LATAR BELAKANG
Tumor adalah salah satu penyakit serius yang sulit dideteksi sejak awal. Biasanya, dokter menggunakan citra MRI (Magnetic Resonance Imaging) untuk melihat kondisi otak pasien. Tapi, menganalisis gambar MRI itu tidaklah mudah dan butuh keahlian yang tinggi, butuh waktu yang lama dan bisa saja ada kesalahan karena kelelahan atau pengalaman yang berbeda-beda antar tenaga medis.
Tumor otak bisa bersifat jinak atau ganas, namun keduanya dapat memberikan tekanan pada jaringan otak dan menyebabkan gejala serius seperti sakit kepala, gangguan penglihatan, kejang, atau perubahan perilaku. Deteksi dini menjadi sangat penting karena pengobatan penting, kenapa? Karena pengobatan pada tahap awal dapat memperbesar peluang kesembuhan dan mengurangi risiko komplikasi. Sayangnya tidak semua fasilitas kesehatan memiliki dokter radiologi atau ahli saraf dalam jumlah yang cukup untuk menangani semua pasien dengan cepat.
Di sinilah teknologi bisa membantu. Dengan adanya teknologi deep learning khususnya Convolution Neural Network (CNN), kita bisa membuat sistem yang mengenali tumor secara otomatis dari citra MRI. Bahkan, dengan teknik transfer learning, kita bisa menggunakan model yang sudah dilatih sebelumnya untuk mempercepat dan mempermudah proses pelatihan.
Selain itu, jika sistem ini dibungkus dalam bentuk aplikasi web, penggunaannya jadi lebih fleksibel. Dokter atau tenaga medis, bahkan pasien tinggal unggah gambar MRI dan sistem akan langsung memberikan hasil prediksi secara otomatis. Ini sangat membantu, apalagi untuk rumah sakit atau klinik yang fasilitasnya masih terbatas.
TUJUAN
- Mengembangkan model deep learning berbasis CNN dan transfer learning untuk deteksi tumor otak.
- Membangun aplikasi web yang bisa menampilkan hasil deteksi dari citra MRI.
- Menilai performa sistem dari segi akurasi, kecepatan, dann kemudahan penggunaannya.
METODOLOGI
Dataset dan Persiapan Data
Penelitian ini memakai dataset dari Figshare Brain MRI Dataset, yang merupakan kumpulan gambar MRI otak manusia yang di dalamnya ada tiga jenis tumor otak: glioma, meningioma, dan pituitary. Dataset ini bersifat terbuka (open access) dan telah banyak digunakan dalam penelitian medis serta pengembangan sistem kecerdasan buatan.
Beberapa langkah awal yang dilakukan:
- Gambar yang diunggah ukurannya ke 224×224 piksel
Gambar MRI memiliki resolusi dan proporsi yang berbeda-beda tergantung dari alat dan rumah sakit asalnya. Oleh karena itu, sebelum digunakan untuk pelatihan model, gambar-gambar ini diubah ukurannya menjadi 224×224 piksel. Ukuran ini dipilih karena sesuai dengan input layer standar pada model CNN modern seperti ResNet50, yang memerlukan input citra berukuran tetap. Standarisasi ini juga memastikan bahwa semua gambar bisa diproses dengan efisien tanpa kehilangan informasi penting.
- Normalisasi piksel supaya nilainya seragam
Nilai piksel pada gambar MRI awalnya berada dalam rentang 0 hingga 255 (grayscale). Supaya model belajar dengan lebih baik dan lebih cepat, nilai piksel ini dinormalisasikan ke dalam rentang 0-1 dengan cara membagi semua nilai dengan 255. Proses normalisasi membantu model menghindari bias terhadap nilai numerik yang besar dan mempercepat proses pelatihan.
- Teknik augmentasi seperti rotasi dan flipping dipakai buat nambah variasi data
Jumlah data sering kali menjadi tantangan dalam bidang medis karena keterbatasan akses dan privasi. Oleh karena itu, diterapkan teknik augmentasi data seperti:
- Rotasi acak misalnya 15° atau 30°
- Horizontal flipping atau mencerminkan gambar
- Zoom in/out
- Shear transform atau distori sudut
- Brightness adjustment atau penyesuaian kecerahan.
