Dari Aksi Sosial ke Inovasi Teknologi: Perjalanan Karang Taruna Desa Pamekaran dalam Mencegah Jamur Hitam

📰 PAMEKARAN, KAB. BANDUNG —

Di tengah sunyi pedesaan Pamekaran, Kabupaten Bandung, muncul terobosan cerdas dari para pemuda desa. Melalui kolaborasi Karang Taruna dan tim PKM UNIKOM, teknologi kecerdasan buatan kini hadir untuk melawan ancaman jamur hitam—membuktikan bahwa inovasi tak harus lahir dari kota besar.

🌍Ketika Jamur Hitam Tak Lagi Sekadar Isu Kota

Siapa sangka, di balik indahnya sawah, rimbunnya kebun, dan kesejukan pagi Desa Pamekaran, ada ancaman tak terlihat yang mengintai: jamur hitam. Bukan jamur biasa, melainkan mucormycosis—jamur berbahaya yang bisa tumbuh subur di lingkungan lembap dan menyerang kesehatan manusia, khususnya yang memiliki daya tahan tubuh lemah.

Tapi tenang, ini bukan kisah horor. Ini kisah perubahan. Dan tokoh utamanya? Karang Taruna!

🌾 Mengangkat Isu yang Sering Diabaikan

Desa Pamekaran, sebuah wilayah di pinggiran kabupaten yang dikelilingi sawah dan hutan kecil, menyimpan keindahan sekaligus tantangan. Suasana asri dan udara sejuk seakan menutupi masalah kesehatan lingkungan yang diam-diam membayangi masyarakat. Salah satu yang paling tidak disadari adalah keberadaan jamur hitam (mucormycosis), jenis jamur berbahaya yang bisa menyerang sistem pernapasan manusia.

Jamur ini tumbuh di lingkungan yang lembap, gelap, dan kurang sirkulasi udara—tempat-tempat yang sayangnya masih banyak dijumpai di rumah-rumah warga desa. Kondisi ini diperparah oleh rendahnya literasi masyarakat tentang jamur dan kebersihan mikro.

Isu ini menjadi titik awal inisiatif kami, tim Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) dari UNIKOM, untuk menyusun program pengabdian yang bukan hanya menyentuh aspek kesehatan, tetapi juga memberdayakan potensi lokal: Karang Taruna.

💡 Dari Ide Sederhana ke Aksi Nyata

“Bagaimana jika kita menciptakan alat yang bisa mendeteksi potensi jamur sebelum jamurnya muncul?.” Terdengar seperti film fiksi ilmiah, tetapi berkat kemajuan teknologi, khususnya Artificial Intelligence (AI), ide ini bukan lagi hal yang mustahil.

Kami menciptakan aplikasi Peka Toksin berbasis AI—sebuah sistem yang mampu memindai lingkungan dari citra visual (foto) untuk mendeteksi area dengan tingkat kelembapan dan kerentanan tinggi terhadap tumbuhnya jamur hitam.

Yang lebih menarik lagi, kami tidak ingin alat ini hanya menjadi alat “keren” yang digunakan oleh mahasiswa. Kami ingin alat ini dimiliki dan dikuasai oleh masyarakat, terutama oleh Karang Taruna sebagai agen perubahan desa.

👨‍💻 Pelatihan: Dari Pemuda Biasa Menjadi Agen Inovasi

Kami mengawali proses dengan pelatihan intensif kepada Karang Taruna. Materi pelatihan dibagi menjadi tiga sesi utama:

  • Pengenalan Jamur Hitam dan Lingkungannya
    Kami memaparkan apa itu jamur hitam, bagaimana ia berkembang, dan bahaya kesehatannya.
  • Dasar-Dasar AI dan Aplikasi Peka Toksin
    Karang Taruna diajarkan bagaimana sistem AI bekerja, khususnya untuk deteksi visual berbasis machine learning. Kami juga melatih penggunaan aplikasi yang telah kami bangun.
  • Simulasi Lapangan dan Edukasi Masyarakat
    Para peserta pelatihan langsung turun ke lapangan untuk memotret area sekitar desa, menjalankan aplikasi, dan menyampaikan hasil deteksi ke masyarakat.

Awalnya mereka ragu, namun setelah sesi kedua dan ketiga, semangat mereka luar biasa. Mereka menyadari bahwa teknologi bukan hal yang asing, melainkan alat yang bisa memperkuat aksi sosial mereka selama ini.

