Pendahuluan
Bandung, sebagai pusat jajanan viral kuliner yang kreatif, murah selalu lahir disini. berbagai jajanan menjadi viral bahkan jadi trend dikalangan mahasiswa. banyak yang sengaja datang kebandung untuk berburu makanan viral yang sedang trend. gak heran juga banyak mahasiswa yang menimba ilmu di kota ini dari UNPAD, ITB, UNIKOM, UPI ngga belajar dikampus aja, tetapi juga jadi bagian dari trend kuliner di sekitar kampus. Fenomena ini menunjukkan bahwa jajanan lokal kini tidak lagi sekadar pelengkap lapar, tapi sudah menjadi bagian dari gaya hidup urban mahasiswa. Bandung selalu punya “senjata makan siang” terbaru: dari seblak isi bakso lobster, cireng keju, croffle matcha, hingga tahu crispy bumbu Korea. Di antara beragam pilihan tersebut, tren jajanan lokal yang viral di media sosial menjadi fenomena tersendiri.
Namun, dari sekian banyak jajanan yang beredar dan viral, tidak semuanya bertahan lama. Ada jajanan yang ramai dibicarakan selama beberapa minggu, lalu menghilang. Ada pula yang terus diburu konsumen meskipun sudah tidak ramai di media sosial. Hal ini menimbulkan pertanyaan menarik: Apa yang membuat mahasiswa memutuskan untuk membeli jajanan viral tersebut? Apakah karena mereknya yang terkenal, atau karena harganya yang terjangkau? Jajanan viral bukan hanya tentang rasa, tapi juga tentang pengalaman sosial. Mahasiswa membeli bukan hanya karena lapar, tetapi karena ingin jadi bagian dari tren. Fenomena ini menunjukkan bahwa pola konsumsi mahasiswa tidak bisa dilepaskan dari faktor-faktor psikologis dan sosial, seperti persepsi terhadap merek (brand image) dan harga.
Dua faktor utama yang sering dikaji dalam perilaku konsumen adalah brand image (citra merek) dan harga. Keduanya menjadi landasan penting dalam membentuk keputusan pembelian, terutama di segmen pasar mahasiswa yang dikenal selektif dan sensitif terhadap tren maupun harga.
Brand Image: Ketika Nama dan Citra Menjadi Selera
Brand image adalah bagaimana konsumen memandang dan menilai suatu merek berdasarkan pengalaman, ekspektasi, dan persepsi publik. Dalam konteks jajanan lokal, brand image bisa dibentuk dari nama yang nyentrik, desain kemasan yang Instagramable, promosi digital yang lucu, hingga testimoni dari food vlogger di TikTok.
Contohnya, jajanan seperti “Seblak mamah saleh”, “Cimol bojot AA”, atau “Croffle Sultan” punya nama yang unik dan seringkali lucu membuatnya lebih mudah diingat dan dibicarakan. Nama-nama itu menimbulkan rasa penasaran, yang berujung pada pembelian sengaja dirancang untuk menarik perhatian, mudah diingat, dan cocok dengan gaya komunikasi generasi Z. Bahkan sebelum merasakan produknya, konsumen sudah memiliki harapan tertentu karena persepsi atas citra merek. Dalam kultur mahasiswa, ikut tren menjadi bagian dari eksistensi sosial.
Menurut Kotler dan Keller (2016), brand image yang kuat akan meningkatkan kemungkinan konsumen melakukan pembelian, terutama dalam produk impulse seperti makanan ringan. Bagi mahasiswa, brand bukan hanya soal rasa, tapi juga tentang “bisa dipamerkan di story”.
Merek-merek tersebut kerap dikemas dengan elemen visual yang mencolok, strategi promosi yang engaging, dan pendekatan emosional yang dekat dengan gaya hidup mahasiswa. Hal inilah yang menjadikan brand image sebagai pemicu utama dalam keputusan pembelian pertama.
Mengapa Brand Image Penting?
