Kasus dugaan penganiayaan yang dilakukan oleh Mario Dandy Satrio, anak dari eks pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Rafael Alun Trisambodo, kini berbuntut panjang. Dikrtahui, Mario Dandy diduga melakukan penganiayaan terhadap David, anak pengurus GP Ansor pada 20 Februari 2023 di kawasan Pesanggrahan, Jakarta Selatan. yang mengakibatkan kondisi David tidak sadarkan diri dan dirawat di rumah sakit
buntut dari kasus tersebut menyeret sang ayah yang menjabat sebagai pejabat direktorat jenderal pajak( DJP) Kasus Rafael kemudian merembet ke pegawai Kementerian Keuangan lainnya. Kepala Kantor Bea dan Cukai Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Eko Darmanto juga ikut dicopot dari jabatannya karena kerap bergaya hidup mewah dan memamerkannya di media sosial. Selain Eko, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD telah mengirim laporan dugaan pencucian uang oleh 69 pegawai Kemenkeu.
Laporan tersebut berdasarkan data yang diperolehnya dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Rafael Alun Trisambodo menjalani sidang vonis, Dia divonis 14 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan dalam kasus gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Adapun anaknya, Mario Dandy Satriyo, telah divonis 12 tahun penjara dalam kasus penganiayaan.
Hakim menyatakan Rafael Alun terbukti menerima gratifikasi Rp 10 miliar lewat PT ARME. Adapun dakwaan gratifikasi dari sejumlah perusahaan yang disebut dalam dakwaan dinyatakan tidak terbukti.
Selain menerima gratifikasi, Rafael Alun juga dinyatakan terbukti melakukan TPPU. Dia disebut menyamarkan hasil korupsinya.
Hakim menyatakan Rafael melanggar Pasal 12B juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP dan Pasal 3 ayat 1a dan c UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP serta Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
Sedangkan anaknya, Mario Dandy divonis 12 tahun penjara. Mario juga diwajibkan membayar restitusi Rp 25 miliar ke Cristalino David Ozora.
Upaya pihak Mario melawan putusan tersebut ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta telah ditolak. Kini Mario sedang melawan vonis itu di tingkat Mahkamah Agung (MA).
Mario Dandy dinyatakan bersalah melanggar Pasal 355 ayat 1 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Hakim menyatakan Mario Dandy telah merencanakan penganiayaan terhadap David Ozora
Hakim juga menghukum Mario Dandy untuk membayar restitusi atau ganti rugi Rp 25 miliar. Hakim menyatakan tidak sepakat dengan perhitungan restitusi dari LPSK yang masuk dalam tuntutan jaksa, yakni senilai Rp 120 miliar.
Walhasil, kasus pidana yang dilakukan Mario Dandy pun menjalar hingga menyangkut soal kekayaan yang diperoleh ayahnya, Rafael Alun. KPK pun turun tangan.
KPK kemudian menaikkan kasus dugaan korupsi Rafael Alun ke tingkat penyidikan dan menetapkan Rafael Alun sebagai tersangka selaku penerima gratifikasi hingga melakukan pencucian uang.
Di persidangan, Jaksa KPK menyakini Rafael terbukti bersalah menerima gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Jaksa KPK menuntut Rafael Alun dengan hukuman 14 tahun penjara dan akhirnya dikabulkan oleh hakim
Walhasil, kasus pidana yang dilakukan Mario Dandy pun menjalar hingga menyangkut soal kekayaan yang diperoleh ayahnya, Rafael Alun. KPK pun turun tangan.
KPK kemudian menaikkan kasus dugaan korupsi Rafael Alun ke tingkat penyidikan dan menetapkan Rafael Alun sebagai tersangka selaku penerima gratifikasi hingga melakukan pencucian uang.
Di persidangan, Jaksa KPK menyakini Rafael terbukti bersalah menerima gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Jaksa KPK menuntut Rafael Alun dengan hukuman 14 tahun penjara dan akhirnya dikabulkan oleh hakim
Dari temuan itu, publik juga menemukan fakta Suryo yang punya hobi menunggangi motor gede. Hobinya tersebut kembali dikritik hingga akhirnya Menteri Sri Mulyani meminta Dirjen Pajak membubarkan klub mogenya Blasting Rijder.
Sri menilai pegawai Kemenkeu menunggangi moge telah melanggar asas kepatutan meski kendaraan itu dibeli dari gaji sendiri.
