MINUM KECE SAMBIL SELAMATIN BUMI BARENG SIP & BITE


Di tengah dunia yang makin cepat, makin bising, dan kadang bikin pusing, ada satu hal yang sayangnya tetap konsisten: masalah sampah plastik. Kita hidup di zaman serba instan dan praktis, tapi efek samping dari semua “kemudahan” itu semakin nyata. Salah satu masalah yang sering banget diabaikan padahal super kelihatan adalah sedotan plastik sekali pakai. Benda kecil yang kita pakai cuma lima menit buat minum kopi atau boba, bisa bertahan di bumi selama ratusan tahun tanpa bisa terurai. Gila, kan? Dan lebih gilanya lagi, data menunjukkan bahwa Indonesia membuang lebih dari 90 juta sedotan plastik setiap hari. Yup, setiap hari. Kalau dikumpulin, itu udah kayak bikin gunung plastik yang nambah tinggi terus tiap pagi.

Kalau kamu pikir edible straw itu cuma iseng-isengan doang, kamu perlu tahu beberapa fakta unik yang mungkin belum banyak orang sadari.

Pertama, berdasarkan studi dari Ellen MacArthur Foundation, diprediksi pada tahun 2050, jumlah sampah plastik di laut bakal lebih banyak dari jumlah ikan. Bayangin aja, kamu snorkeling di laut tapi yang kamu lihat bukan ikan nemo, tapi sedotan dan kantong kresek. Serem, ya?

Kedua, ternyata banyak negara maju yang udah mulai melarang sedotan plastik, tapi mereka masih struggling cari alternatif yang “nyaman”. Edible straw bisa jadi jawaban paling manusiawi dan kreatif. Kenapa? Karena dia nggak cuma ramah lingkungan, tapi juga fun to use dan bisa bikin pengalaman minum kamu makin memorable.

Ketiga, edible straw juga bisa punya nilai gizi tambahan. Misalnya, sedotan berbahan kelor bisa mengandung vitamin A, C, dan zat besi. Jadi bukan cuma ganti sedotan plastik, tapi juga nambah asupan sehat secara nggak langsung.

Nah, dari situlah kami sekelompok mahasiswa dari Universitas Komputer Indonesia mulai mikir, masa sih kita cuma bisa ngeluh soal lingkungan tapi nggak ngelakuin apa-apa? Dari obrolan santai yang awalnya cuma iseng, akhirnya kami nemu satu ide yang menurut kami cukup “gila tapi masuk akal”. Gimana kalau sedotan itu, selain bisa dipakai, juga bisa dimakan? Dan dari situlah lahir konsep yang kami beri nama Sip & Bite, sebuah inovasi edible straw berbahan dasar rempah lokal, yang bukan cuma ramah lingkungan, tapi juga sehat, aman dikonsumsi, dan punya manfaat tambahan buat tubuh.

Ngomongin edible straw, sebenarnya ini bukan hal yang 100% baru di dunia. Beberapa negara kayak Jerman, Jepang, atau Amerika udah lebih dulu nyobain konsep ini dengan bahan dasar yang bervariasi mulai dari beras, gelatin, sampai rumput laut. Tapi yang menarik, di Indonesia, peluang edible straw justru bisa lebih luas karena kekayaan bahan lokal kita yang luar biasa. Daun kelor misalnya, selain banyak manfaatnya, juga murah dan gampang dibudidayakan.

Sip & Bite memang lahir dari inspirasi global, tapi kita nggak pengin cuma jadi peniru. Kita pengin ngasih rasa dan karakter Indonesia ke dalamnya. Bukan cuma soal bahan, tapi juga cara produksi, cara promosi, dan value-nya. Edible straw luar negeri mungkin keren, tapi Sip & Bite punya DNA lokal yang bisa jadi kebanggaan sendiri. Dan inilah yang bikin kami makin yakin untuk mengembangkan ide ini lebih serius.

