Amanita: Aplikasi Inovatif Peta Zona Rawan untuk Perlindungan Perempuan dan Anak


Isu kekerasan terhadap perempuan dan anak masih menjadi salah satu tantangan terbesar di ruang publik, terutama di kota-kota besar yang padat dan dinamis. Berdasarkan data dari Komnas Perempuan, ribuan kasus kekerasan terhadap perempuan tercatat setiap tahun, baik di ruang domestik maupun publik. Sayangnya, angka ini diyakini hanyalah puncak dari gunung es, karena banyak kasus lainnya tidak tercatat akibat minimnya pelaporan. Banyak korban memilih diam karena takut akan stigma sosial, tekanan dari pelaku, atau ketidaktahuan tentang bagaimana dan ke mana harus melapor. Hal ini menyebabkan ruang publik menjadi tempat yang penuh ketidakpastian, terutama bagi kelompok rentan.

Tak hanya itu, masyarakat umum pun kerap kali tidak menyadari bahwa mereka sedang berada di lingkungan yang berisiko. Tidak adanya informasi real-time atau peta risiko membuat banyak orang tetap melintasi jalur yang sebenarnya memiliki riwayat kejadian kekerasan. Padahal, jika masyarakat bisa saling berbagi informasi dan pengalaman secara terbuka dan terstruktur, maka potensi pencegahan akan meningkat secara signifikan. Situasi ini menunjukkan pentingnya pendekatan baru yang tidak hanya fokus pada penanganan korban pascakejadian, tetapi juga pada pencegahan dini berbasis partisipasi publik dan dukungan teknologi yang mudah diakses.

Melihat urgensi tersebut, tim mahasiswa dari Universitas Komputer Indonesia melalui Program Kreativitas Mahasiswa – Karya Inovatif (PKM-KI), menginisiasi pengembangan Amanita: Aplikasi Mobile Metode Participatory Mapping Lokasi Dengan Alarm Zona Rawan Guna Rekomendasi Jalan Aman Untuk Perlindungan Perempuan dan Anak. Aplikasi ini tidak hanya mengajak masyarakat untuk aktif melaporkan lokasi terjadinya kekerasan, tetapi juga mengolah data tersebut secara kolektif menjadi sistem pemetaan zona rawan yang dapat membantu masyarakat menghindari risiko sebelum terjadi.

Amanita dikembangkan sebagai bentuk kontribusi nyata mahasiswa dalam menjawab persoalan sosial yang kompleks. Dengan menggabungkan pendekatan berbasis komunitas (community-based mapping), teknologi GPS, notifikasi peringatan, dan analisis jalur aman, aplikasi ini berupaya menciptakan ruang publik yang lebih aman, inklusif, dan tanggap terhadap kebutuhan perempuan dan anak-anak. Amanita bukan hanya sebuah inovasi teknologi, tetapi juga wujud keberpihakan terhadap kelompok rentan serta upaya membangun budaya saling jaga antarwarga.

Menggabungkan Teknologi dan Partisipasi Publik

Amanita dirancang sebagai aplikasi mobile yang memungkinkan masyarakat untuk melaporkan lokasi kejadian kekerasan secara langsung melalui peta digital. Setiap laporan yang masuk akan diolah dan divisualisasikan dalam bentuk zona berwarna: kuning untuk wilayah rawan ringan, oranye untuk tingkat sedang, dan merah untuk area dengan laporan kekerasan tinggi. Sistem ini memanfaatkan konsep participatory mapping, yang dalam praktiknya memberi ruang bagi warga untuk ikut terlibat dalam proses identifikasi dan pemetaan risiko secara kolektif.

Namun Amanita tidak berhenti sampai di situ. Aplikasi ini dilengkapi dengan alarm otomatis yang aktif saat pengguna berada atau mendekati zona merah. Dengan memanfaatkan teknologi GPS, aplikasi akan memberikan peringatan berupa suara atau notifikasi yang muncul di layar ponsel. Lebih dari itu, pengguna juga akan diberikan jalur alternatif agar mereka dapat menghindari area tersebut dan tetap merasa aman saat bepergian.

Fitur-fitur ini menjadikan Amanita bukan hanya alat informasi pasif, melainkan sistem perlindungan aktif yang membantu pengguna menghindari risiko sejak dini.