Putusan hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan sudah dijatuhkan untuk terdakwa kasus penganiayaan David Ozora yaitu Agnes Gracia, pacar Mario Dandy pada Senin lalu. Agnes Gracia (AG) divonis hukuman pidana 3 tahun dan 6 bulan di LPKA. Pemvonisan putusan tersebut berawal dari kasus penganiayaan yang dilakukan oleh Mario Dandy yang melibatkan namanya. Dilatarbelakangi oleh Mario Dandy yang emosional pada David karena mendapat informasi soal perbuatan David terhadap AG, yang saat itu statusnya adalah pacar Mario. Kemudian, penganiayaan David terjadi karena AG menjebak David. Ia berpura-pura ingin mengembalikan kartu pelajar David, padahal ia datang bersama Mario. Hingga terjadinya penganiayaan yang dilakukan oleh Mario yang mengakibatkan korban masih menjalani perawatan intensif di rumah sakit hingga saat ini.
Hakim memutuskan AG dinyatakan bersalah melanggar Pasal 355 ayat 1 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yaitu tindak pidana penganiayaan berat rencana terlebih dahulu dan sebagai orang yang membantu melakukan kejahatan tanpa mencegah. “Mengadili menyatakan terdakwa anak AG telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana.” Hakim menyatakan AG terbukti terlibat dalam penganiayaan berencana. Hakim juga menyatakan tidak ada alasan pembenar dan pemaaf atas perbuatan AG. Vonis yang diberikan majelis hakim tersebut lebih rendah sedikit dari tuntunan Jaksa Penuntut Umum. Tentunya hal tersebut menimbulkan pro dan kontra yang merasa akan putusan hakim tersebut tidaklah sesuai dengan perbuatan yang dilakukan oleh AG karena dianggap mendapat sanksi yang kurang setimpal dengan perbuatannya. Dan sebagian yang berpandangan bahwa vonis tersebut terlalu berat bagi AG. Namun, menimbang putusan hakim, AG dijatuhi dengan hukuman tersebut dengan pertimbangan terkait usia pelaku anak. Namun, apakah vonis tersebut sudah sesuai?
Apabila ditilik menurut ketentuaan UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, AG dikategorikan sebagai anak yang berhadapan dengan hukum. Ada tiga jenis anak yang berhadapan dengan hukum, yakni: anak sebagai korban, anak sebagai saksi, dan anak sebagai pelaku. Batasan usia pada anak yang berhadapan dengan hukum adalah belum berusia 18 tahun pada saat melakukan dugaan tindak pidana dan AG berusia 15 tahun saat ikut serta dalam kejadian tindak pidana ini. Terdapat dua jenis sanksi pada UU No. 11 Tahun 2012 yakni sanksi tindakan dan sanksi pidana. Adapun menurut Pasal 82 UU SPPA yang dimaksud dengan sanksi tindakan adalah pengembalian kepada orang tua/wali, pemindahan kepada seseorang, perawatan di rumah sakit jiwa, perawatan di LPSK, wajib mengikuti pendidikan formal yang diselenggarakan oleh negara ataupun badan swasta, pennagguhan SIM dan upaya hukum atas konsekuensi dari tindak pidana tersebut. Sementara itu, sanksi pidana dijelaskan dalam Pasal 71 UU SPPA yang terdiri dari pidana pokok yakni pidana peringatan, pidana dengan syarat seperti pembinaan ekstra lembaga, pengabdian masyarakat atau pengawasan, pelatihan kerja , pembinaan dalam lembaga hingga penjara. Sedangkan pidana tambahan terdiri dari perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana atau pemenuhan kewajiban adat.
Dampak dari kasus tersebut Mario Dikeluarkan dari Universitas Prasetiya Mulya
“Rapat Pimpinan Universitas Prasetiya Mulya memutuskan untuk mengeluarkan tersangka Sdr. Mario Dandy Satriyo dari Universitas Prasetiya Mulya terhitung sejak tanggal 23 Februari 2023,” tulis Djisman dalam surat yang diunggah, Jumat.Pihak Universitas Prasetiya Mulya tak menunggu lama untuk merespons kasus kekerasan yang dilakukan Mario Dandy. Rektor Universitas Prasetiya Mulya menyampaikan, bahwa pihak universitas mengecam keras tindakan yang dilakukan Mario. “Mengecam keras tindak kekerasan itu karena bertentangan dengan kemanusiaan dan melanggar kode etik dan peraturan yang tercantum dalam Buku Pedoman Mahasiswa Universitas Prasetiya Mulya,” kata Rektor Universitas Prasetiya Mulya Djisman Simandjuntak dalam rilis yang diterima. Pihak kampus juga menyampaikan keprihatinan yang mendalam atas kondisi luka berat yang diderita korban. Lebih lanjut, Universitas Prasetiya Mulya juga menyampaikan bahwa Mario sudah resmi dikeluarkan dari Universitas.
