Efektivitas Inovasi “Bioplastik dari Kulit Pisang” Sebagai Solusi Ramah Lingkungan: Sebuah Eksperimen Produk Luaran

Pendahuluan

Permasalahan sampah plastik menjadi topik hangat dalam beberapa dekade terakhir. Plastik sintetis yang selama ini kita gunakan sehari-hari, mulai dari kantong belanja, bungkus makanan, hingga alat rumah tangga, ternyata membutuhkan waktu ratusan tahun untuk bisa terurai sempurna di alam. Bayangkan, sedotan plastik yang kita pakai lima menit saja, akan tetap tinggal di bumi selama lebih dari 200 tahun.

Kondisi ini diperparah oleh fakta bahwa Indonesia adalah salah satu penyumbang sampah plastik terbesar kedua di dunia setelah Tiongkok (Jambeck et al., 2015). Oleh karena itu, inovasi terhadap bahan alternatif yang bisa menggantikan plastik menjadi kebutuhan mendesak. Salah satu solusi yang saat ini tengah dikembangkan adalah bioplastik, yakni plastik berbasis bahan alami yang dapat terurai secara hayati (biodegradable).

Dalam artikel ini, kita akan membahas salah satu hasil eksperimen produk luaran dari Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang cukup unik, yaitu pembuatan bioplastik dari limbah kulit pisang. Eksperimen ini tidak hanya menyajikan pendekatan berbasis teknologi sederhana, tapi juga menjawab tantangan pengelolaan limbah dan keberlanjutan lingkungan secara langsung.


Latar Belakang dan Ide Awal Eksperimen

Di banyak daerah di Indonesia, pisang merupakan komoditas buah yang sangat umum. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS, 2022), produksi pisang nasional mencapai lebih dari 7 juta ton per tahun. Sayangnya, kulit pisang—yang menyumbang sekitar 30% dari berat buah—hanya dianggap sebagai limbah organik biasa.

Namun, dari berbagai kajian ilmiah, diketahui bahwa kulit pisang mengandung zat pati (starch), selulosa, hemiselulosa, dan lignin—komponen penting yang juga ditemukan pada tanaman industri penghasil plastik alami. Melihat potensi ini, mahasiswa dari salah satu universitas di Indonesia melalui program PKM-Karsa Cipta (PKM-KC) merancang proyek penelitian untuk menyulap kulit pisang menjadi lembaran bioplastik.

Tujuannya bukan hanya menghasilkan plastik alami yang bisa terurai, tetapi juga menunjukkan bahwa produk luaran berbasis limbah bisa punya nilai ekonomis dan fungsional yang tinggi.


Tujuan dan Manfaat Eksperimen

Eksperimen ini dilaksanakan dengan beberapa tujuan utama:

  1. Membuat bioplastik dari kulit pisang menggunakan metode pembuatan yang sederhana dan hemat biaya.
  2. Mengukur sifat fisik dan kimia bioplastik yang dihasilkan, termasuk kekuatan tarik dan waktu degradasi di tanah.
  3. Membandingkan efektivitas produk bioplastik dengan plastik konvensional.
  4. Meningkatkan kesadaran terhadap pemanfaatan limbah organik sebagai sumber daya alternatif.

Secara tidak langsung, eksperimen ini juga memberikan manfaat pendidikan dan kewirausahaan, karena berpotensi dikembangkan sebagai produk UMKM di wilayah penghasil pisang.


Proses Eksperimen: Dari Limbah Jadi Produk

a. Persiapan Bahan

Bahan utama yang digunakan dalam eksperimen ini sangat mudah didapat dan tergolong murah:

  • Kulit pisang (jenis kepok, karena kadar patinya tinggi)
  • Tepung maizena
  • Gliserol (glycerin), sebagai plasticizer
  • Cuka (asam asetat) sebagai pengatur pH
  • Air bersih

Semua bahan ini bersifat food grade dan tidak mengandung bahan kimia berbahaya.

b. Proses Pembuatan Bioplastik

Langkah-langkah pembuatan:

  1. Pengeringan dan Penggilingan
    Kulit pisang dikeringkan menggunakan oven suhu rendah selama 48 jam, lalu dihancurkan menggunakan blender hingga menjadi bubuk halus.
  2. Pencampuran dan Pemanasan
    Bubuk kulit pisang dicampur dengan air, maizena, gliserin, dan cuka dalam takaran yang telah ditentukan. Campuran ini kemudian dipanaskan dalam panci sambil diaduk selama ±15-20 menit hingga mengental.
  3. Pencetakan dan Pengeringan
    Gel bioplastik dituangkan ke dalam cetakan plastik datar dan dibiarkan mengering pada suhu ruang selama 48–72 jam.
  4. Pemotongan dan Pengujian
    Setelah kering, lembaran bioplastik dipotong sesuai ukuran dan diuji untuk melihat sifat mekanis dan degradasinya.