Pengembangan Berbasis Masalah Nyata

Ide Amanita lahir dari hasil pengamatan lapangan dan diskusi langsung dengan beberapa kelompok perempuan dan remaja di Kota Bandung. Dari wawancara tersebut, mayoritas responden menyatakan pernah mengalami atau menyaksikan kekerasan di tempat umum seperti jalanan, angkutan umum, gang sepi, atau fasilitas umum yang kurang penerangan. Namun sebagian besar dari mereka tidak pernah melaporkan kejadian tersebut karena merasa tidak tahu harus melapor ke mana atau takut tidak dipercaya.

Masukan-masukan ini menjadi dasar utama dalam merancang fitur Amanita. Salah satu fokus utama tim adalah menciptakan sistem pelaporan yang sederhana, cepat, dan aman—tanpa harus mengungkapkan identitas jika pengguna memilih untuk anonim. Selain itu, informasi yang masuk harus bisa langsung memberikan manfaat nyata, seperti perubahan tampilan peta zona rawan dan rekomendasi jalur aman secara otomatis.

Untuk tahap pengembangan awal, teknologi yang digunakan dalam Amanita meliputi:

  • Google Maps API untuk visualisasi peta,
  • GPS tracking untuk melacak lokasi pengguna secara real-time,
  • Firebase sebagai basis penyimpanan data cloud,
  • Push notification untuk sistem alarm peringatan,
  • dan algoritma pemrosesan rute untuk menyarankan jalur alternatif.

Semua teknologi ini sudah tersedia secara luas dan stabil, sehingga pengembangan aplikasi dapat dilakukan tanpa melalui proses trial and error atau riset teknologi baru.

Hasil Simulasi dan Tanggapan Awal

Meski masih dalam tahap prototipe, Amanita telah melalui simulasi awal yang melibatkan sepuluh pengguna perempuan di kawasan kota Bandung. Dalam skenario yang dirancang, peserta diminta berjalan melewati jalur yang telah diatur sebagai zona merah di dalam aplikasi. Ketika peserta mendekati zona tersebut, aplikasi membunyikan alarm dan memberikan opsi jalur lain.

Hasilnya, sembilan dari sepuluh responden menyatakan merasa terbantu dengan peringatan yang diberikan aplikasi. Mereka merasa lebih sadar akan lingkungan sekitar dan merasa lebih aman karena tahu aplikasi sedang “menjaga” mereka. Responden juga menilai bahwa tampilan aplikasi cukup intuitif dan tidak membingungkan.

Beberapa masukan tambahan yang kami terima antara lain:

  • Permintaan fitur panic button yang langsung terhubung ke keluarga atau pihak berwajib.
  • Penambahan sistem pengingat berdasarkan waktu, seperti notifikasi khusus jika pengguna bepergian malam hari di wilayah rawan.
  • Pilihan mode “teman perjalanan virtual” sebagai pendamping secara simbolis selama perjalanan.

Perbandingan dengan Produk Sejenis

Secara konsep, Amanita memiliki kemiripan dengan beberapa produk internasional seperti Safecity (India) yang juga berbasis pelaporan masyarakat. Namun, Safecity belum dilengkapi dengan sistem peringatan dan navigasi langsung yang aktif saat pengguna berada dalam situasi darurat. Di Indonesia sendiri, belum ada aplikasi publik yang khusus mengintegrasikan pelaporan kekerasan, alarm zona rawan, dan rute aman dalam satu sistem.

Berbeda dengan aplikasi pengaduan publik seperti Qlue, Amanita memang ditujukan secara spesifik untuk kasus-kasus kekerasan berbasis gender dan anak. Hal ini menjadi kekuatan sekaligus keunikan dari Amanita sebagai produk inovatif.

Potensi Implementasi di Kampus dan Komunitas Lokal

Selain ditujukan untuk masyarakat luas, Amanita juga memiliki potensi besar untuk diterapkan di lingkungan kampus dan komunitas lokal. Kampus sebagai ruang publik yang padat aktivitas, sering kali juga menjadi lokasi rawan, terutama di area parkir, lorong sepi, atau saat kegiatan malam hari. Dengan fitur pelaporan anonim dan pemetaan zona rawan, aplikasi ini dapat membantu pihak kampus dalam mendeteksi titik-titik yang perlu pengawasan tambahan atau perbaikan pencahayaan.