Tujuan dari augmentasi ini adalah untuuk meningkatkan variasi data tanpa menambahkan data baru. Ini membuat model lebih robust terhadap variasi posisi atau kualitas gambar dalam dunia nyata. Augmentasi membantu mencegah overfitting, yaitu ketika model terlalu mengingat data pelatihan dan gagal mengenali data baru dengan baik.
- Pembagian Data: Train, Validation, dan Test
Dataset kemudian akan dibagi menjadi tiga kelompok:
- 80% untuk pelatihan, model belajar dari gambar ini
- 10% untuk validasi. digunakan untuk mengevaluasi performa model saat pelatihan berlangsung
- 10% untuk pengujian akhir, digunakan untuk mengukur kemampuan akhir model terhadap data yang belum pernah dilihat sebelumnya.
Model Deep Learning
Model yang digunakan adalah ResNet50, salah satu model CNN yang sudah dilatih dengan jutaan gambar. Model ini dimodifikasi pada bagian akhirnya supaya bisa klasifikasi tiga jenis tumor otak.
Concolution Neural Network (CNN) merupakan jenis deep learning yang dirancang khusus untuk bekerja seperti otak manusia dalam mengenali pola visual. CNN telah digunakan secara luas dalam berbagai aplikasi medis, seperti klasifikasi sel kanker, deteksi pneumonia, dan analisis retina.Ia mempelajari ciri-ciri khas dari gambar MRI seperti bentuk, warna, dan tekstur dari tumor.
Transfer learning adalah metode pelatihan model dengan memanfaatkan bobot dari model lain yang sudah dilatih sebelumnya. Transfer learning mempercepat proses ini dengan mengambil model yang sudah pernah belajar dari jutaan gambar umum, lalu disesuaikan (fine-tuning) agar mengenali tumor. Dengan cara ini, waktu pelatihan jauh lebih singkat dan kebutuhan dataset lebih ringan dibanding melatih dari awal. Hal ini sangat berguna dalam bidang medis yang sering kali memiliki keterbatasan data karena alasan privasi dan regulasi.
- Fungsi aktivasi: ReLU
- Output: Softmax
- Optimizer: Adam
- Loss: Categorical Crossentropy
Tantangan dan Solusi Teknis
Salah satu tantangan utama dalam pengembangan sistem ini adalah memastikan model tetap akurat saat menghadapi citra MRI dari rumah sakit yang berbeda, karena perbedaan mesin MRI bisa mempengaruhi hasil gambar. Untuk mengatasi ini, dilakukan proses data normalization dan augmentasi gambar agar model lebih fleksibel terhadap variasi data. Tantangan lainnya adalah menghindari overfitting, yaitu kondisi di mana model terlalu menyesuaikan diri dengan data pelatihan. Maka dari itu, digunakan teknik seperti dropout, batch normalization, dan regularisasin L2 untuk menjaga keseimbangan performa.
Aplikasi Web
Aplikasi dibuat menggunakan Flask (Python) sebagai backend dan HTML5 untuk tampilan depannya. Pengguna bisa unggah gambar MRI, dan hasil deteksi langsung muncul di layar, lengkap dengan jenis tumor dan seberapa yakin sistem terhadap hasilnya.
Untuk menjaga keamanan data pasien, sistem menggunakan protokol HTTPS serta enkripsi saat data dikirim dan disimpan. Selain itu, antarmuka aplikasi dirancang sederhana dengan drag-and-drop upload gambar, serta hasil yang disajikan dalam bentuk visual dan teks. Pengguna juga bisa mengunduh hasil analisis dalam format PDF.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kinerja Model
Model dilatih selama 25 epoch, dengan pembagian data 80% untuk pelatihan dan 20% untuk validasi. Setelah melalui proses pelatihan selama 25 epoch menggunakan model ResNet50 yang telah dimodifikasi, sistem menunjukkan hasil yang sangat menjanjikan. Akurasi validasi tercatat sebesar 97,3% yang menandakan bahwa model mampu mengenali dan membedakan citra MRI tumor otak dengan tingkat ketepatan yang sangat tinggi.
