- Apa Itu Wabi & Sabi :
Wabi Sabi adalah sebuah konsep filosofi Jepang yang berfokus untuk menemukan keindahan dalam kesederhanaan, ketidaksempurnaan, dan kesementaraan.
Kata Wabi mengacu pada kesederhanaan, ketidakmewahan, dan kesederhanaan yang merujuk pada kebahagiaan yang ditemukan dalam kesederhanaan dan kesementaraan. Sedangkan, kata Sabi berkaitan dengan kesendirian, kesunyian dan ketenangan. Ini merujuk pada perasaan atau suasana hati yang muncul ketika kita merenung dalam ketenangan.
Ketika digunakan bersama-sama dalam konteks Wabi Sabi, istilah ini menggambarkan pandangan tentang keindahan yang ditemukan dalam kesederhanaan, ketidaksempurnaan, dan ketenangan. Konsep ini mencerminkan apresiasi terhadap hal-hal alamiah yang terjadi dalam kehidupan, bahwasanya dalam hidup ini sarat akan ketidakabadian dan ketidaksempurnaan. Alih-alih mengutuk ketidaksempurnaan, Wabi Sabi mengajarkan untuk merayakannya.
- Asal Usul “WABI” :
Seiring berkembangnya frasa, “wabi” mulai diterjemahkan menjadi “apresiasi untuk kesederhanaan atau keadaan alami”. Menurut filsuf Alan Watts, wabi melambangkan semacam kesepian.
Buku ini sengaja ditulis dalam bahasa Inggris untuk memperkenalkan budaya teh Jepang. Dalam buku tersebut, Okakura menggambarkan wabi sebagai “tidak sempurna” atau “tidak lengkap”, tetapi memiliki potensi untuk berkembang.
- Asal Usul “SABI” :
“Sabi” berasal dari kata kerja Jepang “sabu”, yang berarti “merosot” atau “kehilangan kilaunya seiring waktu”. Namun, ini tidak selalu berarti buruk, karena dapat menyiratkan keakraban yang hangat. Kata sabi berangsur-angsur dikaitkan dengan tempat-tempat sunyi, tanpa kehadiran manusia. Melalui hal inilah kita dapat menyimpulkan bahwa sabi adalah sesuatu yang mirip dengan kesunyian seseorang saat mengamati keadaan alamiah dunia.
- Sejarah Wabi & Sabi :
Wabi Sabi pertama kali muncul dalam dinasti Tiongkok pada 960-1279 M. Pada awalnya, Wabi Sabi merupakan konsep Buddhisme Zen. Wabi Sabi mengajarkan tentang penerimaan yang lebih santai mengenai kefanaan dunia dengan menyukai ketidaksempurnaan hidup.
Sebelumnya, Wabi Sabi merupakan konsep yang terpisah. Wabi adalah cara untuk mengapresiasi suatu keindahan. Sementara itu, Sabi adalah penggambaran mengenai waktu yang memengaruhi kerusakan. Misalnya, barang-barang lama yang sudah rusak dan akhirnya dipandang sebagai keindahan karena penuaan. Sekitar 700 tahun lalu, penerimaan kekosongan dan ketidaksempurnaan bangsawan Jepang dihormati sebagai suatu langkah awal menuju pencerahan.
- Filosofi Wabi & Sabi :
Wabi-Sabi pertama kali muncul dalam konteks seni dan filosofi Zen Buddhism pada abad ke-15 di Jepang. Ini terkait dengan praktik-praktik Zen yang menekankan kesederhanaan, meditasi, dan pencarian kesunyian spiritual. Seiring waktu, konsep Wabi-Sabi meresap dalam seni, arsitektur, dan tata letak interior Jepang.
Seniman dan arsitek mulai menciptakan karya seni yang mencerminkan prinsip-prinsip Wabi Sabi, dengan menggunakan bahan-bahan alami, bentuk dan pola sederhana, dan apresiasi terhadap ketidaksempurnaan.
Selain itu, filosofi Wabi Sabi juga menjadi bagian dari gaya hidup Jepang. Konsep ini mempengaruhi cara orang Jepang mendekorasi rumah, merayakan upacara teh (chanoyu), dan melibatkan diri dalam praktik seni Zen.
- Ajaran Buddha, Dan Keindahan Yang Tidak Sempurna :
Wabi-sabi juga terhubung dengan Buddhisme Zen dan tercermin dalam bentuk puisi Jepang yang juga dikenal sebagai “haiku”. Penyair terkenal Matsuo Basho berbicara tentang sebuah kolam tenang yang bergema karena katak yang menyelam; kuburan prajurit yang terlupakan dikelilingi oleh rerumputan tinggi; atau batu sunyi yang diiringi oleh kicau jangkrik. Melalui haiku-nya, Basho menangkap perasaan sabi yang mengekspresikan kesendirian, keindahan alam, berlalunya waktu, dan sifat kehidupan yang terus berubah.