🔍 Uji Coba Lapangan: Teknologi Bertemu Realita

Setelah para anggota Karang Taruna menyelesaikan pelatihan, kami mengajak mereka untuk langsung praktik di lapangan. Ada lima titik lokasi yang dipilih berdasarkan pengamatan awal dan laporan warga:

  • Rumah warga yang dindingnya lembap akibat kebocoran atap
  • Dapur dengan ventilasi minim
  • Kamar mandi

Dengan menggunakan kamera ponsel dan aplikasi peka toksin berbasis AI, para peserta melakukan pemindaian langsung. Hasilnya cukup mengejutkan:

  • Tiga lokasi menunjukkan tingkat risiko tinggi berdasarkan pola visual pada tembok, lantai, dan kelembapan ruang
  • Warga yang melihat prosesnya langsung merasa “terpanggil” untuk ikut membersihkan lokasi yang terdeteksi
  • Setelah dibersihkan dan diberi ventilasi tambahan, kondisi tempat tersebut kembali aman dan layak

Salah satu warga bahkan berkata:

“Baru kali ini saya tahu kalau jamur di pojokan rumah bisa jadi bahaya… Untung anak-anak Karang Taruna sigap.”

🧠 Kami Belajar, Kami Bangkit

Kolaborasi ini bukan sekadar proyek kampus. Ini adalah titik balik. Kami, anak-anak muda yang biasanya hanya memegang toa atau menata kursi rapat, kini belajar hal yang tidak pernah kami bayangkan: Artificial Intelligence.

Tim PKM membawa alat sederhana: sebuah aplikasi peka toksin yang bisa mendeteksi potensi lingkungan berjamur hanya dari foto. Aplikasi itu bisa membaca tekstur tembok, pencahayaan, dan kelembapan dari gambar.

Kami diajari bagaimana cara kerja sistemnya, bagaimana cara mengambil gambar yang tepat, hingga bagaimana menjelaskan hasilnya ke warga.

Dan di sinilah titik paling menarik:

“Kami belajar menjadi jembatan antara teknologi dan masyarakat.”

🔍 Misi Lapangan: Bukan Lagi Ronda Biasa

Setelah pelatihan, kami membentuk “Tim Patroli Lingkungan Karang Taruna” — misi kami sederhana: cari, deteksi, edukasi, bersihkan.

Kami memetakan desa menjadi beberapa zona:

  • Zona padat rumah tua
  • Zona dekat sungai
  • Zona gudang & pertanian

Dari 20 titik awal yang kami kunjungi, 8 titik menunjukkan potensi tinggi pertumbuhan jamur. Beberapa lokasi bahkan sudah menampakkan jamur kecil berwarna hitam di dinding lembap.

Dengan izin warga, kami membantu membersihkan lokasi tersebut. Kami juga membawa poster edukatif, menggelar obrolan ringan, bahkan membuat kuis berhadiah sederhana untuk anak-anak agar mereka ikut peduli.

📢 Warga Mulai Bicara, Bukan Sekadar Mendengar

Awalnya kami khawatir. Apa warga mau mendengar anak-anak muda bicara soal jamur dan AI? Ternyata, justru pendekatan kami yang nonformal dan ramah itulah yang membuka hati mereka.

“Kalau anak muda ngomong, saya biasanya anggap becanda. Tapi ini beda, ada ilmunya, ada buktinya.” — Bu Imas

Tak hanya mendengar, warga juga mengajak kami diskusi. Mereka menunjukkan tempat penyimpanan, kamar mandi, bahkan kebun belakang yang menurut mereka bisa dicek. Mereka aktif bertanya dan menyimak, bahkan beberapa langsung membeli pengharum dan pengering ruangan kecil setelah diedukasi.

🎯 Dampaknya? Terasa, Bukan Sekadar Tercatat

Dari 2 bulan kegiatan ini, inilah hasilnya:

  • 95% warga di zona utama mengetahui bahaya jamur hitam
  • 6 rumah direnovasi ringan dengan ventilasi tambahan
  • Aplikasi AI digunakan oleh 17 orang selain tim Karang Taruna
  • 1 forum warga terbentuk khusus untuk isu kebersihan lingkungan

🔭 Mimpi Baru Kami

Kami ingin program ini berkembang. Kami ingin setiap desa punya tim muda seperti ini. Kami ingin aplikasi ini masuk ke HP kader kesehatan, perangkat desa, hingga orang tua yang mungkin takut teknologi.

Mimpi kami sederhana:

“Tidak ada lagi jamur tumbuh karena ketidaktahuan.”

Dan siapa yang memulainya? Karang Taruna—anak-anak muda yang dulu hanya ditugasi beli spanduk, kini mengajak warga bicara soal AI dan kesehatan lingkungan.

🤝 Teknologi yang Menghubungkan, Bukan Memisahkan

Satu hal yang tidak kami duga dari program ini adalah: bagaimana teknologi justru memperkuat relasi antarwarga, bukan memisahkannya.

