Aplikasi Edukasi dan Konseling Kesehatan Mental Berbasis AI untuk Remaja

Pendahuluan

Kesehatan mental remaja merupakan salah satu isu penting dalam era digital saat ini yang memerlukan perhatian serius dari berbagai pihak. Perkembangan teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) telah membuka peluang baru dalam memberikan dukungan kesehatan mental yang lebih aksesibel dan personal bagi remaja. Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) mencatat bahwa 15,5 juta atau 34,9% remaja Indonesia mengalami masalah kesehatan mental, dengan hanya 2,6% yang mengakses layanan konseling profesional. Kondisi ini menunjukkan adanya kesenjangan besar antara kebutuhan dan akses layanan kesehatan mental bagi remaja.

Masa remaja merupakan periode kritis dalam perkembangan individu, di mana berbagai perubahan fisik, hormonal, dan psikologis terjadi secara bersamaan. Remaja sering menghadapi tekanan akademik, masalah sosial seperti bullying, perubahan dalam keluarga, dan tantangan dalam mencari identitas diri. Era digital menambah kompleksitas permasalahan dengan munculnya cyberbullying, kecanduan media sosial, dan perbandingan sosial yang dapat memicu kecemasan dan depresi. Penelitian menunjukkan bahwa 30 juta atau 80% remaja Indonesia aktif menggunakan media sosial, dengan dampak yang bervariasi mulai dari positif hingga gangguan kesehatan mental.

Aplikasi edukasi dan konseling kesehatan mental berbasis AI menawarkan solusi inovatif untuk mengatasi tantangan tersebut. Teknologi AI memungkinkan pengembangan platform yang dapat memberikan dukungan 24/7, anonim, dan terpersonalisasi sesuai dengan kebutuhan individual remaja. Dengan memanfaatkan kemampuan analisis data, pemrosesan bahasa alami, dan pembelajaran mesin, aplikasi berbasis AI dapat membantu remaja mengenali gejala awal masalah kesehatan mental, memberikan edukasi yang relevan, dan menyediakan dukungan konseling yang mudah diakses.

Kondisi Kesehatan Mental Remaja di Indonesia

Kesehatan mental remaja di Indonesia menghadapi tantangan yang kompleks dan multidimensional. Berdasarkan data terkini, prevalensi masalah kesehatan mental di kalangan remaja mencapai angka yang mengkhawatirkan. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan bahwa lebih dari 19 juta penduduk berusia di atas 15 tahun mengalami gangguan mental emosional, sementara lebih dari 12 juta mengalami kecemasan

Data yang lebih spesifik mengenai remaja menunjukkan bahwa gangguan kecemasan menjadi masalah kesehatan mental yang paling tinggi dialami remaja Indonesia, dengan prevalensi lebih tinggi pada perempuan (28,2%) dibandingkan laki-laki (25,4%)1. Gangguan hiperaktivitas atau masalah terkait pemusatan perhatian dialami lebih tinggi pada remaja laki-laki sebesar 12,3% dibanding remaja perempuan sebesar 8,8%1. Sementara itu, sebanyak 1% remaja mengalami depresi, 3,7% mengalami kecemasan, 0,9% mengalami post traumatic stress disorder (PTSD), dan 0,5% mengalami gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan mental remaja di Indonesia sangat beragam. Penelitian menunjukkan bahwa dukungan keluarga yang kuat, pola asuh positif, dan hubungan interpersonal yang baik memainkan peran krusial dalam kesehatan mental remaja. Sebaliknya, dampak media sosial dan kondisi lingkungan dapat memperburuk kesehatan mental jika tidak dikelola dengan baik. Penelitian di MAN Kota Tegal terhadap 312 remaja menunjukkan bahwa remaja kadang-kadang mengalami gangguan mental seperti cemas atau khawatir saat tidak bisa mengakses media sosial (60,6%), membandingkan diri dengan orang lain di media sosial (57,7%), dan kehilangan fokus saat belajar karena media sosial (46,2%).

Tantangan lain yang dihadapi adalah stigma sosial terhadap masalah kesehatan mental. Meskipun kesadaran tentang pentingnya kesehatan mental semakin meningkat, masih banyak remaja yang enggan mencari bantuan profesional karena takut diejek atau tidak dipercaya oleh lingkungan sekitar. Hal ini diperparah oleh keterbatasan akses layanan kesehatan mental, terutama di daerah terpencil, serta kurangnya tenaga profesional yang kompeten dalam menangani masalah kesehatan mental remaja.

Teknologi AI dalam Kesehatan Mental

Perkembangan teknologi kecerdasan buatan telah membuka peluang besar untuk transformasi layanan kesehatan mental. AI dalam kesehatan mental memanfaatkan algoritma pembelajaran mesin (machine learning) untuk mengidentifikasi pola dan tren yang tidak dapat diamati secara langsung oleh manusia. Teknologi ini dapat menganalisis data dari berbagai sumber seperti catatan medis elektronik, pola interaksi, dan bahkan aktivitas di media sosial untuk mendeteksi tanda-tanda gangguan kesehatan mental.

Chatbot berbasis AI merupakan salah satu aplikasi yang paling populer dalam bidang kesehatan mental. Chatbot terapi menggunakan pemrosesan bahasa alami (Natural Language Processing) dan algoritma pembelajaran mesin untuk mensimulasikan percakapan dengan pengguna, memberikan dukungan emosional, dan menawarkan teknik-teknik terapi yang berbasis bukti. Aplikasi seperti Woebot telah terbukti secara klinis efektif dalam mengurangi gejala depresi dan kecemasan melalui teknik Cognitive Behavioral Therapy (CBT). Penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Medical Internet Research menunjukkan bahwa pengguna Woebot mengalami penurunan signifikan gejala depresi dibandingkan kelompok kontrol.

AI juga memungkinkan personalisasi yang tinggi dalam layanan kesehatan mental. Sistem AI dapat menganalisis respons dan perilaku pengguna untuk memberikan rekomendasi yang disesuaikan dengan kebutuhan individual. Fitur mood tracking yang didukung AI dapat memantau perubahan suasana hati pengguna dari waktu ke waktu dan memberikan wawasan yang berharga tentang pola emosional. Teknologi deep learning dengan arsitektur seperti Bidirectional Long Short-Term Memory (Bi-LSTM) dapat menganalisis catatan pengguna dengan akurasi tinggi, seperti yang ditunjukkan dalam pengembangan aplikasi HugMe dengan akurasi training mencapai 88,38%.

