Digitaka: Game Interaktif Cerita Rakyat Aji Saka sebagai Upaya Pelestarian Budaya Melalui Media Digital

Abstrak

Cerita rakyat merupakan salah satu bentuk warisan budaya yang mengandung nilai-nilai moral, sosial, dan historis. Namun, seiring perkembangan zaman dan pesatnya kemajuan teknologi, minat generasi muda terhadap cerita rakyat mengalami penurunan signifikan. Untuk menjawab tantangan tersebut, artikel ini mengusulkan Digitaka, sebuah game berbasis Android yang mengangkat cerita rakyat Aji Saka dalam bentuk media digital interaktif. Dengan mengintegrasikan unsur visual 2.5D serta berbagai game mechanic seperti objektif, tantangan, dan narasi bercabang, Digitaka diharapkan mampu menarik minat generasi muda terhadap budaya lokal sekaligus menjadi media alternatif dalam pelestarian budaya. Artikel ini membahas latar belakang, urgensi, metodologi pengembangan, serta potensi kontribusi produk terhadap pendidikan dan pelestarian budaya.

Kata kunci: game edukatif, cerita rakyat, pelestarian budaya, Aji Saka, game Android

Pendahuluan

Cerita rakyat sebagai bagian dari tradisi lisan memegang peranan penting dalam membentuk identitas dan karakter masyarakat. Salah satu cerita rakyat yang terkenal di tanah Jawa adalah kisah Aji Saka, yang diyakini sebagai pembawa aksara ke Pulau Jawa. Cerita ini tidak hanya mengandung nilai historis, namun juga memuat pesan moral yang relevan, seperti keberanian, kesetiaan, dan kebijaksanaan.

Sayangnya, penetrasi budaya digital di kalangan anak-anak dan remaja Indonesia saat ini telah menggeser perhatian mereka dari tradisi lokal ke media hiburan modern, seperti media sosial dan permainan digital. Cerita rakyat yang dahulu hidup dari generasi ke generasi kini mulai dilupakan. Media penyampaian yang statis seperti buku atau artikel digital sering kali tidak cukup menarik bagi generasi yang tumbuh dalam lingkungan serba visual dan interaktif.

Menanggapi kondisi tersebut, pengembangan media baru yang mampu mengadaptasi nilai-nilai lokal ke dalam format yang disukai anak muda menjadi sangat penting. Salah satu pendekatan yang potensial adalah melalui game edukatif. Dengan sifatnya yang imersif dan interaktif, game dapat menjadi sarana yang efektif dalam mengenalkan kembali nilai-nilai budaya kepada generasi muda secara menyenangkan.

Transformasi Cerita Rakyat dalam Era Digital

Digitalisasi budaya merupakan strategi penting dalam pelestarian tradisi, khususnya dalam menyasar generasi digital native. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pendekatan gamifikasi dapat meningkatkan keterlibatan pengguna dalam proses pembelajaran maupun pelestarian budaya (Husniah et al., 2018). Game mampu menciptakan ruang bermain yang juga menjadi ruang belajar, dengan mekanisme interaktif yang memungkinkan pemain menyerap nilai melalui pengalaman, bukan sekadar informasi.

Dalam konteks Indonesia, upaya mengangkat cerita rakyat ke dalam bentuk game masih tergolong minim dan sering kali hanya menyentuh permukaan visual tanpa memanfaatkan potensi narasi interaktif secara mendalam. Game Panji Sakti: The King of Buleleng, misalnya, meskipun menghadirkan visual menarik, masih minim eksplorasi terhadap gameplay dan kedalaman cerita (Gilang Pratama et al., 2020).

Kekurangan tersebut menjadi pijakan bagi pengembangan Digitaka, yang bertujuan tidak hanya untuk menyajikan cerita rakyat secara digital, tetapi juga untuk membangun keterlibatan emosional dan moral pemain terhadap kisah Aji Saka.

Pendekatan Desain dan Fitur Interaktif Game Digitaka

Digitaka dirancang sebagai game 2.5D yang menggabungkan estetika 2D klasik dengan kedalaman visual 3D untuk memberikan pengalaman yang ringan namun tetap imersif. Game ini menyasar anak-anak usia 6–15 tahun dan berfokus pada penyampaian nilai moral dalam cerita Aji Saka melalui gameplay yang menyenangkan.