Hasil Eksperimen

a. Penampakan Fisik

Hasil akhir bioplastik berupa lembaran tipis berwarna coklat muda hingga gelap, bergantung pada tingkat kepekatan larutan. Teksturnya cukup fleksibel, meskipun tidak sekuat plastik konvensional. Jika digunakan sebagai kantong belanja ringan atau pembungkus makanan kering, bioplastik ini cukup memadai.

b. Uji Fisik: Kuat Tarik dan Kelenturan

Uji tarik menggunakan alat UTM menunjukkan bahwa bioplastik memiliki kekuatan tarik (tensile strength) berkisar antara 0.9–1.5 MPa. Sebagai perbandingan, kantong plastik konvensional memiliki kekuatan sekitar 10–20 MPa. Artinya, bioplastik ini tidak cocok untuk membawa beban berat, tapi masih layak untuk kebutuhan ringan.

Kelenturan diuji dengan cara melipat lembaran hingga beberapa kali. Hasilnya, bioplastik tetap lentur setelah 4–5 kali lipatan sebelum mulai retak.

c. Uji Biodegradasi

Lembaran bioplastik dikubur di tanah dan diamati setiap minggu selama satu bulan. Dalam 30 hari, lebih dari 75% lembaran hancur dan menyatu dengan tanah tanpa meninggalkan sisa mikroplastik. Ini membuktikan bahwa produk ini ramah lingkungan dan tidak mencemari tanah atau air.

d. Biaya Produksi

Dengan asumsi produksi skala kecil (10 lembar bioplastik per batch), biaya produksi per lembar berkisar Rp800–Rp1.500 tergantung harga bahan lokal. Jika diproduksi massal, biaya bisa ditekan hingga < Rp500/lembar.


Analisis Dampak dan Potensi Produk Luaran

A. Keunggulan Produk Luaran

  • Eco-friendly: Dapat terurai dalam waktu singkat.
  • Berbasis limbah: Memanfaatkan kulit pisang yang umumnya dibuang.
  • Skalabilitas tinggi: Bisa dibuat dengan peralatan rumah tangga.
  • Nilai ekonomi: Bisa jadi produk unggulan UMKM berbasis lokal.

B. Tantangan yang Dihadapi

  • Daya tahan terhadap air masih rendah.
  • Tidak cocok untuk bahan berat atau produk beku.
  • Penampilan kurang menarik jika tanpa pewarna atau penghalus permukaan.

Namun, tantangan ini bisa diatasi dengan penelitian lanjutan seperti penambahan lilin nabati, teknik pencetakan vacuum forming, atau penggunaan essential oil sebagai pewangi dan pengawet alami.


Studi Banding dengan Eksperimen Lain

Eksperimen serupa juga telah dilakukan oleh Pratiwi & Sulistyo (2019) yang menggunakan kulit pisang sebagai bahan dasar bioplastik. Dalam penelitiannya, mereka menemukan bahwa dengan penambahan konsentrasi gliserin yang optimal, bioplastik menjadi lebih lentur dan cepat terurai.

Selain itu, di India dan Filipina, beberapa startup lokal mulai mengembangkan produk bioplastik dari kulit buah-buahan dan limbah pertanian lainnya, membuktikan bahwa pendekatan ini punya potensi global.


Relevansi terhadap Program PKM

Eksperimen ini sejalan dengan semangat PKM-Karsa Cipta, yang mendorong mahasiswa untuk menciptakan solusi teknologi yang aplikatif, terjangkau, dan bermanfaat bagi masyarakat luas. Tidak hanya sebagai produk ilmiah, bioplastik ini juga berpeluang untuk menjadi produk komersial yang mendukung program pemerintah dalam mengurangi ketergantungan terhadap plastik sintetis.


Rencana Ke Depan

Beberapa rencana pengembangan dari eksperimen ini adalah:

  • Mengembangkan prototipe kemasan ramah lingkungan untuk UMKM makanan.
  • Menjalin kerja sama dengan desa penghasil pisang sebagai rumah produksi bioplastik.
  • Mengikuti pameran kewirausahaan mahasiswa untuk memperluas pasar.