Keunggulan lain dari teknologi AI adalah kemampuannya memberikan dukungan 24/7 tanpa batasan geografis. Hal ini sangat penting mengingat krisis kesehatan mental dapat terjadi kapan saja, sementara akses ke profesional kesehatan mental tradisional seringkali terbatas oleh waktu dan lokasi. Platform AI juga dapat mengurangi stigma karena memberikan anonimitas kepada pengguna yang mungkin enggan mencari bantuan secara langsung.

Fitur dan Fungsi Aplikasi AI untuk Kesehatan Mental Remaja

Aplikasi edukasi dan konseling kesehatan mental berbasis AI untuk remaja memerlukan desain yang komprehensif dan user-friendly dengan berbagai fitur yang dapat memenuhi kebutuhan spesifik kelompok usia ini. Berdasarkan penelitian dan pengembangan aplikasi serupa, terdapat beberapa fitur utama yang essential untuk efektivitas aplikasi.

Chatbot Konseling Berbasis AI merupakan fitur inti yang menyediakan layanan konseling 24/7. Chatbot ini menggunakan teknik Cognitive Behavioral Therapy (CBT) dan terapi perilaku dialektis untuk membantu remaja mengelola emosi dan mengembangkan strategi coping yang sehat. Aplikasi seperti Youper telah menunjukkan efektivitas dalam menggabungkan psikologi dan kecerdasan buatan untuk memahami kebutuhan emosional pengguna dan melakukan percakapan yang natural10. Chatbot harus dirancang dengan kemampuan mengenali nuansa emosional dalam bahasa remaja dan memberikan respons yang empati namun profesional.

Sistem Deteksi Dini dan Skrining Mental Health menggunakan kuesioner yang valid dan teruji secara ilmiah untuk mendeteksi gejala awal depresi, kecemasan, dan gangguan mental lainnya. Aplikasi Smart Senyum telah menunjukkan implementasi yang efektif dalam mendeteksi gangguan kesehatan mental dengan hasil yang dapat membantu pengguna mengetahui kondisi mental mereka. Sistem ini harus dapat memberikan evaluasi Depression-Anxiety-Stress (DAS) yang mendekati real-time seperti yang dikembangkan dalam aplikasi Zoala.

Mood Tracking dan Analisis Pola memungkinkan pengguna untuk memantau suasana hati mereka secara konsisten. Fitur ini menggunakan teknologi AI untuk menganalisis pola mood dari waktu ke waktu dan memberikan insights tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan mental. Aplikasi dapat memberikan rekomendasi aktivitas atau strategi berdasarkan pola yang teridentifikasi, seperti yang diterapkan dalam aplikasi Mind Space.

Modul Edukasi Interaktif menyediakan konten pembelajaran tentang kesehatan mental yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan remaja. Konten ini mencakup informasi tentang mengenali gejala gangguan mental, teknik manajemen stres, mindfulness, dan keterampilan sosial-emosional. Aplikasi Up Mind telah menunjukkan bagaimana edukasi kesehatan mental dapat disampaikan melalui platform Android yang mudah diakses.

Forum Komunitas Anonim memberikan ruang bagi remaja untuk berbagi pengalaman dan saling mendukung tanpa mengungkapkan identitas. Fitur ini penting untuk mengurangi isolasi sosial dan memberikan dukungan peer-to-peer. Sistem moderasi berbasis AI dapat memastikan lingkungan yang aman dan positif.

Akses ke Profesional memfasilitasi koneksi dengan psikolog atau konselor berlisensi ketika diperlukan intervensi lebih lanjut. Aplikasi dapat mengintegrasikan sistem rujukan otomatis berdasarkan hasil skrining atau permintaan pengguna. Fitur ini penting untuk memastikan kontinuitas perawatan dan menghubungkan teknologi dengan layanan kesehatan mental tradisional.

Fitur Krisis dan Dukungan Darurat menyediakan akses cepat ke hotline krisis dan sumber daya darurat ketika pengguna menunjukkan tanda-tanda risiko tinggi. Sistem AI harus dapat mendeteksi bahasa atau pola yang mengindikasikan pemikiran untuk menyakiti diri sendiri dan memberikan respons yang tepat.

Manfaat Aplikasi AI untuk Remaja

Implementasi aplikasi edukasi dan konseling kesehatan mental berbasis AI memberikan berbagai manfaat signifikan untuk remaja, khususnya dalam konteks Indonesia di mana akses layanan kesehatan mental masih terbatas. Manfaat-manfaat ini telah didukung oleh berbagai penelitian dan implementasi aplikasi serupa di berbagai negara.

Aksesibilitas yang Tinggi merupakan keunggulan utama aplikasi berbasis AI. Remaja dapat mengakses layanan kapan saja dan di mana saja, bahkan di tengah malam ketika sebagian besar layanan tradisional tidak tersedia. Hal ini sangat penting mengingat krisis kesehatan mental dapat terjadi sewaktu-waktu tanpa mengenal waktu. Penelitian menunjukkan bahwa lebih dari dua pertiga remaja memiliki pengalaman dengan aplikasi kesehatan mental, dan 60% menggunakan 1-2 aplikasi secara rutin. Di Indonesia, dengan penetrasi smartphone yang tinggi, aplikasi berbasis AI dapat menjangkau remaja di daerah terpencil yang kekurangan tenaga profesional kesehatan mental.

Pengurangan Stigma menjadi manfaat penting lainnya. Aplikasi AI memberikan anonimitas yang memungkinkan remaja untuk mencari bantuan tanpa takut dihakimi atau mendapat stigma negatif. Penelitian menunjukkan bahwa hanya 17% remaja yang merasa negatif tentang penerapan AI secara umum, dan 19% yang negatif tentang pengintegrasian AI dalam aplikasi kesehatan mental, menunjukkan penerimaan yang relatif baik. Anonimitas ini sangat penting dalam konteks budaya Indonesia di mana masalah kesehatan mental masih sering dianggap tabu.

Personalisasi Dukungan memungkinkan aplikasi AI untuk memberikan intervensi yang disesuaikan dengan kebutuhan individual setiap remaja. Sistem AI dapat menganalisis pola perilaku, respons, dan preferensi pengguna untuk memberikan rekomendasi yang relevan. Aplikasi seperti Youper telah menunjukkan kemampuan dalam memahami kebutuhan emosional pengguna dan memberikan respons yang dipersonalisasi. Hal ini meningkatkan efektivitas intervensi karena setiap remaja memiliki kebutuhan dan tantangan yang unik.