Narasi Interaktif

Alur cerita disajikan melalui potongan dialog yang dapat dipilih pemain, dengan konsekuensi moral tertentu. Walau pilihan tidak bersifat bebas penuh, pendekatan ini dirancang untuk mendorong keterlibatan emosional dan memicu refleksi atas tindakan pemain.

Objectives and Challenge

Game ini terdiri dari misi bertahap yang mengikuti kronologi cerita rakyat. Tantangan dalam game tidak hanya bersifat teknis (misalnya melompat atau menghindar), tetapi juga menghadapkan pemain pada dilema moral sederhana seperti memilih membantu karakter lain atau mengejar misi pribadi.

Rewards System

Pemain diberi penghargaan berupa poin, lencana, atau akses ke konten cerita tambahan setelah menyelesaikan misi. Ini digunakan untuk menjaga motivasi dan menciptakan rasa pencapaian.

Visual dan Audio

Karakter dan lingkungan dirancang dengan gaya visual yang sesuai dengan estetika budaya Jawa, namun tetap disederhanakan untuk aksesibilitas anak-anak. Musik latar dan efek suara juga disesuaikan agar memperkuat suasana cerita.

Tujuan dan Keterbaharuan Produk

Tujuan utama dari pengembangan Digitaka adalah menyediakan media pembelajaran budaya yang lebih relevan dengan karakteristik generasi digital. Game ini ditujukan untuk anak-anak usia 6 hingga 15 tahun, dengan harapan dapat menumbuhkan rasa cinta terhadap budaya lokal sejak dini.

Inovasi utama yang ditawarkan Digitaka antara lain:

  1. Pemanfaatan cerita Aji Saka sebagai narasi utama, yang belum banyak diangkat dalam bentuk media digital interaktif.
  2. Penggunaan visualisasi 2.5D untuk menciptakan pengalaman bermain yang lebih menarik dan imersif.Implementasi berbagai game mechanic seperti:
    • Objective: Pemain diarahkan untuk menyelesaikan misi yang mengikuti alur cerita.
    • Rewards: Sistem penghargaan yang diberikan setelah menyelesaikan tugas tertentu.
    • Narrative Branching: Dialog pilihan yang mempengaruhi interaksi dan jalannya cerita, meskipun tetap dibatasi untuk menjaga alur utama.
    • Challenges: Rintangan berbasis moral dan logika untuk mempertahankan keterlibatan pemain.

Pendekatan tersebut diharapkan tidak hanya menghibur, tetapi juga memberikan pengalaman edukatif dan emosional yang kuat terhadap nilai-nilai budaya dalam cerita Aji Saka.

Metodologi Pengembangan

Pengembangan Digitaka mengikuti kerangka Game Development Life Cycle (GDLC) yang terdiri atas empat tahap utama, yaitu:

Pre-Production

Tahap ini mencakup penentuan konsep, validasi ide, dan penyusunan Game Design Document (GDD). Dokumen ini menjadi landasan utama dalam menentukan alur cerita, sistem permainan, desain karakter, serta gaya visual.

Production

Tahap produksi melibatkan pembuatan aset visual dan audio, pemrograman fitur permainan (narrative, reward, control), serta integrasi aset ke dalam game engine. Desain UI/UX juga mulai diimplementasikan pada tahap ini.

Testing

Uji coba dilakukan secara internal terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan dengan playtesting oleh pengguna sasaran (anak-anak sekolah dasar) untuk memperoleh umpan balik langsung. Evaluasi dilakukan dengan cara mengukur tujuh elemen penting dari pengalaman bermain: konsentrasi, tantangan, keterampilan pemain, kontrol, tujuan yang jelas, umpan balik, dan imersi.

Post-Production

Tahap akhir mencakup finalisasi fitur, persiapan rilis, serta penyusunan strategi promosi melalui media sosial dan kegiatan sosialisasi ke sekolah-sekolah.

Tantangan dan Refleksi Pengembangan

Pengembangan game edukatif berbasis budaya bukan tanpa tantangan. Beberapa kendala yang dihadapi antara lain:

  • Keseimbangan antara edukasi dan hiburan: Terlalu fokus pada edukasi dapat mengurangi daya tarik game, sementara terlalu menghibur bisa mengaburkan pesan budaya.
  • Penerjemahan nilai budaya ke dalam gameplay: Nilai-nilai seperti tanggung jawab atau keadilan sulit divisualisasikan tanpa reduksi makna.
  • Akses teknologi di kalangan anak-anak: Tidak semua anak memiliki perangkat memadai atau waktu luang untuk mengakses game edukatif.

