Abstrak
Perkembangan teknologi digital telah membawa perubahan signifikan dalam pola transaksi ekonomi di Indonesia, khususnya melalui e-commerce selaku perdagangan elektronik yang mmebawa kemudahan bagi mahasiswa sebagai generasi digital native untuk bertransaksi daring. Kemudahan dalam transaksi peerdagangan elektronik ini membawa beberapa resiko kerugian akibat produk yang tidak sesuai, penipuan, hingga penyalahgunaan data pribadi. Mahasiswa cenderung memiliki literasi hukum yang rendah sehingga sulit menuntut haknya sebagai konsumen. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kerentanan mahasiswa dalam transaksi e-commerce, mengevaluasi efektivitas regulasi seperti Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) dan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), serta merumuskan rekomendasi kebijakan perlindungan hukum yang lebih adaptif. Metode penelitian menggunakan metode penelitian yuridis norrmatif atau yang dikenal dengan penelitian kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlindungan hukum yang ada belum sepenuhnya efektif melindungi mahasiswa sebagai konsumen digital. Diperlukan peningkatan literasi hukum digital di kalangan mahasiswa serta mekanisme penyelesaian sengketa yang lebih sederhana, cepat, dan mudah diakses.
Kata Kunci: Perlindungan Konsumen, E-commerce, Mahasiswa
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Perkembangan teknologi yang semakin maju menyebabkan banyaknya terjadi perubahan dalam berbagai bidang. Hal ini dibuktikan dengan pesatnya perkembangan internet dalam intensitas yang tinggi. Meningkatnya kapasitas, kemudahan akses, dan semakin terjangkaunya biaya penggunaan internet menyebabkan perubahan revolusioner dalam berbagai kalangan dan bidang, termasuk di kalangan mahasiswa yang merupakan genrasi digital native. Beberapa platform e-commerce seperti Shopee, Tokopedia, dan Tiktok Shop telah menjadi pilihan utama mahasiswa untuk memenuhi kebutuhan akademik dan gaya hidup. Namun, tingginya frekuensi penggunaan e-commerce juga meningkatkan risiko kerugian bagi mahasiswa sebagai konsumen, seperti produk yang tidak sesuai deskripsi, penipuan oleh penjual, kesulitan pengembalian dana, hingga penyalahgunaan data pribadi.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi ELEKTRONIK (UU ITE), konsumen memiliki hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan/atau jasa. Namun, implementasi perlindungan hukum bagi mahasiswa sebagai konsumen digital masih menghadapi banyak tantangan. Mahasiswa kerap memiliki literasi hukum yang rendah sehingga tidak memahami prosedur pengaduan, hak-hak yang dilindungi, maupun mekanisme penyelesaian sengketa. Kondisi ini membuat posisi mahasiswa semakin rentan ketika menghadapi permasalahan dalam transaksi daring.
Mahasiswa sebagai kelompok konsumen digital memiliki karakterisik unik, yakni aktif dalam menggunakan teknologi namun minim pengalaman dan kesadaran hukum. Hal ini menyebabkan kesenjangan informasi antara mahasiswa sebgai konsumen dengan pelaku usaha daring, yang seringkali memanfaatkan kelemahan ini untuk meraup keuntungan secara tidak adil.
2. Rumusan Masalah
Permasalahan yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah:
- Bagaimana kerentanan mahasiswa sebagai konsumen digital dalam transaksi e-commerce?
- Sejauh mana efektivitas regulasi perlindungan konsumen, seperti UUPK dan UU ITE, dalam melindungi mahasiswa?
- Apa saja hambatan yang dialami mahasiswa dalam mengakses perlindungan hukum?
- Bagaimana rekomendasi model perlindungan hukum yang lebih responsif dan adaptif bagi mahasiswa?
3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
- Menganalisis kerentanan mahasiswa sebagai konsumen digital dalam transaksi e-commerce.
- Mengevaluasi efektivitas regulasi perlindungan konsumen yang ada.
- Mengidentifikasi hambatan yang dialami mahasiswa dalam menuntut haknya sebagai konsumen.