Perasaan ini memiliki ikatan dengan ajaran Buddha tentang kehidupan itu sendiri. Ditandai oleh tiga kebenaran: ketidakabadian, penderitaan, dan kekosongan. Alih-alih merana dengan mengasihani diri sendiri, wabi-sabi menemukan cara lain untuk menjelaskan daya tarik konsep-konsep yang tak terelakkan ini. Jika kita tidak dapat menghindarinya, nikmatilah, dan sadari kedamaian dari mengikhlaskan.
Seperti kata pepatah, “keindahan ada di mata yang melihatnya”, dan “tidak ada yang sempurna”. Wabi-sabi menawarkan kepada kita cara untuk menghargai berbagai bentuk keindahan bukan melalui pesonanya, melainkan melalui ketidaksempurnaannya. Membawa objek atau pengalaman lebih dekat ke kenyataan, dan membuatnya lebih nyata dan lebih menyenangkan.
- Kintsugi :
Wabi-sabi juga sering dikaitkan dengan cangkir dan mangkuk teh, tetapi dengan cara yang sangat khusus. Budaya Tiongkok yang menghasilkan mangkuk teh alami dan tidak sempurna menjadi populer di Jepang, konsep tersebut mempercantik lapisan keramik yang sudah pecah.
Ketika dihadapkan dengan tembikar rusak, orang lain secara alami akan cenderung membuang potongan-potongan itu dan membeli yang baru. Di sisi lain, orang Jepang, dengan pikiran untuk wabi-sabi, melihat kesempatan untuk kehidupan baru melalui proses yang dikenal sebagai “kintsugi”.
Kintsugi berarti memperbaiki mangkuk teh yang rusak dengan lapisan emas, memberi mereka kesempatan untuk hidup lain. Kintsugi sering disebut sebagai wujud dari wabi-sabi. Tindakan menyoroti retakan dengan logam mulia seperti emas adalah bukti kehidupan objek, memperlihatkan ketidaksempurnaan daripada mencoba menyembunyikannya.
- Karakteristik Wabi & Sabi :
Dalam konteks Wabi Sabi, terdapat sejumlah karakteristik yang terkait dengan konsep Wabi Sabi. Karakteristik ini membantu untuk mendefinisikan dan memahami bagaimana filosofi Wabi Sabi tercermin dalam seni, arsitektur, dan kehidupan sehari-hari.
Karakteristik tersebut di antaranya:
- Kesederhanaan, adalah prinsip untuk mengedepankan kesederhanaan dalam kehidupan sehari-hari, menekan hal-hal yang tidak diperlukan, seadanya, dan mengajarkan untuk menghargai keaslian.
- Kesunyian, adalah prinsip untuk membiasakan diri melakukan kontemplasi dengan tujuan untuk memberikan ruang bagi diri sendiri berada dalam ruang sepi, hingga menemukan ketenangan.
- Keterhubungan dengan Alam, adalah salah satu aspek yang mengajarkan kita untuk menghargai keindahan alam, merenung tentang siklus kehidupan, dan merasa terhubung dengan dunia alam yang ada di sekitar kita.
- Kesementaraan, adalah prinsip bahwasanya segala sesuatu itu tidak ada yang abadi. Dengan kata lain, kehidupan itu singkat, dan Wabi Sabi mengingatkan kita akan sifat sementara dari segala sesuatu yang ada di dunia ini.
- Wabi Sabi Dalam Kehidupan Sehari-Hari :
- Menggunakan bahan-bahan alami seperti kayu, batu, bambu, dan kertas dalam elemen dekorasi seperti lantai, dinding, dan furnitur. Kayu dengan tekstur kasar atau batu dengan permukaan yang tidak sempurna semakin menegaskan sentuhan konsep filosofi Wabi Sabi.
- Memilih palet warna cat rumah yang terinspirasi oleh alam, seperti warna tanah, daun, atau langit senja. Warna-warna alami ini menciptakan perasaan kedamaian dan keterhubungan dengan alam.
- Memilih furniture dengan desain sederhana yang menekankan fungsi daripada hiasan belaka. Furniture kayu dengan sentuhan alamiah seperti goresan atau simpul kayu yang tampak masih kasar bisa lebih memancarkan estetika Wabi Sabi.
- Menggunakan tekstur kasar dalam elemen dekoratif seperti bantal, selimut, atau karpet. Tekstur ini menambahkan elemen kehangatan dan ketidaksempurnaan ke dalam ruangan khas Wabi Sabi.