Pihak Kemeterian Keuangan (Kemenkeu) juga mencurigai tempat kos mewah milik Mario Dandy yang berada di kawasan Blok M, Jakarta Selatan. Tak heran jika keberadaan kos mewah ini menimbulkan kecurigaan. Pasalnya, usia Mario Dandy sendiri masih relatif muda, yaitu 20 tahun. Namun, Mario Dandy yang merupakan anak pejabat pajak, sudah memiliki berbagai aset mewah. Kemenkeu ikut turun tangan untuk memastikan apakah kos mewah tersebut benar-benar milik Mario atau sebenarnya milik sang ayah, Rafael Alun. Untuk itu, Kemenkeu pun menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Selain dari perkara gratifikasi, KPK pun telah menyetorkan uang rampasan dari perkara TPPU Rafael Alun dengan jumlah Rp577.081.893,66
Rafael Alun tetap divonis dengan pidana 14 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan. Ia juga dihukum dengan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sejumlah Rp10.079.095.519 subsider tiga tahun penjara.
Rafael dinilai terbukti menerima gratifikasi dan melakukan TPPU sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 B jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP dan Pasal 3 ayat 1 huruf a dan c UU 25/2003 tentang TPPU jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP dan Pasal 3 UU 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Jaksa KPK mengatakan terpidana Rafael Alun Trisambodo tak seorang diri melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus korupsi yang menjeratnya. Jaksa menyebut ibu, istri, adik, hingga kakak Rafael ikut melakukan TPPU tersebut.
Hal itu disampaikan Jaksa KPK saat membacakan tanggapan atas permohonan gugatan perampasan aset yang diajukan keluarga Rafael. Persidangan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,
Jaksa mengatakan pencucian uang berupa aset tanah dan bangunan di kawasan Kebayoran Baru, Meruya Utara, kendaraan VW Caravelle hingga kios di Kalibata Residence dilakukan Rafael bersama istrinya, Ernie Meike Tarondek, dan ibunya, Irene Suheriani Suparman. Kemudian, bersama adiknya, Martinus Gangsar Sulaksono.
Dalam gugatan ini, KPK menjadi pihak tergugat. Sementara pihak penggugat terdiri atas dua subjek pemohon, mulai subjek korporasi, yaitu CV Sonokling Cita Rasa selaku pemohon I.
Subjek pemohon orang diwakili oleh keluarga Rafael. Mereka adalah Petrus Giri Hesniawan selaku pemohon I, Markus Seloadji selaku pemohon II, dan adik Rafael bernama Martinus Gangsar selaku pemohon III.
Dalam gugatannya, keluarga Rafael, yaitu adik dan kakak Rafael, melayangkan keberatan atas perampasan sejumlah aset milik Rafael. Aset-aset yang minta dikembalikan itu mulai pecahan mata uang asing di safe deposit box (SDB) milik Rafael.
Keluarga Rafael juga mengajukan keberatan atas perampasan aset berupa rumah di Jakarta Selatan hingga dua unit kos Rafael di Kalibata City. Berikut ini detailnya:
Permohonan adik dan kakak Rafael:
– Uang di SDB Rafael Alun sebesar 9.800 euro; SGD 2.098.365; USD 937.900
– Perhiasan di SDB Rafael Alun berupa 6 buah cincin, 2 kalung beserta liontin, 5 pasang anting, dan 1 buah liontin
– Rumah di Jalan Wijaya Kebayoran, Jakarta Selatan
– Rumah Srengseng dan Ruko Meruya
– Dua unit kios di Kalibata City, Tower Ebony, Lantai GF Blok E Nomor BM 08 dan Nomor BM 09
– Satu unit mobil VW Caravelle nopol AB-1253-AQ
Sementara pemohon subjek korporasi hanya meminta satu aset yang telah dirampas negara dalam kasus korupsi Rafael untuk dikembalikan.
Istri mantan pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo, Ernie Meike Torondek mengaku tak pernah bekerja selama menjabat sebagai Komisaris di PT ARME dan PT Cubes Consulting.
Hal itu terungkap ketika Ernie diperiksa sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan pencucian uang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
Ernie mengaku tahu keberadaan perusahaan tersebut. Namun, ia mengaku tak tahu di bidang apa perusahaan tersebut bergerak. Menurutnya, Rafael yang mencantumkan nama dirinya sebagai Komisaris di perusahaan itu.
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyebut istri Rafael Alun Trisambodo, Ernie Meike Torondek, tidak patut dimintai pertanggungjawaban hukum terkait penerimaan gratifikasi oleh sang suami.