Membangun Bisnis Thai Tea Kekinian: Kewirausahaan Anak Muda lewat Branding, Digital Marketing, dan Kreasi Produk

Di tengah maraknya tren minuman kekinian, Thai tea masih menjadi salah satu produk favorit di kalangan anak muda. Rasanya yang manis, creamy, dan menyegarkan sangat cocok dengan lidah masyarakat Indonesia, terutama di kota-kota besar dan lingkungan kampus. Melihat peluang itu, saya bersama tim memutuskan untuk membangun usaha Thai tea dengan pendekatan kewirausahaan modern—tidak hanya menjual produk, tapi juga membangun brand, memanfaatkan digital marketing, mengikuti program pendanaan seperti P2MW, hingga menjajaki business matching untuk pengembangan lebih lanjut.

Perjalanan usaha ini berawal dari semangat berwirausaha dan keinginan untuk menciptakan produk yang bukan hanya enak tapi juga punya identitas. Kewirausahaan bagi kami bukan sekadar mencari keuntungan, tapi bagaimana bisa memecahkan masalah dan memberikan nilai lebih kepada konsumen. Dalam konteks ini, kami tidak ingin menjual Thai tea yang “biasa-biasa saja”. Kami ingin menciptakan kreasi Thai tea yang khas, menarik, dan bisa menjadi produk unggulan mahasiswa. Maka, kami mulai mengembangkan berbagai varian rasa, topping, dan kemasan yang berbeda dari produk sejenis. Salah satu inovasi kami adalah menu Thai tea dengan topping “mochi chewy”, serta edisi musiman dengan rasa seperti Thai tea pandan dan Thai tea red velvet. Inovasi rasa dan tampilan menjadi kunci dari kreasi produk kami.

Namun dalam membangun bisnis, produk saja tidak cukup. Branding menjadi bagian penting dalam strategi kami. Kami sadar bahwa di pasar minuman kekinian, visual dan identitas merek sangat menentukan. Maka dari itu, kami membuat nama brand yang catchy, logo yang simple tapi menarik, serta konsep booth dan kemasan yang konsisten secara warna dan desain. Branding kami mengambil nuansa warna orange soft dan putih, yang memberikan kesan segar dan elegan, serta menciptakan persona brand yang ceria dan ramah di media sosial. Selain itu, kami juga menyisipkan cerita usaha kami di balik kemasan dan akun Instagram, agar konsumen merasa lebih dekat dan tahu bahwa produk ini adalah karya mahasiswa yang sedang belajar wirausaha.

Di era digital seperti sekarang, strategi marketing tentu tak lepas dari media sosial. Digital marketing menjadi ujung tombak promosi kami. Kami aktif memanfaatkan Instagram dan TikTok untuk mengunggah konten promosi, video pembuatan Thai tea yang menggoda, testimoni pelanggan, dan behind the scene dari tim produksi. Kami juga memanfaatkan fitur reels dan live Instagram untuk berinteraksi langsung dengan audiens. Salah satu strategi yang cukup efektif adalah bekerja sama dengan micro-influencer di kampus yang mempromosikan produk kami lewat story dan review. Dengan pendekatan ini, brand kami menjadi lebih dikenal dan penjualan meningkat, bahkan tanpa harus mengeluarkan biaya promosi besar seperti iklan berbayar. Konsistensi posting dan gaya komunikasi yang santai namun profesional membuat audiens merasa akrab dan percaya pada produk kami.

Keseriusan kami dalam mengembangkan usaha Thai tea ini juga kami buktikan dengan mengikuti Program Pembinaan Mahasiswa Wirausaha (P2MW). Dalam proposal P2MW, kami menjelaskan aspek kewirausahaan, keunikan produk, strategi branding dan pemasaran, serta rencana pengembangan usaha. Dengan mengikuti program ini, kami tidak hanya mendapatkan kesempatan pendanaan, tetapi juga pembinaan, pelatihan manajemen bisnis, dan mentoring dari pihak kampus dan Kemendikbud. Program ini sangat membantu membuka wawasan kami tentang bagaimana menjalankan usaha secara profesional, menyusun laporan keuangan yang rapi, serta membangun relasi bisnis dengan lebih luas.