- Menampilkan barang-barang hasil kerajinan tangan atau barang-barang antik yang memiliki karakter dan cerita sejarahnya sendiri. Barang-barang ini dapat memberikan sentuhan keunikan dan keindahan filosofi Wabi Sabi ke dalam ruangan.
- Menambahkan unsur-unsur alam seperti potongan kayu, batu sungai, atau tanaman hidup ke dalam dekorasi rumah. Unsur-unsur alam ini bisa memberikan perasaan keterhubungan dengan alam dan menyegarkan lingkungan rumah.
- Menyediakan ruang-ruang kosong dalam rumah. Keberadaan ruang kosong menciptakan perasaan ketenangan dan memungkinkan pikiran untuk merenung dan bersantai.
- Memanfaatkan pencahayaan alami sebanyak mungkin dengan penggunaan jendela besar atau pintu geser kaca. Hal ini memungkinkan cahaya matahari masuk dan menciptakan suasana yang hangat dan alami.
- Jika memiliki furnitur atau barang-barang yang mengalami kerusakan ringan, seperti keramik retak atau kayu berbekas goresan, jangan terburu-buru untuk membuangnya. Kerusakan ini dapat menambah karakter yang mencerminkan konsep Wabi Sabi.
- Memilih karya seni yang mencerminkan estetika filosofi Wabi Sabi untuk mendekorasi ruangan, seperti lukisan dengan sapuan cat yang kasar atau karya seni lain yang menekankan kesederhanaan dan ketidaksempurnaan.
- Gaya Hidup :
- Memilih barang-barang yang memiliki nilai fungsi dan bermakna. Hindari penambahan barang yang tidak perlu.
- Mempertimbangkan membeli barang-barang yang berkualitas tinggi yang akan bertahan lama, daripada banyak barang murah yang cepat rusak.
- Menerima dan menghargai ketidaksempurnaan dalam diri sendiri dan dalam diri orang lain. Setiap orang memiliki keunikannya sendiri.
- Jika memiliki barang yang mengalami kerusakan atau keausan ringan, pertimbangkan untuk memperbaikinya daripada menggantinya.
- Menyempatkan diri untuk menghabiskan waktu di alam dan nikmati keindahan alam sekitar. Berjalan-jalan di hutan, berenang di laut, atau duduk di taman dapat membantu meresapi kedekatan dengan alam.
- Bertani atau berkebun untuk merasakan siklus alamiah pertumbuhan dan perubahan.
- Mempraktikkan meditasi atau yoga untuk menciptakan momen ketenangan dan refleksi dalam hidup.
- Memilih aktivitas yang cenderung bertempo lambat namun bisa dijadikan momen untuk merenung, seperti membaca, merajut, atau melukis.
- Mengurangi penggunaan gadget dan media sosial. Luangkan waktu untuk berinteraksi langsung dengan orang lain dan menjalani momen kehidupan nyata.
- Membatasi penggunaan perangkat elektronik sebelum tidur untuk meningkatkan tidur yang berkualitas.
- Menjadi diri sendiri, jujur, dan apa adanya. Hindari kepura-puraan atau berusaha menunjukkan citra diri yang tidak perlu.
- Jangan takut untuk mengejar minat atau hobi yang memang dinikmati dan disukai.
- Menghargai waktu dengan banyak menghabiskan waktu bersama orang-orang yang dicintai. Hindari terlalu sibuk dengan pekerjaan atau aktivitas yang tidak penting.
- Menikmati momen kecil dan bisa menyisihkan waktu untuk sekadar bersantai dan menikmati hidup.
- Wabi & Sabi Dalam Arsitektur Modern :
- Church of the light di Ibaraki, Osaka adalah salah satu bangunan karya Tadao Ando yang menggunkan beton sebagai bahan utama dalam bangunannya. Penggunaan beton ini tidak untuk menciptakan kesan kekuatan ataupun kemegahan, melainkan untuk menciptakan kesan ketenangan dan kesederhanaan. Dalam desain church of the light menggunakan beton yang dipadukan dengan pencahayaan alami yang masuk melalui celah berbentuk salib di dinding gereja. Bangunan yang dibuat oleh Tadao Ando tidak memiliki dekorasi yang benar benar mencolok, namun meskipun begitu perpaduan antar beton dan permainan Cahaya yang diberikan, dapat meciptakan ruang yang tenang dan selaras dengan konsep wabi sabi.