Selain itu, metrik precision dan recall untuk masing-masing kelas juga menunjukkan performa unggu, yaitu di atas 95%. Precision yang tinggi menunjukkan bahwa model jarang memberikan prediksi positif palsu, sedangkat recall yang tinggi berarti model jarang melewatkan kasus yang seharusnya terdeteksi.
Kombinasi metrik ini membuktikan bahwa sistem memiliki keandalan klinis yang potensial, terutama untuk mendukung diagnosis awal atau sebagai alat bantu bagi tenaga medis di fasilitas dengan sumber daya terbatas.
Kesalahan Model
Meskipun performa model tergolong tinggi, masih terdapat sejumlah kendala yang dapat menyebabkan kesalahan prediksi. Salah satu faktor utama penyebab kesalahan adalah kualitas citra MRI yang digunakan sebagai input. Gambar yang buram, terlalu gelap, terlalu terang, atau mengandung noise sering kali menyulitkan model dalam mengenali fitur penting seperti tepi tumor atau tekstur jaringan abnormal.
Selain itum hasil yang kurang akurat juga ditemukan pada gambar MRI dengan orientasi tidak standar, seperti rotasi ekstrem atau irisan yang tidak umum. Model juga mengalami kesulitan ketika menghadapi citra dengan anomali struktural langka atau bentuk tumor yang tidak tipikal.
Meskipun teknik augmentasi dan normalisasi sudah diterapkan, tetap ada kemungkinan model kehilangan akurasi jika gambar tidak sesuai distribusi data pelatihan. Hal ini menujukkan pentingnya memastikan standarisasi kualitas citra MRI sebelum digunakan dalam sistem ini.
MODEL BISNIS DAN KEBERLANJUTAN
Performa Aplikasi Web
Waktu yang dibutuhkan sistem buat proses satu gambar sekitar 6-8 detik. Dengan tampilan yang simpel dan ringan, aplikasi ini bisa dipakai di laptop biasa tanpa butuh perangkat khusus.
Untuk menguji sistem, dilakukan simulasi pengujian dengan menggunakan gambar MRI yang tersedia secara publik di internet. Gambar-gambar ini dipilih dari sumber terbuka yang mencerminkan tiga jenis tumor otak yang ditargetkan oleh model glioma, meningioma, dan pituitary.
Sistem berhasil mengklasifikasi jenis tumor dari gambar tersebut dengan tingkat akurasi prediksi di atas 90% untuk sebagian besar gambar. Hal ini menujukkan bahwa meskipun pengujian belum dilakukan secara klinis langsung, sistem memiliki potensi kuat untuk digunakan dalam dunia nyata asalkan data yang diinputkan memiliki kualitas yang baik.
Sistem ini bisa dikembangkan jadi layanan digital berlangganan (Software as a Service). Ada dua paket:
- Gratis: Untuk mahasiswa atau tenaga medis pemula.
- Premium: Untuk rumah sakit dengan fitur lengkap dan integrasi ke sistem PACS.
Untuk keberlanjutan, sistem bisa dikembangkan terus lewat kerja sama dengan institusi medis dan pelatihan rutin untuk pengguna. Dan selain dua paket dasar, sistem ini dapat dikembangkan sebagai API untuk integrasi ke sistem rekam medis elektronik (EMR). Sumber pendanaan bisa diperoleh dari hibah riset, CSR perusahaan teknologi, atau kerja sama dengan pemerinta dalam program kesehatan digital nasional.
KESIMPULAN
Sistem pendeteksi tumor otak otomatis ini terbukti akurat dan cepat. Dengan akurasi 97% dan waktu proses di bawah 10 detik, sistem ini bisa bantu proses diagnosis jadi lebih efisien, terutama di daerah yang kekurangan tenaga medis ahli.
Dengan terus meningkatnya kebutuhan akan layanan kesehatan berbasis teknologi, sistem deteksi tumor otak berbasi AI ini memiliki potensi besar untuk menjadi alat bantu diagnosis yang tersedia di berbagai pelosok negeri. Inovasi seperti ini merupakan langkah awal menuju pelayanan kesehatan yang lebih merata, modern, dan berorientasi pada keselamatan pasien.