Selain itu, kami juga sempat mengikuti beberapa kegiatan business matching yang diselenggarakan kampus dan mitra UMKM. Dalam kegiatan ini, kami berkesempatan memperkenalkan produk Thai tea kami ke pelaku bisnis lain, investor lokal, hingga calon mitra distribusi. Melalui kegiatan ini, kami belajar menyampaikan pitch bisnis secara singkat dan menarik, sekaligus menerima masukan dari praktisi dan mentor industri. Business matching membuka peluang baru, termasuk rencana kerja sama dengan kantin kampus dan komunitas event mahasiswa sebagai partner penjualan.

Selama menjalankan usaha ini, kami belajar bahwa kewirausahaan tidak hanya tentang berani memulai, tapi juga tentang berani belajar dan berinovasi. Dari membangun branding yang kuat, memanfaatkan digital marketing secara maksimal, menciptakan kreasi produk yang beda dari yang lain, hingga mengikuti program seperti P2MW dan business matching—semuanya menjadi bagian penting dalam pertumbuhan usaha kami. Bahkan, tantangan-tantangan kecil seperti stok bahan baku yang sempat habis, cuaca yang memengaruhi penjualan, atau desain kemasan yang belum maksimal, menjadi pelajaran berharga yang memperkuat mental dan strategi kami ke depan.

Sebagai mahasiswa, kami percaya bahwa dunia kampus bukan hanya tempat belajar teori, tetapi juga tempat ideal untuk memulai usaha. Dengan lingkungan yang mendukung, akses ke program wirausaha seperti P2MW, dan potensi pasar dari mahasiswa itu sendiri, usaha Thai tea kami bisa berkembang bukan hanya sebagai jualan biasa, tapi juga sebagai proyek kewirausahaan yang penuh pembelajaran. Ke depan, kami berharap bisa memperluas jangkauan penjualan lewat layanan pre-order, pengiriman lewat ojek online, serta menambah varian rasa dan menu musiman yang lebih kreatif.

Melalui pengalaman ini, kami semakin yakin bahwa dengan semangat kewirausahaan, ditambah strategi branding dan digital marketing yang tepat, serta dukungan program seperti P2MW dan kesempatan business matching, siapa pun bisa membangun usaha dari nol menjadi bisnis yang dikenal dan dicintai banyak orang. Thai tea hanyalah awal dari perjalanan ini—semoga jadi inspirasi bagi mahasiswa lain untuk berani melangkah, mencoba, dan terus berkembang dalam dunia wirausaha.

Seiring berjalannya waktu, kami menyadari bahwa membangun brand dan menjaga konsistensinya bukanlah hal yang mudah. Kami harus terus mengembangkan identitas usaha agar tidak tenggelam di tengah persaingan minuman kekinian yang makin beragam. Untuk itu, kami mulai menciptakan konsep brand yang lebih kuat, yaitu memposisikan produk kami sebagai Thai tea kampus dengan cita rasa premium namun harga terjangkau. Kami ingin dikenal sebagai pilihan minuman andalan mahasiswa—baik saat istirahat kelas, nongkrong bareng teman, maupun dijadikan bekal dalam kegiatan organisasi atau volunteer. Untuk memperkuat positioning ini, kami menyematkan tagline “Segar, Seru, Satu Gelas Thai Tea!” yang muncul di semua kemasan dan unggahan media sosial kami.

Kami juga melakukan riset sederhana dengan menyebarkan survei di kalangan mahasiswa untuk mengetahui rasa favorit, desain kemasan yang paling disukai, hingga waktu pembelian paling ramai. Dari hasil survei tersebut, kami mengembangkan promo harian khusus jam istirahat dan memperbanyak menu Thai tea varian original yang paling diminati. Langkah ini menunjukkan bahwa membangun produk bukan hanya berdasarkan insting, tapi perlu pendekatan data dan mendengar konsumen secara langsung. Ini adalah bagian penting dari praktik kewirausahaan yang berpihak pada konsumen.