- Chichu Art Museum yang juga salah satu bangunan karya Tadao Ando yang terletak di pulau Naoshima. Chichu art musem dibangun sebagaian besar dibangun dibawah tanah, sebagai desain yang meminimalkan visualnya. Adanya pembangunan dengan konsep tersebut, selaras demgan prinsip wabi sabi yaitu kesederhanaan dan kerendahan hati, yang memungkinkan museum berdampingan dengan alam. Penggunaan beton juga masih di gunakan oleh Tadao Ando untuk Chichu Art Museum sebagai bahan utamanya. Beton menunjukan ketidaksempurnaan dari bahan alami, yang menekankan desainnya pada keindahan material yang kasar dan tidak murni namun memiliki makna yang sama dengan wabi sabi yaitu keindahan didalam ketidaksempurnaan.
- Keseimbangan Antara Tradisi Jepang Dan inovasi :
Wabi Sabi yang sudah menjadi prinsip tradisional dan sudah ada di Jepang sejak jaman dahulu memiliki berbagai tantangan, salah satunya yaitu bagaimana konsep wabi sabi diterpakan dalam berbagai arsitektur modern, yang dimana pada masa modern banyak penggunaan alat dan bahan canggih yang dapat digunakan dalam karya bangunan ataupun yang lain. Dalam banyak proyek arsitektur, keseimbangan adanya tradisi dan inovasi menjadi fokus utama pada arsitek. Arsitek modern yang menerapkan konsep wabi sabi sering kali menghadapi tantangan dalam menciptakan ruang yang sederhana dan tidak sempurna, namun tetap harus memenuhi kebutuhan masyarakat yang modern dan kompleks.
Karya bangunan pusat perbelanjaan yang dirancang oleh Yoshio Taniguchi yaitu GINZA SIX, merupakan salah satu contoh karya yang menggunakan keseimbangan antara modernitas dan konsep wabi sabi. Bangunan yang diberikan terlihat modern dan megah, namun desain interiornya tetap memperlihatkan elemen kesederhaan dan kesunyian, sesuai dengan filosofi konsep wabi sabi. Unsur kayu dan ruang yang terbuka dan elemen dari futuristic menjadikan pusat perbelanjaan ginza six contoh dari konsep wabi sabi yang dapat diterpakan dalam zaman yang modern.
- Kesimpulan :
Wabi dan sabi adalah dua konsep estetika yang sangat mendalam dan kaya akan makna dalam budaya Jepang. Kedua konsep ini mengajarkan kita untuk menghargai kesederhanaan, ketidaksempurnaan, dan proses kehidupan itu sendiri. Dalam seni, desain, dan kehidupan sehari-hari, wabi-sabi mengajarkan kita untuk menerima bahwa segala sesuatu bersifat sementara dan tidak sempurna, dan bahwa keindahan sejati dapat ditemukan dalam hal-hal yang sederhana dan alami. Dalam dunia yang penuh dengan kesibukan dan pencarian kesempurnaan, filosofi wabi-sabi memberikan sebuah pandangan hidup yang lebih tenang, tulus, dan penuh penerimaan.
Wabi-sabi tampaknya menawarkan harapan kepada dunia modern kita di mana media sosial memproyeksikan kehidupan yang sempurna melalui foto-foto yang direkayasa. Wabi-sabi membalasnya dengan konsep kebahagiaan yang sederhana, refleksi yang tenang, dan apresiasi terhadap hal lama dan usang di atas yang baru dan berkilau.
Konsep wabi sabi juga mengajarkan bahwa keindahan tidak hanya terletak pada kesempurnaan, melainkan keindahan juga terdapat pada ketidaksempurnaan, kesederhanaan, dan hal- hal yang bersifat sementara dari kehidupan kita. Ini terlihat dalam karya-karya milik arsitek Jepang yang terkenal, memadukan bahan alami dan desain yang harmonis dengan lingkungan. Dalam konteks modern, desain seperti ginza six menunjukan bagaimana konsep wabi sabi dapat beradaptasi juga dalam zaman yang sudah modern, dan tidak menghilangkan nilai-nilai estetikanya. Dengan demikian konsep wabi sabi tidak hanya sekedar konsep estetika, tetapi juga sebuat filosofi hidup untuk menghargai keindahan dalam ketidaksempurnaan dan hubungan harmonis dengan alam. Hal ini juga dapat mengingatkan kita pentingnya menciptakan ruang yang lebih bermakan dan berkelanjutan dalam era yang semakin modern.
- SUMBER :
- https://japanesestation.com/culture/tradition/wabi-sabi-konsep-estetika-kehidupan-jepang-menghargai-ketidaksempurnaan
- https://pandaikotoba.net/mengenal-filosofi-wabi-sabi-dari-jepang/
- https://kumparan.com/stefanybintangp/wabi-sabi-dalam-arsitektur-estetika-era-desain-modern-23gn0KMjHbS/full
- https://kumparan.com/berita-unik/wabi-sabi-filosofi-jepang-yang-menghargai-kehidupan-1vsNVniRz3q/full