Deteksi Dini yang Efektif memungkinkan identifikasi masalah kesehatan mental sebelum berkembang menjadi gangguan yang lebih serius. Teknologi AI dapat mendeteksi perubahan pola perilaku, mood, atau komunikasi yang mengindikasikan masalah kesehatan mental. Penelitian menunjukkan bahwa edukasi kesehatan mental berbasis aplikasi pelacak mood dapat meningkatkan kesehatan mental remaja hingga 100% setelah intervensi.

Biaya yang Terjangkau menjadikan layanan kesehatan mental lebih accessible bagi remaja dari berbagai latar belakang ekonomi. Dibandingkan dengan terapi tradisional yang bisa mencapai ratusan ribu rupiah per sesi, aplikasi AI dapat memberikan dukungan dengan biaya yang jauh lebih rendah atau bahkan gratis. Meskipun beberapa aplikasi premium memiliki biaya berlangganan, rata-rata biayanya sekitar $20 per bulan masih jauh lebih terjangkau dibandingkan terapi tradisional.

Dukungan Berkelanjutan memungkinkan remaja mendapatkan bantuan konsisten sepanjang waktu. Berbeda dengan terapi tradisional yang terbatas pada sesi mingguan, aplikasi AI dapat memberikan dukungan harian melalui check-in mood, pengingat aktivitas self-care, dan akses ke strategi coping. Hal ini penting untuk membangun kebiasaan sehat dan mempertahankan stabilitas mental.

Pendidikan dan Literasi Kesehatan Mental yang komprehensif membantu remaja memahami kondisi mental mereka dan mengembangkan keterampilan untuk mengelola emosi. Aplikasi dapat menyediakan konten edukatif yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan kognitif remaja, membantu mereka mengenali tanda-tanda masalah kesehatan mental dan memahami strategi penanganan yang tepat.

Tantangan dan Keterbatasan

Meskipun aplikasi AI untuk kesehatan mental remaja menawarkan banyak manfaat, implementasinya juga menghadapi berbagai tantangan dan keterbatasan yang perlu dipertimbangkan secara serius. Pemahaman terhadap tantangan ini penting untuk mengembangkan solusi yang efektif dan aman.

Privasi dan Keamanan Data merupakan tantangan utama dalam pengembangan aplikasi kesehatan mental berbasis AI. Penggunaan AI melibatkan pengumpulan dan analisis data pribadi yang sangat sensitif, termasuk informasi tentang kondisi mental, pola perilaku, dan riwayat emosional pengguna. Penelitian Mozilla menunjukkan bahwa 22 dari 32 aplikasi kesehatan mental populer diberi label peringatan “privasi tidak disertakan” karena memiliki kekhawatiran tertinggi terhadap privasi dan data pribadi. Kasus BetterHelp yang mengungkapkan informasi sensitif pengguna kepada Facebook dan Snapchat, serta dikenai denda sebesar $7,8 juta oleh Federal Trade Commission, menunjukkan betapa seriusnya masalah ini.

Keterbatasan Empati dan Interaksi Manusiawi menjadi tantangan fundamental dalam penggunaan AI untuk konseling. Meskipun AI dapat mensimulasikan percakapan yang natural, ia tidak memiliki kemampuan untuk benar-benar memahami dan merasakan emosi manusia. Chatbot memiliki keterbatasan dalam memahami nuansa emosional dan konteks budaya yang kompleks, terutama bagi individu dengan kebutuhan kesehatan mental yang sangat spesifik. Penelitian menunjukkan bahwa hanya minoritas (sekitar 8%) partisipan yang lebih memilih terapi berbasis AI dibandingkan terapi tradisional dengan terapis manusia.

Bias dan Ketepatan Diagnosa menjadi perhatian serius dalam implementasi AI. Algoritma AI dapat mengalami bias berdasarkan data training yang digunakan, yang dapat mengakibatkan misdiagnosis atau rekomendasi yang tidak tepat. Bias ini dapat mempengaruhi kelompok tertentu secara tidak proporsional, terutama remaja dari latar belakang sosio-ekonomi atau budaya yang berbeda. Ketepatan hasil yang diberikan oleh AI masih harus diawasi dan diverifikasi oleh profesional kesehatan mental.

Aksesibilitas Digital dan Kesenjangan Teknologi menjadi hambatan bagi sebagian remaja. Tidak semua remaja memiliki akses yang sama terhadap teknologi digital dan koneksi internet yang stabil. Faktor ekonomi, geografis, dan sosial dapat menjadi penghalang bagi banyak remaja untuk memanfaatkan aplikasi berbasis AI. Di Indonesia, meskipun penetrasi smartphone tinggi, masih ada kesenjangan digital antara daerah urban dan rural.

Kurangnya Regulasi dan Standar menjadi tantangan dalam memastikan kualitas dan keamanan aplikasi. Banyak aplikasi kesehatan mental yang tersedia di pasar belum terverifikasi oleh badan pengawas seperti FDA. Dari 369 aplikasi AI untuk kesehatan mental anak yang diidentifikasi, hanya 27 yang memenuhi kriteria eligibilitas, dan hanya 2 aplikasi yang menjalani uji klinis. Hal ini menunjukkan kurangnya standar yang jelas untuk validasi dan persetujuan aplikasi kesehatan mental.

Keterbatasan dalam Menangani Krisis menjadi perhatian khusus. Aplikasi AI mungkin tidak dapat memberikan respons yang memadai untuk situasi krisis mental yang memerlukan intervensi darurat. Meskipun beberapa aplikasi memiliki fitur deteksi risiko bunuh diri, kemampuan mereka dalam menangani situasi darurat masih terbatas dibandingkan dengan intervensi manusia yang terlatih.

Resistensi Pengguna dan Masalah Engagement juga menjadi tantangan. Meskipun remaja umumnya tech-savvy, tidak semua merasa nyaman menggunakan AI untuk masalah kesehatan mental. Beberapa remaja mungkin merasa chatbot terlalu impersonal atau tidak dapat memberikan dukungan emosional yang mereka butuhkan. Tingkat penggunaan berkelanjutan aplikasi kesehatan mental juga menjadi tantangan, karena banyak pengguna yang berhenti menggunakan aplikasi setelah beberapa sesi awal.