Selain itu, program edukasi tentang cara pembuatan bioplastik secara mandiri juga sedang dirancang agar masyarakat dapat ikut terlibat.


Dampak Sosial dan Ekonomi Produk Bioplastik

Salah satu indikator penting dari keberhasilan sebuah produk luaran dalam konteks PKM bukan hanya dari segi teknis dan ilmiah, tetapi juga dari dampaknya secara sosial dan ekonomi. Bioplastik dari kulit pisang, walau terdengar sederhana, ternyata punya peluang besar dalam mendongkrak pemberdayaan masyarakat.

A. Potensi Pemberdayaan Masyarakat

Kulit pisang tersedia melimpah di daerah penghasil pisang seperti Lampung, Sumatera Utara, Jawa Tengah, dan sebagian Kalimantan. Dalam kondisi normal, kulit pisang dianggap limbah. Tapi dengan pelatihan sederhana dan peralatan rumah tangga, masyarakat—terutama ibu rumah tangga, kelompok tani, atau komunitas pemuda desa—bisa mengolahnya menjadi bioplastik.

Melalui program PKM yang terintegrasi dengan pengabdian masyarakat, mahasiswa bisa mendampingi warga dalam mengolah limbah kulit pisang menjadi produk komersial bernilai jual. Pendekatan ini sangat cocok untuk model ekonomi sirkular (circular economy), di mana limbah bukan untuk dibuang, tapi diubah jadi produk baru.

B. Usaha Mikro dan Pengembangan Produk Turunan

Bioplastik ini juga bisa dikembangkan menjadi:

  • Kantong belanja ramah lingkungan
  • Pembungkus makanan kering
  • Label atau packaging alami untuk produk UMKM

Harga jual lembaran bioplastik bisa mencapai Rp2.500–Rp5.000 tergantung ukuran dan finishing, yang artinya jika diproduksi secara massal, nilai tambah ekonominya sangat tinggi dibandingkan nilai awal limbah.


Uji Lanjutan dan Validasi Akademik

Setelah eksperimen awal menunjukkan hasil positif, tim mahasiswa mengembangkan uji lanjutan untuk memperkuat validitas hasil. Beberapa uji tambahan yang disarankan dalam pengembangan produk PKM antara lain:

A. Uji Ketahanan Air

Uji ini penting untuk melihat apakah bioplastik tahan terhadap kelembapan dan air. Hasil uji awal menunjukkan bahwa bioplastik mulai melunak jika terkena air selama lebih dari 5 menit. Namun, penambahan lapisan lilin alami seperti beeswax mampu meningkatkan ketahanannya secara signifikan.

B. Uji Toksisitas

Meski bahan dasarnya alami, uji toksisitas diperlukan jika produk ingin digunakan sebagai pembungkus makanan. Hasil uji menunjukkan bahwa bioplastik ini aman dan tidak melepaskan zat berbahaya. Namun, penggunaan gliserin dan cuka harus tetap pada batas aman berdasarkan standar BPOM.

C. Uji Komposabilitas

Berbeda dengan sekadar uji degradasi di tanah, uji ini dilakukan dalam lingkungan kompos aktif (70% kelembapan, 40–50°C). Bioplastik dari kulit pisang menunjukkan tingkat komposabilitas yang baik dan bisa menyatu dengan kompos dalam waktu kurang dari 45 hari.


Potensi Kebijakan dan Regulasi

Eksperimen ini juga punya nilai tawar untuk masuk dalam skema kebijakan lingkungan dan ekonomi hijau. Pemerintah Indonesia saat ini sedang mendorong pengurangan plastik sekali pakai lewat Peraturan Presiden No. 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut dan instruksi kepada daerah agar membatasi penggunaan plastik konvensional.

Produk-produk bioplastik lokal, seperti hasil eksperimen ini, bisa:

  • Masuk dalam katalog e-commerce pemerintah (E-katalog LKPP)
  • Diikutsertakan dalam pameran Inovasi Daerah
  • Menjadi bagian dari insentif UMKM berbasis green product

Dalam jangka panjang, produk ini berpotensi masuk dalam program inkubasi teknologi seperti Startup4Industry dari Kemenperin atau pendanaan matching fund dari Kemdikbudristek.


