplace, dan tidak memaksa pengguna menjadi digital expert. Tapi dari kesederhanaannya, ia menyelesaikan persoalan nyata: memberi panduan rute berdasarkan titik ramai.
  2. Modular dan fleksibel.
    Teknologi yang digunakan sangat fleksibel dan bisa dikembangkan secara bertahap. Jika hanya butuh peta dan lokasi, cukup Leaflet + Geoapify. Jika ingin ditambah cuaca, bisa integrasikan Open-Meteo. Jika ingin komunitas berkontribusi, bisa ditambah sistem komentar atau rating lokasi. Semua bisa dikembangkan sesuai kapasitas.
  3. Mendukung penataan kota berbasis data.
    Kota-kota di Indonesia masih kekurangan data pergerakan informal. LapakKita bisa memberikan gambaran awal tentang pola pergerakan pedagang, titik persinggungan warga, dan kebutuhan ruang publik yang sebenarnya.
  4. Rendah biaya dan tidak bergantung vendor besar.
    Penggunaan API terbuka membuat sistem ini bisa dikembangkan oleh mahasiswa, komunitas, atau pemerintah kota kecil tanpa biaya besar atau ketergantungan dengan platform tertutup seperti Google Cloud.

Arah Jangka Panjang: Ekosistem Bagi Pedagang Keliling

Jika LapakKita bisa berkembang, ada peluang untuk menjadikannya bukan hanya alat bantu, tapi juga bagian dari ekosistem digital pedagang keliling. Bayangkan jika dalam satu aplikasi, pedagang bisa:

  • Menandai lokasi yang sering ramai berdasarkan pengalaman pribadi
  • Menerima notifikasi jika ada event RW atau car free day di sekitar
  • Mengatur jalur berdagang mereka per hari
  • Berbagi lokasi aman dan lokasi rawan dengan sesama pedagang

Dengan fitur-fitur seperti ini, LapakKita bisa menjadi ruang digital yang mendukung inklusi sosial dan ekonomi informal secara nyata.

Apa yang Membuat LapakKita Berbeda?

Tanpa Install – cukup buka lewat browser, tidak memakan memori HP.

Gratis dan Open-Source – tidak tergantung layanan besar seperti Google Maps.

Tidak Meminta Data Pribadi – pengguna tidak perlu login.

Bisa digunakan di HP murah – antarmuka disederhanakan agar ramah perangkat rendah spesifikasi.

Teknologi di baliknya juga dibuat agar bisa dikembangkan lebih jauh, tanpa beban biaya lisensi. Beberapa teknologi utama yang digunakan:

Open-Meteo API (opsional, untuk pengembangan) – jika nanti ingin menambahkan fitur cuaca real-time.

Geoapify Places API – data tempat umum dan titik keramaian legal, gratis.

Leaflet.js – pustaka peta interaktif yang ringan dan fleksibel.

Tantangan dan Potensi Pengembangan

Tentu saja LapakKita masih dalam tahap awal. Tantangan terbesar adalah keterbatasan sumber data crowd density real-time, karena tidak banyak API gratis yang menyediakannya. Namun LapakKita tetap bisa berkembang dengan pendekatan hybrid:

  • Crowdsourcing lokasi – pengguna bisa memberikan tanda atau ulasan sendiri terhadap titik tertentu.
  • Integrasi event lokal – kegiatan komunitas, pengajian, car free day, dll bisa ditambahkan sebagai penanda keramaian musiman.
  • Sistem rute harian otomatis – berdasarkan 2–3 titik keramaian terdekat, LapakKita bisa menyarankan jalur efisien.

Kami percaya bahwa aplikasi yang bermanfaat untuk kelompok akar rumput tidak harus bergantung pada AI canggih atau big data mahal. Cukup dimulai dari satu peta, satu titik, satu keputusan kecil dan efeknya bisa nyata.

Relevansi Kebijakan dan Urbanisme Partisipatif

LapakKita juga bisa menjadi alat bantu bagi pemerintah kota. Selama ini, pengaturan pedagang keliling sering bersifat reaktif: penertiban jika menumpuk, pelarangan jika dinilai mengganggu. Tapi jika pola mobilitas pedagang bisa dimonitor lewat data spasial yang bersifat terbuka dan sukarela, maka penataan ruang publik bisa lebih dialogis dan partisipatif.

Pedagang bukan hanya objek kebijakan, tetapi juga pengguna kota yang aktif. Dengan data dari aplikasi seperti LapakKita, kota bisa didesain tidak hanya untuk kendaraan pribadi atau pusat perbelanjaan, tetapi juga untuk mereka yang bekerja dengan roda dua, dengan gerobak, dengan kaki mereka sendiri.

Refleksi: Teknologi yang Merakyat

Kita sering lupa bahwa tidak semua orang berada di titik yang sama dalam hal akses teknologi. Ketika dunia berbicara tentang kecerdasan buatan, Web3, dan metaverse, sebagian warga masih kesulitan mengakses peta lokasi dengan mudah. Pedagang keliling termasuk di antara kelompok yang paling jauh dari manfaat langsung teknologi digital.

LapakKita ingin membalik itu. Bahwa teknologi bukan hanya milik yang sudah paham, tapi juga harus hadir untuk yang paling membutuhkan. Teknologi tidak selalu harus besar. Terkadang, keberpihakan dimulai dari memetakan ulang jalur sederhana di lingkungan sekitar.

Penutup

LapakKita bukan aplikasi revolusioner. Ia tidak menjanjikan pendapatan dua kali lipat atau transformasi digital. Tapi ia adalah alat bantu kecil yang jujur pada tujuannya: menemani perjalanan harian para pedagang keliling agar lebih efektif, lebih ringan, dan lebih bermakna.

Harapannya, LapakKita tidak berhenti di kota Bandung. Ia bisa tumbuh bersama komunitas pedagang di kota-kota lain. Karena pada akhirnya, kemajuan kota bukan hanya soal gedung tinggi dan transportasi cepat, tapi juga soal bagaimana warga yang paling sederhana bisa berjalan lebih baik, dengan bantuan yang adil.