Aspek Etika dan Keamanan

Penerapan teknologi AI dalam layanan kesehatan mental remaja menimbulkan berbagai pertimbangan etika dan keamanan yang kompleks. Aspek-aspek ini memerlukan perhatian khusus mengingat sensitivitas data kesehatan mental dan kerentanan populasi remaja sebagai target pengguna.

Informed Consent dan Transparansi menjadi fondasi etika dalam penggunaan AI untuk kesehatan mental remaja. Remaja dan orang tua mereka harus memahami sepenuhnya bagaimana data mereka dikumpulkan, diproses, dan digunakan oleh sistem AI. Transparansi dalam algoritma dan proses pengambilan keputusan AI sangat penting untuk membangun kepercayaan. Penelitian menunjukkan bahwa remaja menunjukkan sikap pragmatis terhadap pembagian data, dengan keterbukaan untuk berbagi data jika memberikan nilai tambah bagi pengguna dan permintaan data tidak terlalu intim, namun mereka menuntut transparansi penggunaan data dan kontrol atas personalisasi.

Perlindungan Data dan Privasi memerlukan implementasi teknologi keamanan canggih. Data kesehatan mental termasuk kategori data yang paling sensitif dan memerlukan enkripsi end-to-end, protokol keamanan berlapis, dan compliance dengan regulasi privasi data yang ketat. Implementasi privacy-by-design principles dalam pengembangan AI dapat mengurangi risiko dan meningkatkan kepercayaan pengguna. Sistem harus memastikan bahwa data tidak dapat diakses oleh pihak ketiga yang tidak berwenang dan harus memiliki mekanisme untuk menghapus data pengguna sesuai permintaan.

Bias Algoritma dan Keadilan memerlukan perhatian khusus dalam konteks keberagaman populasi remaja Indonesia. AI harus dilatih dengan dataset yang representatif dan inklusif untuk menghindari bias terhadap kelompok tertentu berdasarkan gender, etnis, status sosio-ekonomi, atau latar belakang budaya. Regular auditing dan monitoring terhadap performa algoritma AI perlu dilakukan untuk mengidentifikasi dan memperbaiki bias yang mungkin muncul seiring waktu. Pengembangan AI harus melibatkan diverse stakeholders untuk memastikan perspektif yang beragam terintegrasi dalam sistem.

Batasan Scope dan Rujukan Profesional harus ditetapkan dengan jelas. Aplikasi AI tidak boleh menggantikan sepenuhnya peran profesional kesehatan mental, melainkan berfungsi sebagai alat pendukung dan first-line intervention. Sistem harus memiliki kemampuan untuk mengenali situasi yang memerlukan intervensi manusia dan memberikan rujukan yang tepat kepada profesional kesehatan mental. Clear disclaimer tentang keterbatasan AI dan kapan harus mencari bantuan profesional harus dikomunikasikan dengan jelas kepada pengguna.

Keseimbangan Otonomi dan Perlindungan menjadi tantangan khusus ketika bekerja dengan remaja. Di satu sisi, remaja memiliki hak untuk privacy dan otonomi dalam mengakses layanan kesehatan mental. Di sisi lain, ada tanggung jawab untuk melindungi mereka dari potensi harm. Aplikasi harus memiliki protokol yang jelas untuk situasi di mana remaja berisiko menyakiti diri sendiri atau orang lain, termasuk mekanisme untuk melibatkan orang tua atau guardian ketika diperlukan.

Tanggung Jawab dan Akuntabilitas dalam decision-making AI harus jelas didefinisikan. Ketika AI memberikan rekomendasi atau assessment, harus ada mekanisme untuk memverifikasi dan mengaudit keputusan tersebut. Healthcare providers dan pengembang aplikasi harus memiliki clear liability framework untuk situasi di mana AI memberikan rekomendasi yang tidak tepat atau harmful.

Continuous Monitoring dan Quality Assurance diperlukan untuk memastikan bahwa sistem AI berfungsi sesuai dengan standar etika dan keamanan yang ditetapkan. Regular evaluation terhadap outcome pengguna, feedback mechanism, dan system performance perlu diimplementasikan untuk continuous improvement dan early detection terhadap potensi masalah etika atau keamanan.

Studi Kasus Implementasi

Berbagai implementasi aplikasi AI untuk kesehatan mental remaja telah dilakukan di Indonesia dan negara lain, memberikan wawasan berharga tentang praktik terbaik dan tantangan yang dihadapi dalam penerapan teknologi ini.

Implementasi di Indonesia menunjukkan beragam pendekatan dalam pengembangan aplikasi kesehatan mental berbasis AI. Aplikasi Riliv telah diimplementasikan dalam program edukasi di SMP PGRI 1 Surakarta, menunjukkan hasil positif dengan peningkatan pengetahuan tentang cara penggunaan aplikasi dan kesehatan mental sebesar 71% setelah dilakukan penyuluhan. Aplikasi ini dirancang untuk mendukung self-help dengan meditasi serta konseling online dengan psikolog, membantu mengatasi masalah pribadi dan menjaga kebahagiaan serta produktivitas pengguna.

REMEDY, yang dikembangkan oleh mahasiswa Universitas Airlangga, merupakan aplikasi berbasis web yang secara khusus ditujukan untuk memulihkan kesehatan mental remaja korban bullying35. Aplikasi ini mengintegrasikan teknologi AI dan machine learning untuk mengidentifikasi perubahan kondisi berdasarkan jawaban pengguna. REMEDY memiliki fitur ‘Interaksi Komunitas’ yang meliputi focus group discussion dengan kelompok pengguna lainnya, serta pendampingan dari fasilitator untuk saling berkomunikasi dan memberikan dukungan sosial maupun emosional.

Aplikasi HugMe menunjukkan implementasi teknologi deep learning yang canggih dengan arsitektur Bidirectional Long Short-Term Memory (Bi-LSTM) untuk menganalisis catatan pengguna27. Dengan dataset yang terdiri dari 2.432.229 data, aplikasi ini mencapai akurasi training 88,38% dan akurasi validasi 85,34%. Fitur-fitur utama meliputi analisis catatan pengguna, rekomendasi tempat healing terdekat, chat anonim, dan riwayat catatan.

