KESADARAN MASYARAKAT SUMEDANG TERHADAP STUNTING PADA ANAK

Gizi merupakan faktor determinan utama yang berhubungan dengan kualitas sumber daya manusia. Anak-anak berusia kurang dari 5 tahun adalah kelompok yang rentan untuk masalah gizi dan kesehatan. Kondisi gizi anak usia balita di Indonesia berdasarkan pantauan status gizi berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2021, prevalensi gizi pada balita Indonesia adalah sekitar 24,4%. Meskipun ada penurunan dibandingkan dengan Riskesdas 2018 yang mencatatkan angka stunting sekitar 30,8%, angka ini masih jauh dari target nasional dan global yang seharusnya berada di bawah 20%.

Kebutuhan gizi anak akan meningkat seiring pertambahan usia. Gizi itu penting di edukasi sejak dini sebab kualitas gizi baik berawal dari dalam kandungan. Status gizi balita berpengaruh pada pola asuh dan pengetahuan si ibu maupun pihak yang terlibat dalam pengasuhan balita. Sebab pengetahuan dan pola asuh sangat berpengaruh terhadap sikap yang diberikan ibu untuk anak nya agar asupan gizi yang diberikan sejak dini baik, diperoleh si balita dan masalah gizi balita Indonesia bisa perlahan menurun.

Stunting merupakan kondisi kondisi kronis yang menggambarkan terhambatnya pertumbuhan anak karena malnutrisi jangka panjang. Stunting menyebabkan hambatan perkembangan fisik tapi juga mengancam perkembangan kongnitif yang berdampak menurunkan produktivitas anak pada masa dewasa.Masa balita merupakan Periode yang sangat peka terhadap lingkungan sehingga diperlukan perhatian Lebih terutama kecukupan gizinya (Kurniasih, 2010).

Kekurangan asupan gizi tersebut Bisa terjadi sejak bayi dalam kandungan hingga setelah lahir atau 1.000 hari Pertama kehidupan. Namun, stunting bisa dideteksi secara jelas setelah bayi  Berusia lebih dari 24 bulan (Kemenkes RI, 2018). Secara global, sekitar 1 dari 4 balita mengalami stunting (UNICEF, 2013). Pada tahun 2017 sebesar 22,2% atau sekitar 150,8 juta balita di dunia mengalami stunting (Hawi, dkk, 2020). Namun angka ini sudah mengalami penurunan jika dibandingkan dengan angka stunting pada tahun 2000 yaitu 32,6%. Pada tahun 2017, lebih dari setengah balita stunting di dunia berasal dari Asia (55%).

Data prevalensi balita stunting yang dikumpulkan World Health Organization (WHO), Indonesia termasuk ke dalam negara ketiga dengan prevalensi tertinggi di regional Asia Tenggara/South-East Asia Regional (SEAR). Rata-rata prevalensi balita stunting di Indonesia tahun 2005-2017 adalah 36,4%. Saat ini, 9 juta atau lebih dari sepertiga jumlah balita (37,2%) di Indonesia menderita stunting. Pemantauan Status Gizi (PSG) 2017 menunjukkan prevalensi Balita stunting di Indonesia masih tinggi, yakni 29,6% (Kemenkes RI, 2018).

Menurut data dari Survei Status Gizi Indonesia  (SSGI), angka stunting di Provinsi Jawa Barat berhasil turun 10,9 persen dari angka 31,1 persen pada tahun 2018 menjadi 20,2 persen pada tahun 2022. Sedangkan angka stunting tahun 2023 yaitu 6,01 persen sebanyak 178.058 dari sebelumnya 183.440 pada tahun 2022. Angka stunting di Kabupaten Sumedang pada tahun 2022 menurut Survei Status Gizi Indonesia tercatat 27,6 persen. Angka ini melonjak drastis dari tahun sebelumnya sebesar 22 persen. Dari 77.267 balita, 8,17 persen mengalami stunting. Pada bulan Agustus tahun 2023 berdasarkan laporan elektronik pencatatan dan pelaporan gizi berbasis masyarakat, angka stunting menurun dari 8,17 persen menjadi 7,96 persen.