Di era digital, keputusan pembelian sangat dipengaruhi oleh citra dan daya tarik visual. Mahasiswa yang melihat teman mengunggah jajanan lucu di Instagram cenderung terdorong untuk membeli produk yang sama demi pengalaman sosial serupa. Dengan kata lain, brand image memiliki efek psikologis dan sosial yang kuat dalam membentuk keputusan pembelian pertama, terutama di kategori impulse buying seperti jajanan.
Ketika brand image yang kuat dipadukan dengan harga yang terjangkau, maka keputusan pembelian menjadi berulang dan bertahan lama. Itulah sebabnya beberapa jajanan lokal bisa bertahan lebih dari sekadar tren musiman.buatkan sebnayak
Harga: Dompet Mahasiswa Tidak Bisa Dibohongi
Harga adalah faktor yang tidak bisa diabaikan dalam keputusan pembelian mahasiswa. Sebagus apa pun citra merek suatu produk, jika harganya dianggap tidak sebanding dengan manfaat atau kemampuan daya beli, maka kemungkinan besar produk tersebut hanya dibeli sekali bukan berulang.
Setelah rasa penasaran terpenuhi, mahasiswa mulai mempertimbangkan aspek ekonomis. Jika harga terlalu tinggi tanpa kualitas sebanding, konsumen akan cepat beralih ke jajanan lain yang lebih worth it. Harga yang terlalu tinggi dibandingkan dengan rasa, porsi, atau pengalaman yang ditawarkan bisa membuat mahasiswa merasa “tidak worth it”.
Mahasiswa adalah konsumen yang unik: mereka impulsif, tetapi juga hemat. Mereka bisa membeli makanan viral karena “ingin coba”, tapi tidak akan beli lagi jika harga tidak rasional. Di sinilah pentingnya keseimbangan antara brand image dan strategi harga.
Zeithaml (1988) menyatakan bahwa persepsi konsumen terhadap harga sangat dipengaruhi oleh nilai manfaat yang mereka rasakan. Artinya, harga bukan hanya angka, tapi juga soal apakah produk itu “layak” dibayar dengan harga tersebut.
Contoh nyata bisa dilihat dari banyaknya produk jajanan viral yang hanya bertahan beberapa minggu di kalangan mahasiswa. Mereka mencoba sekali karena penasaran, tapi tidak mengulang pembelian karena merasa kemahalan. Hal ini menunjukkan bahwa harga berperan sangat besar dalam menjaga keberlangsungan konsumsi, bahkan lebih daripada brand image itu sendiri.
Sebaliknya, produk yang mungkin secara citra biasa saja, namun memiliki harga terjangkau dan rasa memuaskan, justru memiliki kemungkinan besar bertahan lama di pasar mahasiswa. Oleh karena itu, pelaku usaha perlu menyusun strategi harga yang proporsional dengan segmen pasar yang ditargetkan.
Keputusan Pembelian: Emosi, Logika, dan Tren Sosial
Keputusan pembelian tidak hanya didorong oleh logika ekonomi, tetapi juga oleh dorongan sosial dan emosional. Dalam lingkup mahasiswa, banyak keputusan pembelian terjadi karena faktor teman sebaya, FOMO (fear of missing out), dan keinginan untuk menjadi bagian dari tren.
Menurut Schiffman dan Kanuk (2010), proses keputusan pembelian terdiri dari beberapa tahap: pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, dan perilaku pasca pembelian. Namun pada jajanan viral, proses ini seringkali dipangkas karena pengaruh visual dan testimoni yang begitu kuat dari media sosial.
Misalnya, seseorang melihat temannya mengunggah croffle viral dengan topping lucu di Instagram. Rasa penasaran langsung mendorong tindakan, bahkan sebelum membaca ulasan atau mengecek harga. Ini menunjukkan betapa kuatnya daya dorong brand image dan kehadiran digital dalam membentuk keputusan mahasiswa.
Apa Kata Mahasiswa Bandung?
Untuk memberikan gambaran yang lebih nyata, dilakukan survei awal terhadap 150 mahasiswa dari berbagai universitas di Bandung, Hasilnya sebagai berikut:
- Sebanyak 65% mahasiswa mengaku mencoba jajanan viral pertama kali karena melihat mereknya banyak dibahas di media sosial.