Aplikasi Mind Space dikembangkan sebagai platform layanan konsultasi online dengan fokus pada manajemen risiko kesehatan mental18. Berdasarkan survei terhadap 15 responden, 80% menunjukkan minat menggunakan aplikasi, dengan 70% menginginkan fitur utama seperti ruang berbagi cerita anonim, pelacak mood, dan akses ke tenaga profesional. Aplikasi ini menggunakan pendekatan System Development Life Cycle (SDLC) model air terjun dengan pengembangan prototipe menggunakan Figma.

Implementasi Internasional memberikan benchmark untuk pengembangan aplikasi serupa. Woebot telah menunjukkan efektivitas klinis dalam mengurangi gejala depresi dan kecemasan melalui teknik CBT. Penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Medical Internet Research menunjukkan bahwa pengguna Woebot mengalami penurunan signifikan gejala depresi dalam waktu dua minggu. Youper telah diidentifikasi sebagai chatbot kesehatan mental yang paling engaging dan terbukti efektif secara klinis oleh peneliti Stanford University.

Zoala menawarkan pendekatan yang comprehensive dengan fitur AI-powered companion untuk remaja yang dikembangkan oleh tim ahli kesehatan mental remaja. Aplikasi ini menggunakan kecerdasan buatan dan terapi perilaku kognitif yang digunakan oleh praktisi psikoterapi untuk memberikan saran, dukungan, dan informasi yang actionable. Zoala juga terintegrasi dengan dashboard observer dan dapat memberikan insights dari percakapan dengan remaja untuk mendukung pendidik dan psikoterapis.

Studi Kasus Implementasi di Sekolah menunjukkan efektivitas program edukasi berbasis aplikasi. Implementasi aplikasi pelacak mood di SMA Padangsidimpuan menunjukkan hasil signifikan, di mana sebelum edukasi hanya 4 orang (21,06%) yang memiliki pengetahuan kesehatan mental tinggi, namun setelah edukasi semua 19 responden (100%) mencapai tingkat kesehatan mental yang tinggi. Program serupa di SMP MBS Pleret menunjukkan bahwa 70 responden (90,9%) memiliki tingkat kesehatan mental kategori tinggi setelah intervensi.

Lessons Learned dari berbagai implementasi menunjukkan pentingnya user-centered design, validasi klinis, dan integrasi dengan layanan kesehatan mental yang sudah ada. Keberhasilan implementasi juga sangat bergantung pada tingkat literasi digital pengguna, dukungan dari institusi pendidikan, dan availability tenaga profesional untuk supervisi dan rujukan.

Prospek Masa Depan

Perkembangan aplikasi edukasi dan konseling kesehatan mental berbasis AI untuk remaja menunjukkan tren yang sangat menjanjikan dengan berbagai inovasi teknologi dan pendekatan baru yang sedang dikembangkan. Prospek masa depan bidang ini diperkuat oleh kemajuan teknologi AI, meningkatnya kesadaran akan pentingnya kesehatan mental, dan growing acceptance terhadap solusi digital health.

Pengembangan Teknologi AI yang Lebih Canggih akan memungkinkan analisis yang lebih akurat dan personalisasi yang lebih mendalam. Kemajuan dalam natural language processing dan emotional AI akan memungkinkan chatbot untuk lebih memahami nuansa emosional dan konteks budaya dalam komunikasi remaja. Integration dengan wearable devices akan memungkinkan monitoring real-time terhadap indikator kesehatan mental seperti heart rate variability, sleep patterns, dan activity levels, memberikan insights yang lebih komprehensif tentang kondisi mental pengguna.

Improved AI Algorithms akan menghasilkan model yang lebih akurat, interpretable, dan resistant terhadap bias. Ongoing research fokus pada refinement machine learning models untuk meningkatkan kemampuan prediksi dan memberikan rekomendasi yang lebih tepat. Advanced predictive analytics akan dapat mengidentifikasi individu yang berisiko mengalami gangguan kesehatan mental sebelum gejala menjadi parah, memungkinkan early intervention yang lebih efektif.

Integrasi dengan Ekosistem Kesehatan Digital akan menciptakan continuum of care yang seamless. Aplikasi AI akan terintegrasi dengan electronic health records, telemedicine platforms, dan layanan kesehatan mental tradisional untuk memberikan care yang holistik. Platform seperti Momentum yang dikembangkan University of Southern Queensland menunjukkan arah pengembangan platform komprehensif yang mengintegrasikan detection, assessment, dan tailored interventions.

Hybrid Models dan AI-Augmented Therapy akan menggabungkan kekuatan AI dengan expertise manusia. Model ini akan menggunakan AI untuk membantu terapis dalam memberikan intervensi yang dipersonalisasi, blending the strengths of human and machine intelligence. AI akan berperan sebagai co-therapist yang membantu terapis menganalisis data, track progress, dan memberikan recommendations berdasarkan evidence-based practices.

Virtual Reality dan Immersive Technologies akan memperluas kemungkinan terapi digital. VR therapy yang leverages AI dapat menciptakan simulasi realistis untuk exposure therapy, proving effective dalam menangani anxiety disorders dan PTSD. Integration antara AI, VR, dan biometric monitoring akan menciptakan therapeutic experiences yang immersive dan highly personalized.

Democratization dan Accessibility akan membuat layanan kesehatan mental berbasis AI lebih accessible di seluruh dunia. Pengembangan aplikasi dengan multiple language support dan cultural adaptation akan memungkinkan penetrasi yang lebih luas, termasuk di daerah-daerah yang kekurangan tenaga kesehatan mental profesional. Cloud-based solutions akan mengurangi barrier to entry dan memungkinkan scalability yang besar.

Enhanced Safety dan Ethical Frameworks akan mengembangkan standards yang lebih robust untuk protection privacy dan ensuring ethical use of AI. Development of comprehensive regulatory frameworks akan memberikan guidelines yang jelas untuk pengembangan dan deployment aplikasi kesehatan mental berbasis AI. Improved consent mechanisms dan user control over data akan meningkatkan trust dan adoption rates.

Preventive Mental Health Approach akan menjadi fokus utama pengembangan masa depan. Aplikasi akan tidak hanya reactive terhadap masalah kesehatan mental yang sudah ada, tetapi juga proactive dalam mencegah timbulnya gangguan melalui early screening, risk assessment, dan protective factor strengthening. Integration dengan educational systems akan memungkinkan preventive mental health education yang sistematis dan comprehensive.