- Merumuskan rekomendasi kebijakan perlindungan hukum yang lebih adaptif dan inklusif bagi mahasiswa.
4. Urgensi Penelitian
Penelitian ini penting karena belum banyak riset yang secara khusus menyoroti mahasiswa sebagai kelompok konsumen digital. Mahasiswa termasuk kelompok rentan yang sering kali mengalami kerugian tanpa tahu cara menyelesaikannya secara hukum. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perbaikan kebijakan perlindungan konsumen, meningkatkan literasi hukum mahasiswa, serta mendorong pembentukan regulasi yang lebih responsif terhadap perkembangan teknologi dan kebutuhan konsumen muda.
B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis norrmatif atau yang dikenal dengan penelitian kepustakaan yang merupakan suatu proses untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawan isu hukum yang dihadapi.
Perolahan data yang dilakukan melampaui kepustakaan yakni melalui pengumpulan data sekunder yang mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Namun, untuk melengkapi dan mendukung analisis data sekunder, apabila diperlukan perlu dilakukan wawancara dengan berbagai sumber yang dinilai yang memahami konsep dan pemikiran yang ada dalam data sekunder, sejauh masih dalam batas-batas metode penelitian yuridis normatif.
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Kerentanan Mahasiswa sebagai Konsumen Digital
Mahasiswa merupakan kelompok yang sangat aktif dalam penggunaan e-commerce. Platform seperti Shopee, Tokopedia, TikTok Shop, dan Instagram Marketplace menjadi pilihan utama mahasiswa dalam memenuhi kebutuhan akademik maupun gaya hidup. Namun, riset oleh Fista et al. (2023) dan Masyittah et al. (2024) menunjukkan bahwa mahasiswa sering mengalami kerugian akibat barang tidak sesuai, kesulitan refund, penipuan, serta risiko penyalahgunaan data pribadi. Rendahnya pemahaman mahasiswa terhadap hak-haknya sebagai konsumen memperburuk situasi ini.
Sebagaimana diuraikan dalam Pasal 4 UUPK, konsumen berhak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan, namun penelitian menunjukkan hak ini kerap terabaikan. Hal ini diperparah oleh minimnya mekanisme pengaduan yang ramah bagi konsumen muda.
2. Efektivitas Regulasi Perlindungan Konsumen
Secara normatif, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sudah mengatur hak-hak konsumen digital. Di sisi lain, PP Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PP PMSE) mengatur kewajiban pelaku usaha untuk menyampaikan informasi yang benar dan hak konsumen untuk mendapatkan perlindungan hukum.
Namun, sebagaimana ditunjukkan Prayuti et al. (2024), regulasi ini masih memiliki kelemahan implementasi, khususnya dalam mengawasi pelaku usaha daring berskala kecil yang banyak menjadi sumber masalah bagi mahasiswa. Pengawasan lemah menyebabkan banyak pelanggaran tidak terdeteksi atau tidak ditindaklanjuti, sehingga hak mahasiswa sebagai konsumen digital tidak terlindungi secara efektif.
3. Hambatan dalam Perlindungan Hukum
Dari kajian literatur dan analisis doktrin, beberapa hambatan utama yang diidentifikasi meliputi:
- Literasi hukum digital rendah, sehingga mahasiswa tidak memahami prosedur pengaduan.
- Ketimpangan posisi tawar antara konsumen mahasiswa dengan pelaku usaha daring.
- Mekanisme penyelesaian sengketa yang rumit dan tidak ramah konsumen, sehingga mahasiswa enggan mengadukan kasus kerugiannya.
- Kurangnya edukasi hukum di lingkungan kampus yang seharusnya bisa menjadi wadah pemberdayaan konsumen muda.
Sebagaimana diuraikan Kamaruddin (2020), literasi hukum digital harus ditingkatkan agar mahasiswa tidak hanya aktif menggunakan teknologi, tetapi juga paham hak-haknya sebagai konsumen. Selain itu, Mantri (2007) menegaskan pentingnya regulasi perlindungan konsumen yang mencakup aspek pencegahan, penindakan, dan pemulihan hak, yang belum sepenuhnya terwujud di Indonesia.