Sip & Bite bukan sekadar sedotan. Ini adalah edible straw alias sedotan yang kamu pakai kayak biasa, terus bisa langsung kamu kunyah atau makan habis itu. Idenya kedengeran lucu dan mungkin agak aneh di awal, tapi makin kami dalami, makin keliatan potensinya. Kami ngebayangin sebuah produk yang bukan cuma bisa jadi solusi limbah plastik, tapi juga membawa pesan edukasi tentang gaya hidup berkelanjutan dengan cara yang fun, ringan, dan bisa diterima banyak orang, terutama generasi muda. Konsep ini belum sampai ke tahap produksi massal, tapi dari sisi riset, bahan, simulasi pembuatan, hingga strategi pengembangan produk, udah kami pikirkan dan susun dengan cukup detail dalam proposal PKM-K yang kami ajukan.

Yang bikin Sip & Bite beda dari edible straw lainnya adalah pemilihan bahan dasarnya. Kami sengaja memilih bahan-bahan lokal yang nggak cuma mudah ditemukan di Indonesia, tapi juga kaya manfaat. Sebut aja daun kelor, jahe, serai, bahkan gula aren. Semua bahan ini udah biasa banget nongkrong di dapur-dapur rumah kita. Tapi kali ini, kami coba angkat mereka ke level yang lebih inovatif menjadi komponen utama dari produk edible yang bisa menyatu dalam gaya hidup modern, tanpa kehilangan nilai tradisionalnya. Bayangin aja kamu lagi minum es lemon tea pakai sedotan rasa jahe atau minum susu coklat pakai sedotan daun kelor yang kaya antioksidan. Unik banget, kan?

Walaupun kami belum bisa langsung nyemplung ke dapur buat produksi skala besar, kami udah ngulik cukup dalam soal teknis pembuatannya. Alat-alatnya pun nggak muluk-muluk. Cukup blender, panci, cetakan silinder, dan oven bersuhu rendah. Prosesnya dimulai dari mencampur bahan-bahan yang udah dihaluskan jadi adonan, dimasak sampai mengental kayak pasta, terus dimasukin ke cetakan sedotan, lalu dikeringkan sampai siap dipakai. Sedotan ini bisa dijemur pakai matahari langsung atau dipanggang pelan-pelan di oven. Hasil akhirnya? Sebuah sedotan yang bisa kamu gunakan, bisa kamu gigit, dan nggak perlu dibuang ke tempat sampah. Nggak cuma zero waste, tapi literally no waste.

Kita tahu, edible straw belum terlalu umum di masyarakat. Bahkan mungkin masih ada yang mikir, “Lho, sedotan kok dimakan?” Tapi justru di situlah tantangannya. Yang awalnya kedengeran aneh, bisa jadi tren kalau dijalankan dengan pendekatan yang tepat. Lihat aja sekarang, orang-orang udah biasa bawa tumbler, bawa tas belanja sendiri, dan pakai sedotan stainless. Dulu itu semua juga dianggap “ribet”. Tapi sekarang? Udah jadi gaya hidup. Kami percaya, Sip & Bite bisa jadi bagian dari gelombang perubahan itu juga. Bedanya, kalau stainless dipakai ulang, kami hadir sebagai sedotan sekali pakai yang langsung habis, literally habis sampai ke akarnya.

Respons dari teman-teman, dosen, dan beberapa komunitas lingkungan saat kami ceritain ide ini juga cukup bikin kami semangat. Banyak yang bilang, “Ini tuh bukan cuma kreatif, tapi bisa banget jadi solusi.” Bahkan ada yang langsung nawarin bantu uji coba kalau nanti produk ini udah siap diuji lapangan. Dari sana, makin jelas buat kami bahwa ide ini bukan cuma angan-angan iseng mahasiswa, tapi sesuatu yang memang layak diperjuangkan.

