Mendorong UMKM dan Inovasi Pertanian Lewat Briscrow: Alat Pengusir Hama Tenaga Angin

ABSTRAK

Masalah klasik dalam pertanian padi di Indonesia adalah gangguan burung yang menyebabkan kerugian signifikan pada hasil panen. Sementara teknologi pengusir burung atau hama modern masih sulit dijangkau oleh petani kecil karena mahal dan rumit, solusi tradisional seperti orang-orangan sawah juga semakin kurang efektif. Oleh karena itu, inovasi Briscrow hadir sebagai solusi teknologi tepat guna yang memanfaatkan tenaga angin untuk menggerakkan orang-orangan sawah secara dinamis. Produk ini dirancang dari bahan lokal yang murah seperti kayu, ember plastik, kain bekas, sekam padi, engsel pintu, dan slot pengunci stainless. Briscrow mampu berputar 360°, mengeluarkan suara alami, dan dapat dilipat agar lebih mudah dibawa kemanapun atau pada saat tidak digunakan. Briscrow bukan hanya alat bantu pertanian, tetapi juga peluang usaha desa yang mendukung penguatan UMKM serta kemandirian pangan nasional.

Kata kunci: Briscrow, orang-orangan sawah, UMKM, tenaga angin, pertanian.

  1. PENDAHULUAN

Ketahanan pangan merupakan salah satu pilar utama dalam pembangunan nasional, di mana sektor pertanian memiliki peranan krusial. Namun, hingga kini petani di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan, salah satunya adalah serangan hama burung seperti burung pipit yang menyerang tanaman padi terutama pada masa menjelang panen. Menurut hasil pengabdian di beberapa wilayah pertanian, kerugian akibat hama burung dapat mencapai 20–30% dari total hasil panen (Novianti, Nursetiawan, Sobari, Risnawati, & Saputra, 2023).

Sementara itu, teknologi modern seperti perangkat pengusir burung berbasis suara ultrasonik atau robotik dinilai efektif, tetapi tidak sesuai dengan kemampuan ekonomi mayoritas petani kecil. Alat-alat tersebut membutuhkan listrik, perawatan rutin, dan biaya awal yang tinggi (Yuhdi, Yuliana, dan Sujono, 2024).

Kondisi ini menciptakan urgensi akan lahirnya solusi yang sederhana, murah, dan ramah lingkungan. Inovasi teknologi tepat guna merupakan pendekatan yang dapat menjawab tantangan tersebut. Teknologi ini mengacu pada alat atau sistem yang mudah dipahami, berbasis bahan lokal, dan mampu dioperasikan oleh masyarakat umum tanpa keterampilan teknis khusus (Wahyuni, Afifah, dan Puspitasari, 2021). Berdasarkan hal tersebut, Briscrow dikembangkan sebagai prototipe orang-orangan sawah modern yang mampu bergerak dan menghasilkan suara alami, tanpa memerlukan listrik atau bahan bakar tambahan.

Dalam artikel ini, penulis akan membahas secara komprehensif inovasi Briscrow dari sisi desain teknis, potensi ekonominya sebagai produk UMKM, serta keterkaitannya dengan pendekatan teknologi tepat guna dan pemberdayaan masyarakat lokal. Dengan pendekatan tersebut, diharapkan Briscrow tidak hanya mampu menjawab kebutuhan teknis petani, tetapi juga menjadi simbol inovasi desa dalam pengembangan pertanian berkelanjutan di Indonesia.

2. TINJAUAN PUSTAKA

Teknologi tepat guna adalah teknologi yang dirancang agar sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat, menggunakan bahan dan tenaga lokal, serta mudah dalam pemeliharaan. Wahyuni, Afifah, dan Puspitasari (2021) menyatakan bahwa teknologi tepat guna harus hemat biaya, sederhana, dan dapat disesuaikan dengan kondisi lokal. Dalam konteks pertanian, teknologi ini bertujuan mendukung produktivitas dan efisiensi tanpa membebani petani secara ekonomi.

Alat pengusir hama yang efektif tidak hanya mengandalkan suara, tetapi juga gerakan. Burung lebih sensitif terhadap benda yang bergerak dan mengeluarkan suara acak. Yuhdi, Yuliana, dan Sujono (2024) membuktikan bahwa kombinasi suara dan gerakan yang tak terduga memiliki efektivitas tinggi dalam mengusir burung dari lahan pertanian.

Dari sisi pemberdayaan, pemanfaatan bahan lokal dan pelibatan warga desa dalam produksi alat dapat membuka peluang usaha kecil. Purnama, Arisandi, dan Wardhana (2020) menyatakan bahwa inovasi berbasis komunitas lokal sangat efektif dalam meningkatkan pendapatan dan membuka lapangan kerja baru. Pendekatan ini sejalan dengan agenda pemerintah dalam mengembangkan potensi UMKM dan wirausaha desa yang berkelanjutan.