D. PENUTUP
- Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yuridis normatif ini, dapat disimpulkan bahwa:
- Mahasiswa sebagai konsumen digital memiliki kerentanan tinggi dalam transaksi e-commerce akibat rendahnya pemahaman hukum, posisi tawar yang lemah, dan mekanisme pengaduan yang tidak ramah konsumen.
- Secara normatif, regulasi perlindungan konsumen di Indonesia, khususnya UUPK, UU ITE, dan PP PMSE, sudah memberikan dasar hukum untuk melindungi konsumen digital, termasuk mahasiswa. Namun, efektivitas implementasi regulasi ini masih lemah.
- Hambatan utama yang dihadapi mahasiswa meliputi minimnya literasi hukum digital, lemahnya pengawasan terhadap pelaku usaha daring, serta prosedur penyelesaian sengketa yang belum sederhana dan efisien.
- Rekomendasi
Untuk meningkatkan perlindungan hukum bagi mahasiswa sebagai konsumen digital, penelitian ini merekomendasikan:
- Peningkatan literasi hukum digital mahasiswa melalui integrasi materi perlindungan konsumen dalam kurikulum perguruan tinggi, sosialisasi, dan pelatihan berbasis teknologi.
- Penguatan pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelaku usaha daring, khususnya platform dan penjual yang seringkali mengabaikan hak-hak konsumen mahasiswa.
- Penyederhanaan mekanisme penyelesaian sengketa, baik di tingkat platform e-commerce maupun lembaga penyelesaian sengketa di luar pengadilan, agar lebih mudah, cepat, dan terjangkau bagi mahasiswa.
- Peran aktif kampus dan organisasi mahasiswa dalam mengedukasi dan mendampingi mahasiswa yang mengalami permasalahan hukum terkait transaksi e-commerce.
- Pembaruan regulasi dengan memasukkan klausul perlindungan khusus untuk kelompok konsumen muda seperti mahasiswa dalam kebijakan perlindungan konsumen digital yang adaptif terhadap perkembangan teknologi.
Dengan implementasi rekomendasi ini, diharapkan hak-hak mahasiswa sebagai konsumen digital dapat terlindungi lebih baik, sehingga tercipta ekosistem transaksi e-commerce yang adil, aman, dan inklusif bagi semua pihak.
DAFTAR PUSTAKA
Fista, Y.L., Machmud, A., & Suartini. (2023). Perlindungan Hukum Konsumen Dalam Transaksi E-commerce Ditinjau dari Perspektif Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Jurnal Binamulia Hukum, 12(1), 177-189.
Haipon, H., dkk. (2024). Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen dalam Transaksi E-commerce di Indonesia. Jurnal Kolaboratif Sains, 7(12), 4785-4789.
Khotimah, C.A. (2016). Perlindungan Hukum Bagi Konsumen dalam Transaksi Jual-Beli Online (E- commerce). Business Law Review. 1, 14-20.
Mantri, B.H. (2007). Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Transaksi E-commerce. Jurnal Law Reform, 3(1), 1-20.
Masyittah, dkk. (2024). Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Dalam Transaksi Jual Beli Online (Shopee). Indonesia of Journal Business Law, 3(1), 24-29.
Poernomo, S.L. (2023). Analisis Kepatuhan Regulasi Perlindungan Konsumen dalam E-commerce di Indonesia, Unes Law Review, 6(1), 1772-1782.
Prayuti, Y., Herlina, E., & Rasmiaty, M. (2024). Perlindungan Hukum Konsumen dalam Transaksi Perdagangan di E-commerce di Indonesia. Jurnal Hukum Mimbar Justitia, 10(1), 27-44.
Rusmawati, D.E. (2013). Perlindungan Hukum Bagi Konsumen dalam Transaksi E-commerce. Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum, 7(2), 193-201. Sulistianingsih, D., Utami, M.D., & Adhi, Y.P. (2023). Perlindungan Hukum bagi Konsumen dalam Transaksi E-commerce sebagai Tantangan Bisnis di Era Global. Jurnal Mercatoria, 16(2), 119-128.