Awalnya kami berpikir, pembicaraan tentang AI, deteksi visual, dan pola kelembapan hanya akan nyambung ke kalangan muda. Tapi ketika kami mengajak ibu-ibu PKK dan para tetua kampung ikut melihat bagaimana aplikasi bekerja, mereka malah jadi paling antusias.

Pak Atung, salah ketua rw setempat, bahkan berkata:

“Ini seperti punya mata tambahan. Dulu kalau dinding kotor, ya tinggal dilap. Sekarang saya tahu, kadang di situ bisa ada bibit penyakit.”

Hal-hal kecil seperti ini mengubah cara pandang banyak warga. Mereka jadi tidak malu bertanya, lebih terbuka, dan mulai saling mengingatkan sesama tetangga. Beberapa rumah bahkan sekarang saling bantu untuk saling cek dan berbagi bahan alami anti-jamur, seperti cuka putih dan daun sirih rebus.

💬 Cerita dari Dalam: Refleksi Kami Sebagai Pemuda Desa

Bagi kami sendiri, anak-anak Karang Taruna, pengalaman ini lebih dari sekadar menjalankan program. Ini adalah proses pendewasaan sosial dan emosional.

Kami belajar banyak:

  • Tentang bagaimana cara menyampaikan informasi tanpa menggurui
  • Tentang bagaimana menjadi pendengar sebelum menjadi penyampai
  • Tentang bagaimana teknologi tidak bisa berdiri sendiri tanpa rasa peduli

Ada rasa bangga yang tak bisa diukur ketika melihat warga mulai mempraktikkan apa yang kami sampaikan. Itu mungkin bukan hal besar bagi orang luar. Tapi bagi kami, itu adalah bukti bahwa perubahan sedang berjalan—secara senyap tapi nyata.

🌅 Dari Kampung untuk Masa Depan: Ketika Warga dan Pemuda Satu Suara

Kami percaya, setiap desa punya potensi. Tapi tidak semua desa punya keberanian untuk mengubah kebiasaan lama yang dianggap ‘sudah biasa’. Desa Pamekarn pernah berada di titik itu—sampai kami mulai menyadari bahwa menjaga lingkungan bukan sekadar urusan estetika, tapi soal hidup sehat dan bertahan dari ancaman kecil yang tak terlihat.

Bersama Karang Taruna dan bimbingan dari Tim PKM UNIKOM, semangat itu tumbuh. Tidak meledak-ledak seperti demonstrasi, tapi mengalir perlahan seperti air irigasi yang sabar menghidupi sawah.

Yang dulu malas membuka jendela pagi, kini rajin menjemur kasur.
Yang dulu membiarkan pojokan rumah berjamur, kini mencari cara mengatasinya.
Yang dulu menganggap pemuda desa hanya bisa jadi panitia lomba, kini menyapa mereka dengan panggilan baru:

“Tim yang bawa alat deteksi jamur.”

Lucu, ya. Tapi menyenangkan.

🧭 Refleksi: Ini Lebih dari Sekadar Teknologi

Kami tidak pernah menyangka bahwa aplikasi sederhana berbasis AI bisa membawa pengaruh sebesar ini. Tapi ternyata, alat hanyalah pemicu. Yang membuat semuanya berjalan adalah:

  • Komunikasi yang jujur
  • Kolaborasi yang setara
  • Komitmen untuk tidak berhenti di tengah jalan

Kini kami percaya, transformasi desa bukan tentang hadirnya sinyal 5G atau pembangunan gedung baru. Tapi tentang pola pikir baru, yang berani membuka diri terhadap hal-hal baru yang dulu dianggap tidak mungkin.

🏁 Penutup: Dari Deteksi ke Dedikasi

Apa yang kami mulai dengan satu aplikasi sederhana, kini telah tumbuh menjadi gerakan kecil yang berarti.

“Kami bukan penemu, bukan pula ahli teknologi. Kami hanyalah pemuda desa yang percaya bahwa perubahan dimulai dari keberanian untuk peduli.”

Melalui AI, kami belajar membaca dinding dan kelembapan. Tapi lebih dari itu, kami belajar membaca tanda-tanda harapan—bahwa desa pun bisa adaptif, inovatif, dan kolaboratif.

Kami tidak hanya mencegah jamur hitam. Kami sedang menumbuhkan sesuatu yang lebih besar:

Budaya baru di desa yang sehat, cerdas, dan saling jaga.

Karang Taruna telah membuktikan:

“Dengan semangat gotong royong, dengan keberanian belajar, dan dengan teknologi yang merakyat— desa bisa jadi pusat perubahan.