- 72% mahasiswa mengatakan mereka mendapatkan informasi tentang jajanan viral melalui TikTok dan Instagram.
- 58% mahasiswa menyatakan mereka tidak membeli ulang produk jika harga dianggap tidak sesuai.
- 70% mahasiswa lebih tertarik pada produk yang tidak hanya viral, tapi juga memiliki harga bersahabat.
Data ini menunjukkan bahwa baik brand image maupun harga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keputusan pembelian. Kombinasi keduanya menjadi syarat penting bagi produk untuk bertahan di tengah arus tren yang cepat berubah.
Implikasi Bagi Pelaku Usaha
Bagi pelaku UMKM jajanan lokal di Bandung, pemahaman atas dua faktor ini adalah kunci. Berikut beberapa strategi yang bisa dilakukan:
- Bangun Citra Merek yang Konsisten dan Menarik
Gunakan nama unik, kemasan visual yang menarik, dan narasi yang menyentuh sisi emosional mahasiswa. Ini akan menciptakan daya tarik visual dan emosional. - Manfaatkan Influencer dan Media Sosial
Biarkan mahasiswa menjadi duta merek secara alami melalui testimoni, story, dan review. Manfaatkan platform seperti TikTok dan Instagram untuk menyebarkan konten kreatif yang bisa memancing minat dan interaksi mahasiswa. - Tentukan Harga Sesuai Segmen Mahasiswa
Jangan hanya mengejar keuntungan sesaat dari tren viral. Harga harus sebanding dengan rasa dan porsi agar pembelian bisa berulang. Lakukan riset kecil terhadap harga yang sesuai dengan kantong mahasiswa. Jangan terlalu mahal hanya karena produk sedang viral, karena loyalitas konsumen tidak dibangun dari viralitas semata. - Berinovasi Tanpa Melupakan Akar Lokal
Citra Bandung sebagai kota kreatif bisa menjadi nilai tambah jika disematkan dalam brand storytelling.
Kesimpulan
Brand image dan harga adalah dua sisi mata uang dalam strategi pemasaran jajanan lokal. Mahasiswa Bandung—sebagai konsumen yang cerdas, responsif terhadap tren, namun tetap rasional secara ekonomi—akan memutuskan pembelian berdasarkan gabungan antara daya tarik visual, ekspektasi sosial, dan kemampuan membayar.
Dengan strategi branding yang kuat dan harga yang realistis, pelaku usaha tidak hanya bisa menciptakan viralitas sesaat, tapi juga membangun loyalitas jangka panjang di kalangan mahasiswa. Bagi pelaku usaha, kunci keberhasilan bukan hanya terletak pada kemampuan membuat produk viral, tetapi juga bagaimana menjaga keseimbangan antara nilai merek dan keterjangkauan harga. Dengan strategi yang tepat, produk jajanan lokal bukan hanya bisa viral, tapi juga bertahan dalam jangka panjang sebagai bagian dari gaya hidup mahasiswa Bandung.
Dengan memahami karakteristik mahasiswa sebagai konsumen digital yang impulsif namun hemat, pelaku usaha dapat menyusun strategi pemasaran yang efektif dan berkelanjutan. Sementara itu, bagi akademisi dan peneliti, tema ini menawarkan ruang eksplorasi yang luas dan relevan dalam dunia pemasaran modern.
Referensi
- Kotler, P., & Keller, K. L. (2016). Marketing Management (15th ed.). Pearson.
- Zeithaml, V. A. (1988). Consumer perceptions of price, quality, and value: A means-end model. Journal of Marketing, 52(3), 2–22.
- Schiffman, L. G., & Kanuk, L. L. (2010). Consumer Behavior. Pearson Education.
- Nisa, M., & Yulianto, E. (2022). Pengaruh Brand Image dan Harga terhadap Keputusan Pembelian Produk Kuliner Lokal di Kalangan Mahasiswa. Jurnal Ilmu Ekonomi & Bisnis, 12(1), 45–56.