Dari sisi produksi, kami berusaha menjaga kualitas dan efisiensi biaya. Bahan-bahan kami beli dari supplier terpercaya yang sudah berpengalaman, dan kami mencoba meminimalkan waste dengan sistem pre-order untuk menu edisi terbatas. Setiap proses produksi, dari pembuatan teh, pencampuran topping, hingga pengemasan akhir, kami jaga kebersihannya agar sesuai dengan standar yang baik. Dalam tim, kami membagi peran dengan jelas: ada yang bertugas di dapur, ada yang mengelola media sosial, ada yang mengurus laporan keuangan, dan ada juga yang fokus ke promosi dan kerja sama.

Salah satu momen penting dalam perjalanan usaha kami adalah saat mengikuti Business Matching yang diadakan kampus bekerja sama dengan komunitas pelaku usaha muda. Di forum tersebut, kami mempresentasikan model bisnis kami di depan mentor, alumni entrepreneur, dan pemilik usaha makanan minuman skala menengah. Feedback yang kami dapatkan sangat berharga, mulai dari soal kemasan, peluang ekspansi, hingga pentingnya manajemen keuangan yang rapi. Bahkan, kami mendapatkan tawaran kerja sama dari salah satu alumni untuk membuka booth bareng di event kampus. Kesempatan ini membuat kami makin percaya diri bahwa produk kami punya potensi besar, asal dikelola dengan serius dan terbuka terhadap masukan.

Kami juga terus memperbaiki laporan usaha sebagai bagian dari pelatihan P2MW. Program ini menuntut kami untuk berpikir jangka panjang: bukan hanya soal hari ini laku berapa cup, tapi juga tentang bagaimana kami bisa bertahan dan berkembang di semester berikutnya. Melalui program ini, kami belajar menyusun rencana ekspansi, membuat catatan inventaris, dan menyiapkan strategi promosi yang lebih luas, termasuk menjajaki kerjasama dengan koperasi mahasiswa atau kantin kampus.

Penting untuk dicatat bahwa meski kami bergerak dari ide sederhana—jualan Thai tea—namun proses yang kami jalani memberi banyak pembelajaran tentang dunia kewirausahaan. Mulai dari branding, digital marketing, inovasi produk, manajemen operasional, hingga menjalin networking. Proses ini mengubah cara pandang kami terhadap bisnis: bahwa bisnis bukan hanya mencari untung, tapi menciptakan nilai dan pengalaman yang berkesan bagi pelanggan. Ini adalah nilai yang kami pegang, dan akan terus kami kembangkan ke depannya.

Dengan semangat belajar dan berkolaborasi, kami berharap usaha Thai tea ini bisa menjadi awal dari langkah-langkah besar lainnya. Kami terbuka untuk beradaptasi, berevolusi, dan mengeksplorasi ide-ide baru—misalnya membuat franchise sederhana bagi teman-teman mahasiswa di kampus lain, atau menjual paket usaha mini untuk anak muda yang ingin belajar berjualan. Kami yakin bahwa dengan terus memanfaatkan peluang seperti P2MW, platform digital, dan kolaborasi bisnis, usaha kecil pun bisa tumbuh menjadi besar, asal dijalani dengan komitmen dan kreativitas.

Terakhir, kami ingin mengajak mahasiswa lainnya untuk tidak takut memulai usaha, sekecil apa pun idenya. Dunia kampus adalah tempat terbaik untuk bereksperimen, berinovasi, dan membangun mimpi. Usaha Thai tea kami hanyalah satu contoh kecil bahwa dengan ide yang sederhana, jika dikemas dengan branding yang menarik, strategi digital yang tepat, dan semangat kolaborasi, maka produk itu bisa menjadi besar dan berdampak nyata.

Referensi :
Kotler, P., & Keller, K. L. (2016). Marketing Management (15th ed.). Pearson Education.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. (2023). Pedoman Program Pembinaan Mahasiswa Wirausaha (P2MW).
Influencer Marketing Hub. (2023). Influencer Marketing Benchmark Report. Diakses dari https://influencermarketinghub.com/influencer-marketing-benchmark-report/
Labrecque, L. I., & Milne, G. R. (2013). To be or not to be different: Exploration of norms and benefits of color differentiation in the marketplace. Marketing Letters, 24(2), 165–176.

Penulis,

Widia Ayu Lestari_44322065

Ilmu Hubungan Internasional