Oleh karena itu isu stunting memerlukan upaya pencegahan yang menyeluruh. Dalam hal ini masyarakat harus mengadakan program edukasi stunting yang ditujukan untuk anak-anak di wilayah tersebut. Selain ibu, anak juga wajib mendapat edukasi tersebut guna menurunkan angka stunting. Tetapi dalam kenyataanya kegiatan edukasi maupun sosialisasi mengenai stunting dimasyarakat kurang efektif berdasarkan penelitian yang dilakukan kepada salah satu pegiat program penanganan stunting disalah satu desa di Kabupaten Sumedang yaitu kaderisasi posyandu Melati Desa Cipeundeuy Kecamatan Jatinunggal Kabupaten Sumedang menyatakan bahwa kebanyakan ibu hamil dan orang tua kurang faham terhadap pengetahuan yang benar mengenai gizi yang harus dipenuhi kepada setiap anak maupun ibu hamil.

Ada beberapa factor yang membuat pemahaman atau penyerapat ilmu yang diberikan kepada ibu hamil dan orang tua kurang bisa di serap dan di pahami secara baik dan benar salah satunya media yang digunakan pada saat sosialisasai maupun edukasi yang disampaikan sulit diterima oleh para audiens (ibu hamil dan orang tua). Salah satunya adalah  penyampaian cenderung menggunakan ungkapan dan tidak menggunakan media pembantu seperti gambar maupun media visual lainnya yang membuat para audiens kurang bisa mengingat dan memahami pesan yang disampaikan.

Dengan menggunakan komunikasi yang tepat, pesan yang ingin disampaikan dapat tersalurkan dengan baik. Metode komunikasi yang dapat efektif untuk penyampaian ini adalah melalui komunikasi visual maka dari itu Desain Komunikasi Visual disini akan berperan penting untuk membantu menyampaikan pesan dan edukasi terhadap stunting di Kabupaten Sumedang.

Penanganan stunting melalui media melibatkan berbagai strategi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat. Media digunakan untuk menyampaikan informasi edukatif tentang pentingnya gizi seimbang, sanitasi, dan perawatan kesehatan ibu dan anak. Kampanye melalui televisi, radio, media sosial, dan iklan publik mempromosikan perilaku sehat seperti ASI eksklusif, imunisasi, serta pengawasan tumbuh kembang anak. Selain itu, media juga membantu menghubungkan masyarakat dengan program pemerintah, seperti layanan posyandu dan bantuan pangan bergizi, guna mempercepat upaya pencegahan dan penanganan stunting secara efektif.

Media yang efektif untuk kampanye penanganan stunting harus mampu menjangkau berbagai lapisan masyarakat dan menyampaikan pesan dengan cara yang mudah dipahami. Berikut adalah beberapa jenis media yang cocok:

  1. Media Sosial: Platform seperti Instagram, TikTok, dan Facebook dapat digunakan untuk menyebarkan video edukatif pendek, infografik, dan kisah inspiratif.
  2. Televisi dan Radio: Ideal untuk menjangkau daerah pedesaan melalui program berbasis komunitas atau iklan layanan masyarakat.
  3. Poster dan Brosur: Cocok untuk disebarkan di fasilitas kesehatan, sekolah, dan tempat umum.
  4. Aplikasi dan Website: Memberikan informasi interaktif tentang gizi, kesehatan, dan layanan lokal.

Kombinasi media tradisional dan digital dapat meningkatkan dampak kampanye.

Ibu hamil sering menggunakan berbagai media untuk memperoleh informasi tentang kesehatan anak, di antaranya:

  1. Aplikasi Kesehatan: Aplikasi seperti Pregnancy+ atau Alodokter memberikan panduan kehamilan hingga tips perawatan anak.
  2. Media Sosial: Platform seperti Instagram dan YouTube sering digunakan untuk mengikuti konten dari dokter atau ahli parenting.
  3. Website Kesehatan: Situs seperti Halodoc atau KlikDokter menyediakan informasi medis yang mudah diakses.
  4. Forum Online: Grup parenting di Facebook atau forum seperti BabyCenter memungkinkan berbagi pengalaman antaribu.
  5. Televisi/Radio: Program edukasi kehamilan menjangkau ibu di berbagai wilayah.