Global Collaboration dan Knowledge Sharing akan mempercepat innovation dan best practice sharing. Initiatives seperti Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) yang berkolaborasi dengan University of Queensland dan Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health menunjukkan importance of international cooperation dalam research dan development1.

Rekomendasi Implementasi

Implementasi aplikasi edukasi dan konseling kesehatan mental berbasis AI untuk remaja memerlukan pendekatan yang sistematis dan komprehensif dengan melibatkan berbagai stakeholder. Berdasarkan analisis literature dan best practices dari berbagai implementasi, berikut adalah rekomendasi untuk successful deployment aplikasi tersebut.

Pengembangan Berbasis User-Centered Design harus menjadi prioritas utama dalam development process. Aplikasi harus dirancang dengan melibatkan remaja sebagai co-designers untuk memastikan interface dan fitur sesuai dengan preferensi dan kebutuhan mereka. Penelitian menunjukkan bahwa banyak aplikasi AI untuk anak memiliki skor readability yang suboptimal dengan average grade level 6.62 untuk in-app content, mengindikasikan pentingnya child-friendly design. Penggunaan design thinking methodology seperti yang diterapkan dalam pengembangan aplikasi “Curhat Online” dapat memastikan aplikasi memenuhi kebutuhan target users.

Validasi Klinis dan Evidence-Based Development harus dilakukan secara rigor untuk memastikan efektivitas dan keamanan aplikasi. Dari 27 aplikasi AI yang dianalisis, hanya 2 yang menjalani clinical trials meskipun 20 aplikasi (74%) menggunakan clinically validated technologies. Implementasi harus mengikuti framework seperti yang digunakan dalam pengembangan Woebot, yang telah terbukti secara klinis efektif melalui penelitian yang dipublikasikan dalam peer-reviewed journals.

Integrasi dengan Sistem Kesehatan dan Pendidikan Eksisting penting untuk memastikan sustainability dan comprehensive care. Aplikasi harus terintegrasi dengan pusat kesehatan masyarakat, sekolah, dan layanan konseling yang sudah ada. Program seperti yang diimplementasikan di SMP PGRI 1 Surakarta menunjukkan pentingnya kolaborasi dengan institusi pendidikan untuk edukasi dan adoption. Integration dengan medical centers dari berbagai universitas seperti yang direncanakan dalam aplikasi MELON dapat memperkuat rujukan system.

Regulatory Compliance dan Ethical Framework harus ditetapkan sejak awal development process. Aplikasi harus comply dengan regulasi privasi data yang berlaku, termasuk implementasi privacy-by-design principles. Clear ethical guidelines untuk AI decision-making, data usage, dan crisis intervention protocols harus dikembangkan dan dikomunikasikan kepada semua stakeholders. Regular auditing terhadap algorithmic bias dan fairness harus diimplementasikan.

Multi-Stakeholder Collaboration perlu difasilitasi untuk mendukung implementasi yang sukses. Kolaborasi antara pengembang teknologi, profesional kesehatan mental, educator, policymaker, dan remaja sebagai end users sangat penting. Model kolaborasi seperti yang diterapkan dalam I-NAMHS yang melibatkan Pusat Kesehatan Reproduksi UGM, University of Queensland, dan Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health dapat menjadi template untuk pengembangan aplikasi.

Phased Implementation Strategy dengan pilot testing di selected schools atau communities dapat mengurangi risks dan memungkinkan iterative improvement. Implementation dapat dimulai dengan focus pada specific mental health issues seperti anxiety atau depression sebelum expand ke comprehensive mental health support. Monitoring dan evaluation metrics harus ditetapkan untuk mengukur effectiveness dan user satisfaction.

Capacity Building dan Training untuk guru, konselor sekolah, dan health professionals penting untuk mendukung adoption dan appropriate use aplikasi. Training programs tentang digital mental health literacy dan appropriate referral protocols harus disediakan. Seperti yang ditunjukkan dalam program di SMP N 16 Gresik, pelatihan peer counseling dan psychological first aid dapat memperkuat support system.

Affordability dan Accessibility Strategy harus dikembangkan untuk memastikan equitable access. Mengingat bahwa rata-rata biaya aplikasi premium mencapai $20 per bulan, perlu dipertimbangkan model pricing yang affordable atau free tier untuk basic features. Partnership dengan government, NGOs, atau corporate social responsibility programs dapat mendukung free access untuk underserved populations.

Continuous Monitoring dan Improvement system harus diimplementasikan untuk ongoing quality assurance dan feature enhancement. Regular user feedback collection, outcome monitoring, dan system performance evaluation perlu dilakukan. Adaptive learning capabilities harus diintegrasikan untuk memungkinkan sistem belajar dari user interactions dan improve recommendations over time.

Crisis Management Protocol yang clear dan comprehensive harus dikembangkan untuk menangani situasi emergency. Integration dengan local crisis hotlines dan emergency services, clear escalation procedures, dan automatic risk assessment capabilities harus diimplementasikan untuk memastikan user safety.

Kesimpulan

Aplikasi edukasi dan konseling kesehatan mental berbasis AI untuk remaja merepresentasikan sebuah inovasi yang sangat menjanjikan dalam mengatasi krisis kesehatan mental yang semakin meningkat di kalangan remaja Indonesia. Dengan 15,5 juta remaja Indonesia mengalami masalah kesehatan mental namun hanya 2,6% yang mengakses layanan konseling, teknologi AI menawarkan solusi untuk menjembatani kesenjangan akses yang signifikan ini.

Teknologi AI memungkinkan pengembangan aplikasi yang dapat memberikan dukungan 24/7, anonim, dan terpersonalisasi sesuai dengan kebutuhan individual remaja. Fitur-fitur seperti chatbot konseling berbasis CBT, sistem deteksi dini, mood tracking, dan modul edukasi interaktif telah terbukti efektif dalam berbagai implementasi, seperti yang ditunjukkan oleh aplikasi Riliv dengan peningkatan pengetahuan 71%, dan aplikasi pelacak mood dengan improvement hingga 100%.

Keunggulan utama aplikasi berbasis AI meliputi aksesibilitas tinggi yang dapat menjangkau remaja di daerah terpencil, pengurangan stigma melalui anonimitas, personalisasi dukungan berdasarkan analisis data individual, deteksi dini yang efektif, dan biaya yang lebih terjangkau dibandingkan terapi tradisional. Teknologi AI juga memungkinkan dukungan berkelanjutan dan edukasi kesehatan mental yang komprehensif.