Lebih jauh lagi, komunitas lokal seperti RT/RW, karang taruna, hingga organisasi masyarakat juga dapat memanfaatkan data yang dihasilkan Amanita untuk membangun sistem keamanan lingkungan berbasis data. Misalnya, pos ronda atau satgas keamanan bisa menjadikan zona merah di aplikasi sebagai prioritas patroli. Hal ini membuka peluang kolaborasi antara teknologi, masyarakat, dan institusi lokal secara berkesinambungan.

Peluang Pengembangan Jangka Panjang

Dalam pengembangan jangka panjang, Amanita juga dapat diintegrasikan dengan sistem keamanan pemerintah daerah atau pihak kepolisian. Data yang dikumpulkan dari aplikasi bisa menjadi bahan pertimbangan dalam penempatan CCTV, rencana penerangan jalan, atau penyusunan rute patroli. Dengan dukungan regulasi yang tepat, Amanita bisa berperan sebagai bagian dari sistem keamanan kota berbasis masyarakat.

Kami juga melihat peluang untuk memperluas target pengguna hingga ke pelajar sekolah menengah, terutama mereka yang sering harus bepergian sendiri. Dengan tampilan antarmuka yang ramah pengguna dan edukasi yang tepat, Amanita bisa menjadi alat pendamping digital yang memperkuat rasa aman di kalangan generasi muda.

Kontribusi terhadap SDGs dan Dampak Sosial

Amanita secara langsung mendukung dua poin utama dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), yaitu:

  • SDG 5 – Kesetaraan Gender, khususnya target 5.2 tentang penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan di ruang publik.
  • SDG 11 – Kota dan Pemukiman yang Aman dan Inklusif, dengan menciptakan ruang kota yang lebih ramah dan responsif terhadap kebutuhan kelompok rentan.

Dengan melibatkan pengguna sebagai bagian dari sistem, Amanita juga membantu membangun budaya saling jaga antarwarga. Setiap laporan yang masuk adalah bentuk nyata dari kepedulian sosial dan rasa tanggung jawab bersama.

Langkah Ke Depan

Setelah proposal PKM-KI ini disetujui, tim pengembang berkomitmen untuk menyempurnakan fitur, memperluas cakupan wilayah, serta menjalin kerja sama strategis dengan lembaga pemerintah, organisasi perlindungan perempuan dan anak, komunitas lokal, hingga kampus-kampus lain di Indonesia. Kami menyadari bahwa sebuah aplikasi digital tidak bisa berdiri sendiri tanpa dukungan sistem sosial yang kuat. Oleh karena itu, sinergi antara teknologi dan jaringan komunitas menjadi fokus pengembangan ke depan.

Pengembangan jangka menengah mencakup pembuatan versi web dashboard yang dapat diakses oleh lembaga atau otoritas lokal untuk melihat sebaran laporan kekerasan secara real-time. Hal ini memungkinkan intervensi yang lebih cepat dan berbasis data, seperti penambahan pencahayaan jalan, peningkatan patroli keamanan, atau edukasi masyarakat di wilayah-wilayah yang rawan.

Selain itu, kami juga akan mengembangkan fitur edukasi digital dalam aplikasi, seperti konten video atau artikel ringan seputar keamanan diri, hak-hak perempuan, dan cara menghadapi kekerasan. Harapannya, Amanita bukan hanya digunakan saat darurat, tetapi juga menjadi ruang belajar bagi masyarakat agar lebih sadar, tanggap, dan berdaya.

Kami percaya bahwa teknologi tidak selalu harus rumit untuk bisa memberi dampak besar. Dengan mengutamakan fungsi yang relevan, aksesibilitas, dan kepekaan terhadap kebutuhan sosial, Amanita diharapkan dapat menjadi kontribusi nyata mahasiswa dalam menghadirkan solusi atas masalah-masalah kemanusiaan di sekeliling kita.


Penulis:
Tim PKM-KI Amanita
Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer
Universitas Komputer Indonesia


Referensi:

  • Komnas Perempuan. (2022). Catatan Tahunan Kekerasan terhadap Perempuan.
  • UN Women. (2021). Measuring the Shadow Pandemic: Violence Against Women During COVID-19.
  • Rambaldi, G. et al. (2006). Participatory Mapping and PGIS.
  • Safecity. (2023). https://www.safecity.in
  • Qlue Indonesia. (2023). https://www.qlue.co.id