Secara bisnis, kami juga udah ngitung kemungkinan realisasi produk ini ke skala usaha mikro. Dengan modal sekitar tujuh jutaan rupiah, kami udah bisa mulai produksi rumahan. Harga jualnya bisa disesuaikan dengan target pasar, dan keuntungan bisa mulai balik modal dalam waktu tiga sampai empat bulan. Kami juga udah bikin business model canvas, analisis SWOT, sampai rencana kerja lima tahun ke depan. Jadi bisa dibilang, kami nggak cuma punya mimpi, tapi juga tangga buat ngelangkah ke sana.

Kami percaya banget bahwa Sip & Bite ini bukan titik akhir, tapi titik awal. Kalau nanti produk ini udah jalan dan diterima baik, kami pengin kembangin versi sendok edible, garpu edible, bahkan kemasan makanan yang bisa dimakan. Bukan cuma lucu-lucuan, tapi juga solusi konkret buat mengurangi limbah plastik di sektor F&B. Bayangin kalau satu paket makan takeaway nggak nyisain apa-apa selain kenyang dan senyum. That’s the dream.

Tentu aja, semua ini nggak akan semulus kulit bayi. Tantangannya banyak. Mulai dari daya tahan produk, masa simpan, resistensi pasar yang belum terbiasa sama konsep edible straw, sampai urusan teknis kayak pengemasan dan distribusi. Tapi kami percaya bahwa semua tantangan itu bukan untuk dihindari, tapi dihadapi bareng. Kami optimis kalau kami terus belajar, terbuka sama kritik, dan nggak berhenti mencoba, semua halangan itu bisa dilalui.

Menariknya, ide edible straw ini juga bukan sesuatu yang sepenuhnya baru di dunia. Di luar negeri, udah ada yang bikin sedotan dari rumput laut, dari gelatin, bahkan dari pati jagung. Tapi yang kami pengin bawa lewat Sip & Bite adalah identitas lokal. Bukan cuma bahan bakunya, tapi juga ceritanya, aromanya, nilai-nilai yang dibawanya. Kami nggak pengin sekadar ngikutin tren, tapi menciptakan versi Indonesia-nya yang otentik dan membumi. Kami pengin orang luar negeri nanti bilang, “Eh, kamu pernah coba edible straw dari Indonesia yang rasa kelor itu nggak? Enak, lho.”

Harapan kami nggak muluk. Kami nggak mimpi langsung viral dan dijual di semua kafe. Tapi kami pengin ide ini bisa sampai ke lebih banyak orang. Biar orang tahu kalau ada mahasiswa yang serius mikirin alternatif sedotan plastik, bukan karena tugas kampus semata, tapi karena peduli dan pengin ikutan jadi bagian dari solusi. Kami juga pengin Sip & Bite jadi pembuka obrolan, jadi titik awal buat ngobrolin sustainability dengan cara yang ringan, kreatif, dan bikin penasaran.

Kalau kamu baca tulisan ini sampai habis, berarti kamu udah ikut jadi bagian dari perjalanan kami. Terima kasih, ya. Karena buat kami, dukungan bukan cuma soal dana atau fasilitas, tapi juga soal perhatian, apresiasi, dan keyakinan kecil bahwa ide sederhana bisa jadi sesuatu yang berarti kalau dikerjain dengan hati.

Suatu hari nanti, kalau kamu lagi duduk di kafe, minum jus sambil pakai sedotan herbal yang bisa dimakan, mungkin itu buatan kami. Dan waktu kamu gigit ujung sedotan itu, mungkin kamu bakal keinget cerita ini. Cerita tentang ide kecil, yang tumbuh dari keresahan, disiram semangat, dan diberi pupuk kolaborasi. Ini bukan cuma soal sedotan, ini tentang prinsip. Tentang mindset bahwa kita bisa menikmati hidup modern tanpa merusak bumi.
Tentang keputusan kecil yang, kalau dilakukan bareng-bareng, bisa menciptakan efek besar.


With her love to earth

-Saurra-