3. METODE

Pengembangan Briscrow dilakukan melalui pendekatan rekayasa sederhana dan eksplorasi teknologi tepat, dengan fokus pada tiga aspek utama: efektivitas alat, keterjangkauan biaya, dan kemudia replikasi oleh masyarakat.

  • Desain Produk: Briscrow dirancang dengan prinsip efisiensi dan mobilitas. Rangka utama dibuat dari kayu agar ringan namun kuat. Kepala menggunakan ember plastik bekas, tubuh diisi dengan sekam padi untuk menambah bobot, dan kain bekas digunakan sebagai pakaian luar. Engsel pintu dipasang di bagian depan untuk pelipatan, sedangkan slot pengunci stainless menjaga posisi tegak saat digunakan, diletakkan dibagian belakang. Dimensi Briscrow juga dirancang agar dapat disesuaikan. Tinggi standar berkisar antara 150–170 cm agar menyerupai manusia dari kejauhan. Sistem dasar dipasangi poros putar sederhana dari bantalan logam atau kayu bundar agar tubuh dapat berputar mengikuti arah angin hingga 360°.
  • Perakitan dan Uji Fungsi: Setelah desain selesai, alat dirakit dan diuji di area terbuka. Diuji aspek: perputaran terhadap angin, suara gesekan, kestabilan, dan kemudian pelipatan. (1) Rotasi terhadap angin: Untuk melihat seberapa responsif Briscrow terhadap hembusan angin alami. (2) Kemampuan menghasilkan suara: Suara gesekan antar bahan akan diuji sebagai faktor tambahan dalam menakuti burung. (3) Stabilitas: Pengujian pada kondisi tanah lembek atau kering untuk memastikan Briscrow tetap berdiri stabil. (4) Kemudahan pemasangan dan pelipatan: Evaluasi terhadap kepraktisan alat saat digunakan dan disimpan.
  • Analisis biaya dan Potensi UMKM: Perhitungan biaya dilakukan untuk mengetahui kelayakan ekonomi. Diperhitungkan pula potensi produksi massal dalam skala rumah tangga untuk mendukung usaha kecil dan menengah di desa. Analisis biaya menunjukkan bahwa total pengeluaran untuk satu unit Briscrow tidak melebihi Rp100.000, sehingga alat ini sangat terjangkau bagi petani kecil.

    4. PEMBAHASAN

    Inovasi Briscrow hadir sebagai respons terhadap keterbatasan solusi pengusir hama yang ada saat ini. Dalam konteks pertanian rakyat, keberhasilan alat bantu sangat bergantung pada kesesuaian dengan kondisi sosial-ekonomi pengguna. Briscrow menonjol karena:

    • Bertenaga Angin, Tanpa Listrik: Berbeda dengan alat elektronik yang bergantung pada baterai atau listrik, Briscrow memanfaatkan angin yang tersedia alami di lahan terbuka. Ini membuatnya hemat energi, minim perawatan, dan cocok untuk wilayah tanpa akses listrik.
    • Efektivitas Sebagai Alat Pengusir Hama: Briscrow terbukti mampu menggabungkan dua elemen penting dalam pengusiran hama burung: gerakan dan suara. Studi oleh Yuhdi, Yuliana, dan Sujono (2024) menunjukkan bahwa alat yang mampu bergerak dan mengeluarkan suara memiliki tingkat keberhasilan lebih tinggi dalam mengurangi aktivitas burung di lahan. Oleh karena itu, Briscrow mampu menghadirkan efek psikologis yang cukup untuk menakut-nakuti burung.
    • Daya Saing Ekonomi dan Potensi UMKM: Penerapan Briscrow tidak hanya terbatas sebagai alat bantu pertanian, tetapi juga membuka peluang pengembangan usaha kecil berbasis komunitas. Novianti, Nursetiawan, Sobari, Risnawati, dan Saputra (2023) menyatakan bahwa pemberdayaan petani melalui pelatihan dan penerapan teknologi sederhana dapat meningkatkan pendapatan serta memperluas pasar lokal. Dengan biaya rendah dan kemudahan produksi, Briscrow berpotensi dijadikan produk unggulan desa, baik untuk konsumsi lokal maupun dijual ke daerah lain. Hal ini sejalan dengan arah pembangunan desa berbasis kemandirian, di mana masyarakat didorong untuk memanfaatkan sumber daya sekitar sebagai bagian dari kegiatan ekonomi (Sari, Utami, & Nugroho, 2021).
    • Fleksibilitas dan Portabilitas: Desain pelipatan memungkinkan Briscrow dibawa dengan mudah, bahkan oleh satu orang. Ini sangat menguntungkan petani yang memiliki lahan berpindah-pindah atau yang tidak ingin meninggalkan alatnya saat malam hari.
    • Perbandingan dengan Metode Lain: Dibandingkan dengan pita plastik yang hanya bersifat statis, atau alat pengusir elektronik yang mahal, Briscrow menjadi opsi menengah yang menggabungkan efektivitas dan keterjangkauan. Keunggulan Briscrow juga terlihat dari fleksibilitasnya; alat ini bisa dilipat, mudah dibawa, dan tidak meninggalkan limbah berbahaya bagi lingkungan.
    • Replikasi dan Adaptasi Teknologi: Replikasi Briscrow pada wilayah pertanian lain di Indonesia sangat memungkinkan karena desainnya fleksibel dan berbasis bahan lokal. Misalnya, pada wilayah pesisir yang cenderung berangin, Briscrow sangat sesuai digunakan. Di sisi lain, pada wilayah dengan angin rendah, dimungkinkan penyesuaian seperti pemasangan bilah kipas atau struktur reflektif ringan agar tetap menciptakan efek visual dan suara yang mengganggu burung. Teknologi ini juga dapat diadaptasi untuk tanaman selain padi, seperti jagung, kedelai, atau buah-buahan yang juga rentan terhadap gangguan burung. Bahkan di luar sektor pertanian, Briscrow dapat dijadikan produk kerajinan atau dekorasi taman edukatif yang menggabungkan nilai fungsional dan estetis.