Namun, implementasi teknologi ini juga menghadapi tantangan serius yang perlu ditangani dengan hati-hati. Isu privasi dan keamanan data menjadi perhatian utama, mengingat sensitifitas informasi kesehatan mental dan track record buruk beberapa aplikasi dalam melindungi data pengguna. Keterbatasan empati dan interaksi manusiawi dari AI, serta potensi bias dalam algoritma, memerlukan supervisi profesional dan continuous monitoring.

Aspek etika dan keamanan membutuhkan framework yang robust, termasuk informed consent yang clear, transparansi algoritma, perlindungan data yang kuat, dan mekanisme rujukan profesional yang tepat. Balance antara otonomi remaja dan perlindungan mereka menjadi tantangan khusus yang memerlukan protokol yang well-defined.

Studi kasus implementasi di Indonesia dan internasional menunjukkan bahwa keberhasilan aplikasi AI untuk kesehatan mental remaja sangat bergantung pada user-centered design, validasi klinis yang rigor, integrasi dengan sistem kesehatan eksisting, dan dukungan dari berbagai stakeholders. Aplikasi seperti REMEDY, HugMe, dan Mind Space menunjukkan beragam pendekatan yang dapat diadaptasi sesuai dengan konteks lokal.

Prospek masa depan sangat menjanjikan dengan pengembangan teknologi AI yang semakin canggih, integrasi dengan wearable devices, hybrid models yang menggabungkan AI dan human expertise, serta penggunaan virtual reality untuk terapi immersive. Democratization teknologi akan membuat layanan ini semakin accessible, sementara enhanced safety frameworks akan meningkatkan trust dan adoption rates.

Rekomendasi implementasi menekankan pentingnya pendekatan sistematis yang melibatkan user-centered design, validasi klinis, integrasi dengan sistem eksisting, compliance regulasi, dan multi-stakeholder collaboration. Phased implementation dengan pilot testing, capacity building, dan strategy affordability dapat mengurangi risks dan meningkatkan success rates.

Untuk merealisasikan potensi penuh aplikasi AI dalam kesehatan mental remaja, diperlukan kolaborasi yang erat antara pengembang teknologi, profesional kesehatan mental, educator, policymaker, dan remaja sebagai end users. Investment dalam research dan development, regulatory framework yang clear, dan public-private partnerships akan crucial untuk sustainable implementation.

Aplikasi edukasi dan konseling kesehatan mental berbasis AI bukan merupakan replacement untuk terapi tradisional, melainkan complementary tool yang dapat memperluas akses, meningkatkan early detection, dan memberikan dukungan berkelanjutan. Dengan implementasi yang thoughtful dan ethical, teknologi ini dapat berkontribusi signifikan terhadap peningkatan kesehatan mental remaja Indonesia, mendukung visi Indonesia Emas 2045 dengan generasi muda yang sehat secara mental dan siap menghadapi tantangan masa depan.

Keberhasilan implementasi aplikasi ini akan memerlukan komitmen jangka panjang dari semua stakeholders, continuous improvement berdasarkan evidence dan user feedback, serta adaptasi terhadap evolving needs remaja di era digital. Dengan pendekatan yang comprehensive dan collaborative, aplikasi AI dapat menjadi game-changer dalam mengatasi krisis kesehatan mental remaja dan menciptakan foundation yang kuat untuk well-being generasi masa depan Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