Keterlibatan Mahasiswa dalam Proyek PKM Bioplastik

Yang menarik dari eksperimen ini adalah keterlibatan mahasiswa lintas jurusan. Tidak hanya mahasiswa teknik atau pertanian saja, tapi juga melibatkan:

  • Mahasiswa ekonomi untuk menghitung biaya produksi dan menyusun rencana bisnis
  • Mahasiswa komunikasi untuk promosi dan edukasi masyarakat
  • Mahasiswa desain produk untuk pengembangan kemasan
  • Mahasiswa lingkungan untuk mengukur dampak ekologis produk

Ini membuktikan bahwa PKM bukan hanya soal eksperimen laboratorium, tapi juga kolaborasi lintas ilmu dalam menyelesaikan masalah nyata.


Strategi Hilirisasi Produk

Untuk produk luaran seperti bioplastik ini agar tidak berhenti hanya di meja dosen pembimbing atau lomba PKM saja, diperlukan langkah konkret hilirisasi atau go to market.

A. Tahap Pra-Komersialisasi

  • Mengurus izin edar dan sertifikasi halal jika dibutuhkan
  • Mendaftarkan HKI atau paten sederhana
  • Menyusun kemasan yang layak jual (packaging design)

B. Tahap Penjualan Awal

  • Menjual lewat platform marketplace seperti Tokopedia, Shopee, atau EcoBazar
  • Menjadi pemasok kemasan ramah lingkungan untuk UMKM makanan lokal
  • Menawarkan pada koperasi atau toko zero-waste

C. Tahap Skala Produksi

  • Mendirikan kelompok usaha mahasiswa berbasis produk PKM
  • Mengajukan proposal ke inkubator bisnis kampus
  • Menggandeng CSR perusahaan untuk produksi massal

Langkah-langkah ini bisa memperpanjang umur dari produk PKM dan menciptakan dampak nyata di luar kampus.


Penutup

Eksperimen pembuatan bioplastik dari kulit pisang dalam kerangka PKM menunjukkan bahwa produk luaran yang sederhana, jika digarap serius, bisa menjadi solusi nyata bagi berbagai permasalahan lingkungan dan ekonomi masyarakat.

Dari sisi teknis, produk ini ramah lingkungan, mudah dibuat, dan memiliki biaya produksi rendah. Dari sisi sosial, produk ini bisa memberdayakan masyarakat penghasil pisang dan membuka peluang ekonomi baru. Dan dari sisi akademik, produk ini menjadi bukti nyata bahwa mahasiswa punya peran aktif dalam menciptakan inovasi berdampak.

Dengan semangat kolaborasi, keberlanjutan, dan keberanian mencoba, hasil eksperimen seperti ini tidak hanya pantas dipresentasikan di ajang PKM, tapi juga menjadi bagian dari gerakan inovasi hijau Indonesia ke depan.


Referensi

  • Anggraini, D., et al. (2021). Pemanfaatan Limbah Kulit Pisang sebagai Bahan Dasar Bioplastik. Jurnal Teknik Kimia Indonesia, 17(2), 115–123. https://doi.org/10.22146/jtki.2021.12209
  • Badan Pusat Statistik. (2022). Produksi Pisang menurut Provinsi. Diakses dari: https://www.bps.go.id
  • Farhan, R., & Lestari, P. (2020). Studi Pembuatan Bioplastik dari Kulit Pisang dengan Penambahan Gliserol. Jurnal Teknologi Lingkungan, 21(3), 177–185.
  • Pratiwi, M., & Sulistyo, S. (2019). Degradasi Bioplastik Berbasis Kulit Pisang Menggunakan Uji Tanam. Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan, 11(4), 242–249.
  • Jambeck, J. R., et al. (2015). Plastic waste inputs from land into the ocean. Science, 347(6223), 768–771. https://doi.org/10.1126/science.1260352
  • Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI. (2018). Peraturan Menteri LHK No. P75/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen.
  • Ramadhan, A., & Shinta, F. (2020). Analisis Kelayakan Usaha Bioplastik dari Limbah Kulit Pisang Sebagai Alternatif Ekoproduk. Jurnal Ekonomi dan Lingkungan, 8(1), 33–44.
  • Lestari, A. P., & Hartati, S. (2021). Hilirisasi Produk Bioplastik pada UMKM: Studi Kasus di Kabupaten Sleman. Jurnal Pengabdian Masyarakat Berbasis Inovasi, 5(2), 89–101.
  • UN Environment Programme. (2021). From Pollution to Solution: A global assessment of marine litter and plastic pollution. https://www.unep.org/resources

Ditulis oleh:
Rania Shahinaz
Mahasiswa Teknik Informatika