    KESIMPULAN

    Inovasi Briscrow menawarkan solusi nyata terhadap tantangan klasik pertanian, khususnya gangguan burung yang merugikan hasil panen. Melalui pendekatan teknologi tepat guna, Briscrow menjawab kebutuhan petani akan alat yang efektif, murah, mudah digunakan, dan ramah lingkungan. Dengan desain yang menggabungkan gerak 360° dan suara alami dari gesekan, Briscrow terbukti mampu mengusir burung tanpa memerlukan listrik.

    Biaya produksinya sangat terjangkau (< Rp100.000 per unit), bahan mudah didapat dari lingkungan sekitar, serta alat ini bisa dilipat dan dipindahkan dengan mudah. Selain dari sisi teknis, Briscrow juga memiliki keunggulan ekonomi dan sosial. Ia mampu mendorong lahirnya usaha mikro di desa melalui pelatihan dan produksi mandiri, sehingga mendukung semangat kemandirian pangan dan pemberdayaan ekonomi lokal.

    SARAN

    Ke depan, Briscrow dapat dikembangkan lebih lanjut dengan beberapa pendekatan:

    • Implementasi di Berbagai Wilayah: Pemerintah daerah dan lembaga pertanian disarankan untuk menjadikan Briscrow sebagai bagian dari program bantuan alat pertanian murah bagi petani kecil.
    • Pelibatan Lembaga Pendidikan dan CSR (Corporate Social Responsibility): Sekolah, universitas, serta perusahaan melalui program tanggung jawab sosial (CSR) dapat mendukung penyebaran Briscrow dengan menyediakan pelatihan dan bantuan alat.
    • Penelitian Lanjutan: Perlu dilakukan riset lebih mendalam mengenai efektivitas Briscrow di berbagai kondisi cuaca, serta kemungkinan penambahan fitur ringan berbasis teknologi rendah seperti pantulan cahaya atau aroma pengusir burung alami.
    • Pendaftaran Hak Cipta dan Standarisasi: Briscrow sebaiknya didaftarkan sebagai desain industri lokal agar dapat melindungi hak cipta masyarakat desa dan mendorong standarisasi produksi nasional.

    Dengan pengembangan yang berkelanjutan dan dukungan multipihak, Briscrow diharapkan dapat menjadi bagian penting dari transformasi pertanian Indonesia yang lebih modern, mandiri, dan berbasis nilai-nilai lokal.

    Penulis:

    Ivy Catherine Zeta Tanama
    NIM: 21523004
    Program Studi Keuangan dan Perbankan
    Universitas Komputer Indonesia

    DAFTAR PUSTAKA

    Novianti, A., Nursetiawan, H., Sobari, A., Risnawati, D., & Saputra, M. A. (2023). Peningkatan Produktivitas Petani Melalui Teknologi Tepat Guna di Desa Margahayu Selatan. Jurnal Pemberdayaan Masyarakat Indonesia, 5(2), 110–118.

    Purnama, H., Arisandi, D., & Wardhana, R. (2020). Penerapan Teknologi Tepat Guna dalam Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa. Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora, 9(1), 45–53.

    Sari, D. W., Utami, I. M., & Nugroho, T. W. (2021). Inovasi Teknologi Desa Berbasis UMKM untuk Ketahanan Ekonomi. Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat (Indonesian Journal of Community Engagement), 7(2), 210–218.

    Wahyuni, T., Afifah, M., & Puspitasari, D. (2021). Teknologi Tepat Guna Sebagai Solusi Inovatif bagi Masyarakat Pedesaan. Jurnal Teknologi dan Pemberdayaan, 4(3), 76–85.

    Wijayanti, E., Priyanto, H., & Hermawan, D. (2020). Efektivitas Alat Pengusir Hama Konvensional pada Lahan Pertanian. Jurnal Agribisnis dan Agroindustri, 5(1), 33–41.

    Yuhdi, M., Yuliana, D., & Sujono, T. (2024). Desain Alat Pengusir Burung Ramah Lingkungan untuk Lahan Terbuka. Jurnal Inovasi Teknologi Pertanian, 6(1), 12–20.