  1. https://goodstats.id/article/15-5-juta-remaja-indonesia-mengalami-masalah-kesehatan-mental-m9Njh
  2. https://ugm.ac.id/id/berita/23086-hasil-survei-i-namhs-satu-dari-tiga-remaja-indonesia-memiliki-masalah-kesehatan-mental/
  3. https://jpmi.journals.id/index.php/jpmi/article/view/1535
  4. https://journal.linkpub.id/index.php/LJMH/article/view/46
  5. https://journal.scitechgrup.com/index.php/sjpm/article/view/116
  6. https://journal.aiska-university.ac.id/index.php/asjn/article/view/1673
  7. https://ojs.unkaha.com/ojsn/index.php/jskb/article/view/206
  8. https://syariah.uinsaid.ac.id/kesehatan-mental-remaja-di-era-digital-dampak-dan-solusi/
  9. https://bk.fip.unesa.ac.id/post/konseling-berbasis-kecerdasan-buatan-masa-depan-layanan-kesehatan-mental
  10. https://www.youper.ai
  11. https://smccu.unesa.ac.id/post/revolusi-kesehatan-mental-pemanfaatan-ai-untuk-memahami-dan-mengatasi-gangguan-psikologis
  12. https://prosidingcosmic.fk.uwks.ac.id/index.php/cosmic/article/view/75
  13. https://ejurnalmalahayati.ac.id/index.php/kreativitas/article/view/12155
  14. https://berkas.dpr.go.id/pusaka/files/isu_sepekan/Isu%20Sepekan—I-PUSLIT-Februari-2025-217.pdf
  15. https://journal-laaroiba.com/ojs/index.php/edu/article/view/6578
  16. https://www.ftsm.ukm.my/v5/file/research/technicalreport/PTA-FTSM-2019-036.pdf
  17. https://abdiinsani.unram.ac.id/index.php/jurnal/article/view/2456
  18. https://journal.aira.or.id/index.php/j-ibm/article/view/986
  19. https://abdiinsani.unram.ac.id/index.php/jurnal/article/view/1986
  20. https://aihub.id/pengetahuan-dasar/ai-dalam-kesehatan-mental
  21. https://www.eurekaselect.com/226372/article
  22. https://www.carepatron.com/id/blog/therapy-chatbots-for-mental-health-support
  23. https://attractgroup.com/blog/how-ai-powered-apps-are-transforming-mental-health-care/
  24. https://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/wps.21299
  25. https://www.choosingtherapy.com/best-ai-therapy-apps/
  26. https://mymeditatemate.com/blogs/wellness-tech/best-ai-mental-health-apps
  27. https://journal.uta45jakarta.ac.id/index.php/JKTE/article/view/7690
  28. https://ieeexplore.ieee.org/document/10063146/
  29. https://link.springer.com/10.1007/s12144-023-04653-7
  30. https://ejournal.sisfokomtek.org/index.php/jpkm/article/view/3121
  31. https://warta.usm.ac.id/aplikasi-mental-health-terobosan-mahasiswa-sistem-informasi-usm-2/
  32. https://jurnalpengabdianmasyarakatbangsa.com/index.php/jpmba/article/view/1473
  33. https://play.google.com/store/apps/details?id=co.zoala.app
  34. https://ojs.uajy.ac.id/index.php/konstelasi/article/view/10199
  35. https://unair.ac.id/mahasiswa-unair-ciptakan-aplikasi-kesehatan-mental-bagi-remaja-korban-bullying/
  36. https://ejournal.upi.edu/index.php/integrated/article/view/46127
  37. https://japendi.publikasiindonesia.id/index.php/japendi/article/view/6287
  38. https://digitalcitizenship.id/berita/chatbot-ai-untuk-kesehatan-mental
  39. https://capmh.biomedcentral.com/articles/10.1186/s13034-022-00522-6
  40. https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/empati/article/download/47903/33127
  41. https://satupersen.net/blog/stop-abaikan-kesehatan-mental-ai-bisa-bantu
  42. https://ejurnal.sttdumai.ac.id/index.php/abdine/article/view/932
  43. https://mhealth.jmir.org/2025/1/e58597
  44. https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/empati/article/view/47903/0
  45. https://journal.ppmi.web.id/index.php/JPKI2/article/view/2310
  46. https://excellentteam.id/artikel/2024/07/24/menggunakan-ai-untuk-meningkatkan-kesehatan-mental-potensi-dan-tantangannya/
  47. https://bahasa.newsbytesapp.com/news/science/aplikasi-kesehatan-mental-populer-gagal-melindungi-privasi-pengguna/story
  48. https://ejournal.unuja.ac.id/index.php/trilogi/article/download/10888/pdf
  49. https://bmcpsychiatry.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12888-024-06134-y
  50. https://appinventiv.com/blog/ai-in-mental-health/
  51. https://www.tempo.co/gaya-hidup/berikut-deretan-aplikasi-ai-yang-dapat-berfungsi-sebagai-teman-curhat-161221
  52. https://bk.fip.unesa.ac.id/post/meneropong-masa-depan-konseling-peluang-dan-etika-penggunaan-ai
  53. https://s3bk.fip.unesa.ac.id/post/pemanfaatan-ai-dalam-konseling-etika-efektivitas-dan-masa-depan-profesi-konselor
  54. https://academic.oup.com/eurpub/article/doi/10.1093/eurpub/ckae144.011/7842887
  55. https://ratu.ai/ai-dalam-bidang-konseling/
  56. https://www.psychologytoday.com/ca/blog/the-leading-edge/202412/artificial-intelligence-poised-to-revolutionize-mental-health-care?amp
  57. https://mannainstitute.au/news/digital-mental-health-platform-for-young-people-gains-momentum-1
  58. https://jurnal.utami.id/index.php/JKMS/article/view/73
  59. https://www.kemenpppa.go.id/page/view/NTMzOA==
  60. http://www.dikti.kemdikbud.go.id/kabar-dikti/bantu-penderita-gangguan-mental-mahasiswa-its-gagas-melon/
  61. https://journal.arikesi.or.id/index.php/Vitamin/article/view/103
  62. https://skilvul.com/showcases/clybr10sq53hc01lzln6x323z/
  63. https://journals.sagepub.com/doi/10.1177/14727978241302641
  64. https://dx.plos.org/10.1371/journal.pdig.0000079
  65. https://biccproceedings.org/index.php/bicc/article/view/92
  66. https://www.serenaapp.com/top-5-ai-therapists
  67. https://centralpublisher.co.id/jurnalcentralpublisher/index.php/Publish/article/view/370
  68. https://risetpress.com/index.php/jimat/article/view/1329
  69. https://journal.universitaspahlawan.ac.id/index.php/ners/article/view/42618
  70. https://ayosehat.kemkes.go.id/pentingnya-kesehatan-mental-bagi-remaja
  71. https://ejurnal.stikpmedan.ac.id/index.php/JIKQ/article/view/391
  72. https://ejournal.uin-suska.ac.id/index.php/alittizaan/article/view/18221
  73. https://www.cloudcomputing.id/pengetahuan-dasar/aplikasi-kesehatan-mental
  74. https://www.matellio.com/blog/ai-therapy-app-development/
  75. https://ojs.serambimekkah.ac.id/jnkti/article/view/8233
  76. https://jurnal.umpwr.ac.id/index.php/abdimas/article/view/3600
  77. https://journal.iaihnw-lotim.ac.id/index.php/ngabdi/article/view/16
  78. https://skilvul.com/showcases/clybqiwyj53g901lz1ugjv0fu/
  79. https://journal.inspira.or.id/index.php/kolaborasi/article/view/380
  80. https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S2949916X24000525
  81. https://www.frontiersin.org/articles/10.3389/fdgth.2024.1280235/full
  82. https://play.google.com/store/apps/details?id=bot.touchkin
  83. https://www.beckersbehavioralhealth.com/behavioral-health-technology/digital-health-turns-to-teens-mental-well-being.html
  84. https://journal.universitaspahlawan.ac.id/index.php/ners/article/view/44412
  85. https://ejournal.uin-suska.ac.id/index.php/Psikobuletin/article/view/26577
  86. https://digitalmama.id/2025/05/iset-remaja-indonesia-memili-masalah-kesehatan/
  87. https://www.kompasiana.com/dikiyahdi5462/6677ca22c925c45f0b4c19f3/kesehatan-mental-remaja-di-era-digital
  88. https://ejournal.umm.ac.id/index.php/repositor/article/view/31837
  89. https://www.kompasiana.com/marhaniamaliaputri5105/66ab1096c925c47c15306e32/woebot-pionir-ai-dalam-terapi-kesehatan-mental
  90. https://scienceopen.com/hosted-document?doi=10.14236/ewic/BCSHCI2023.27
  91. https://cdspress.ca/?p=9025
  92. https://hdl.handle.net/10125/109010
  93. https://www.nature.com/articles/s41591-024-02943-6
  94. https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S2214782918300162
  95. https://www.mobihealthnews.com/news/contributed-future-mental-health-apps-revolutionizing-healthcare-ai

Penulis : Muhammad Suhail Mubarok Abdulkarim
NIM : 10122178
Program Studi : Teknik Informatika
Universitas : Universitas Komputer Indonesia
Email : suhail.10122178@mahasiswa.unikom.ac.id