Kombinasi ini mempermudah akses ke informasi penting secara fleksibel.

Media sosial memiliki pengaruh signifikan terhadap pengetahuan orang tua tentang stunting pada anak. Platform seperti Instagram, YouTube, dan Facebook memungkinkan penyebaran informasi tentang pencegahan stunting melalui infografik, video edukasi, dan cerita inspiratif dari komunitas. Orang tua dapat mengakses pengetahuan tentang gizi, pentingnya ASI, sanitasi, dan pola makan sehat dengan cara yang menarik dan mudah dipahami. Selain itu, media sosial memfasilitasi diskusi interaktif dengan ahli gizi atau dokter, memperkuat kesadaran masyarakat untuk mencegah dan menangani stunting secara lebih efektif.

Berikut adalah beberapa dampaknya:

  1. Penyebaran Informasi: Media sosial memungkinkan penyebaran informasi edukatif tentang stunting, seperti pentingnya asupan gizi seimbang, sanitasi, dan imunisasi.
  2. Akses Mudah ke Ahli: Orang tua dapat mengikuti akun profesional kesehatan, dokter, atau ahli gizi yang sering membagikan tips, pengetahuan, dan solusi tentang stunting.
  3. Inspirasi dan Dukungan: Kisah sukses penanganan stunting yang dibagikan di media sosial memberikan inspirasi dan motivasi bagi orang tua.
  4. Interaksi dengan Komunitas: Orang tua dapat bergabung dengan komunitas daring untuk berbagi pengalaman, tantangan, dan solusi terkait stunting.
  5. Kesadaran tentang Program Pemerintah: Media sosial menjadi platform utama untuk kampanye pemerintah mengenai program seperti Posyandu, pemberian makanan tambahan, dan akses ke layanan kesehatan anak.

Namun, penting untuk memastikan bahwa informasi yang diterima melalui media sosial berasal dari sumber yang tepercaya agar tidak menimbulkan misinformasi yang berisiko bagi kesehatan anak.

Konten yang bagus dan mudah dipahami oleh ibu-ibu untuk pencegahan stunting pada anak harus bersifat sederhana, visual, dan praktis. Berikut adalah ide konten:

  1. Infografik: Gunakan diagram atau ilustrasi yang menjelaskan penyebab, dampak, dan cara mencegah stunting.
  2. Video Edukasi: Rekam video pendek dengan animasi atau wawancara dokter yang menjelaskan gizi seimbang, ASI eksklusif, dan pentingnya sanitasi.
  3. Panduan Praktis: Buat daftar langkah mudah, seperti resep makanan bergizi untuk anak atau jadwal imunisasi.
  4. Cerita Inspiratif: Bagikan kisah nyata ibu yang sukses mencegah stunting untuk memotivasi orang lain.
  5. Tanya-Jawab Interaktif: Gunakan media sosial untuk menjawab langsung pertanyaan dari ibu terkait stunting.

Format yang menarik dan bahasa sederhana akan meningkatkan pemahaman dan keterlibatan.

Pesan: Stunting adalah ancaman serius bagi generasi penerus Indonesia. Pencegahannya memerlukan kesadaran bersama, mulai dari menjaga gizi ibu hamil hingga memberikan makanan bergizi bagi anak dalam 1.000 hari pertama kehidupannya. Semua orang tua berperan penting dalam memastikan anak tumbuh sehat.

Saran:

  1. Edukasi masyarakat melalui media tentang pentingnya pola makan bergizi dan sanitasi.
  2. Perkuat akses layanan kesehatan seperti Posyandu.
  3. Libatkan komunitas untuk memastikan bantuan pangan dan edukasi sampai ke keluarga rentan.
  4. Awasi pertumbuhan anak secara rutin dan tindak lanjut segera bila ditemukan risiko stunting.

untuk melancarkan dan mensukseskan program sumedang bebas stunting tentu perlu kerjasama yang baik antara pemerintah dan masyarakat maka dari itu kita harus mendukung semua kegiatan penanganan stunting agar generasi muda kita tumbuh dan berkembang dengan baik.