Meskipun demikian, pengembangan seperti ini penting untuk terus dieksplorasi, karena membuka ruang bagi pendekatan-pendekatan baru dalam edukasi budaya.

Potensi Dampak dan Kontribusi

Sebagai sebuah produk inovatif, Digitaka diharapkan memberikan kontribusi dalam beberapa aspek berikut:

  • Edukasi budaya: Membantu anak-anak mengenal cerita rakyat dan nilai-nilai moral yang terkandung di dalamnya.
  • Pelestarian tradisi: Menjadi media pelestarian budaya lokal yang disesuaikan dengan zaman digital.
  • Penguatan literasi digital: Meningkatkan kemampuan anak-anak dalam menggunakan teknologi untuk tujuan edukatif, bukan sekadar hiburan.
  • Peningkatan kreativitas lokal: Mendorong lahirnya lebih banyak produk digital berbasis budaya dari pengembang lokal.

Kesimpulan

Digitaka hadir sebagai upaya strategis untuk menjembatani warisan budaya Indonesia dengan kebutuhan dan minat generasi muda masa kini. Melalui desain game yang berfokus pada cerita rakyat Aji Saka, Digitaka menggabungkan aspek edukatif, moral, dan hiburan dalam satu media interaktif.

Jika berhasil direalisasikan, game ini diharapkan dapat berkontribusi pada:

  • Penguatan identitas budaya anak-anak Indonesia.
  • Diversifikasi media pelestarian budaya berbasis teknologi.
  • Tumbuhnya minat pengembang game lokal untuk mengeksplorasi konten berbasis budaya.

Pengembangan lebih lanjut diperlukan untuk mengukur dampak nyata produk terhadap pemahaman budaya, dan untuk memperluas jangkauan distribusi ke sekolah maupun platform digital yang lebih luas.

Lebih jauh lagi, Digitaka juga membuka ruang untuk perluasan konten di masa mendatang. Cerita rakyat dari berbagai daerah lain di Indonesia dapat diadaptasi menggunakan kerangka dan sistem yang sama, membentuk sebuah ekosistem game edukatif berbasis budaya nusantara. Misalnya, kisah Malin Kundang, Timun Mas, atau Ratu Kalinyamat dapat dihadirkan dalam episode-episode baru atau sebagai tokoh dan level tambahan. Hal ini tidak hanya memperkaya konten, tetapi juga memperluas cakupan edukasi lintas budaya kepada pengguna.

Selain itu, dengan meningkatnya pemahaman internet dan kolaborasi antar pelajar melalui teknologi, game ini juga berpotensi dikembangkan ke arah cooperative multiplayer, di mana dua pemain dapat menyelesaikan misi budaya secara bersama. Integrasi leaderboard dan sistem diskusi mini dapat menjadi sarana bagi anak-anak untuk saling berbagi pengetahuan budaya.

Di tengah derasnya arus globalisasi, keberadaan produk digital lokal seperti Digitaka bukan hanya penting sebagai media hiburan atau edukasi, tetapi juga sebagai representasi identitas bangsa di dunia maya. Pelestarian budaya kini tidak cukup dilakukan hanya lewat teks dan lisan, melainkan harus ikut mewarnai ruang digital tempat generasi muda hidup sehari-hari.

Disusun oleh: Rava Radithya Razan
Universitas Komputer Indonesia

Referensi

Aprilia, P., Wahyu, D., & Dewi, C. (2025). Aji Saka: Pahlawan, Legenda, dan Warisannya dalam Kebudayaan Jawa. Universitas Lambung Mangkurat.

Gilang Pratama, P., Santyadiputra, G. S., Windu, M., & Kesiman, A. (2020). Panji Sakti: The King of Buleleng. INSERT Journal, 1(1).

Husniah, L., Pratama, B. F., & Wibowo, H. (2018). Gamification and GDLC for Folklore Games. Kinetik: Game Technology, Information System, Computer Network, Computing, Electronics, and Control, 3(4), 351–358.

Prensky, M. (2001). Digital Game-Based Learning. McGraw-Hill.

Ramadan, R., & Widyani, Y. (2013). Game Development Life Cycle Guidelines. IEEE ICACSIS, 95–100.