By : Damar Buana_10421043
Arsitektur Tradisional adalah sebuah teknik membangun yang berasal dari sebuah tradisi budaya sebuah masyarakat yang memiliki nilai – nilai dan kepercayaan tertentu, pada arsitektur tradisional ini biasanya juga merupakan tradisi turun temurun dari prndahulunya. Arsitektur Tradisional Jepang adalah sebuah Teknik arsitekur yang memiliki sifat tradisional yang biasanya meliputi kuil, kastil ,tempat pemujaan dan tempat lainnya. Gaya Arsitektur Tradisional ini merupakan sebuah Teknik membangun sesuai tradisi budaya masyarakat setempat sesuai dengan nilai nilai kepercayaan yang dianut.
Arsitektur Jepang memiliki beberapa Ciri khas yakni penggunaan material kayu yang kental, adanya Zen Garden dan memiliki beberapa elemen khas pada rumah tradisionalnya ( Minka ) seperti Genkan, Tatami, Washitsu, Engawa, Mushiko Mado, Tokonama, Byobu, Rouka dan Ranma. Penggunaan material kayu yang sangat kental karena Budaya Jepang sangat berkaitan erat dengan unsur – unsur alam, oleh sebab pada arsitektur jepang banyak menggunakan material kayu atau bamboo. Juga adanya taman dengan berbagai macam konsep dan memiliki berbagai elemen di dalamnya seperti Air, Pasir atau batu, Penghijauan, Tanaman bernuasa jepang, Lentera, Tempat duduk dan juga sentuhan kayu yang membuat suasana akan terasa lebih alami.
Taman Jepang sendiri memiliki sebuah sejarah panjang dan memiliki elemen desain yang unik. Taman Jepang pada awalnya berasal dari abad ketiga belas yang dapat diasumsikan, karena pengaruhnya sejarah China pada Jepang, dengan banyaknya elemen desain taman Jepang yang berasal dari taman-taman di Cina. Untuk sebuah pemahaman dan menghargai taman Jepang, dengan mempertimbangkan bahwa taman adalah sebuah hasil karya seni manusia tentang keindahan alam. Seperti halnya bentuk-bentuk lain dari seni Jepang, desain lanskap pertamanan terus berkembang karena dengan adanya pengaruh dari Cina, begitu juga dengan gaya atau konsep tamannya dan nilai-nilainya. Pada faktanya, setelah abad keempat belas, Jepang berkembang pesat di mana hal ini menyebabkan perkembangan dari tiga jenis taman yang berbeda di Jepang.
Tujuan dari penulisan ini membahas mengenai konsep arsitektur tradisional jepang dengan penerapan kebun – kebun tradisional. Pada penulisan jurnal ini juga di dapatkan beberapa kajian mengenai Taman – taman tradisional jepang seperti sejarah perkembangan kebun kebun jepang, jenis jenis kebun tradisional jepang juga tentang elemen elemen penting dalam kebun tradisional jepang dan terlebih dapat mengetahui corak atau ciri khas mengenai arsitektur jepang.
Mengidentifikasi mengenai sejarah perkembangan Kebun – Kebun Jepang dari zaman ke zaman . Berdasarkan klasifikasi interpretasi lanskap.
- Kota Nara, yang terletak di bagian timur Jepang, memiliki sejarah yang kaya, terutama pada masa awal perkembangan kebun-kebun Jepang. Pada abad ke-8, ketika istana-istana para bangsawan dan biara-biara didirikan, Nara menjadi pusat politik dan budaya Jepang. Banyak bangunan kuno yang masih berdiri hingga sekarang, mencerminkan kekayaan sejarah kota ini. Lingkungan di sekitar bangunan tersebut juga terlindungi dengan baik, memberikan gambaran yang jelas tentang kemegahan dan keindahan kota pada masa lalu. Salah satu aspek yang menarik dari Nara adalah koleksi sejarah yang ada di dalamnya, termasuk berbagai artefak bersejarah yang berkaitan dengan Kaisar Shomu. Kaisar yang memerintah pada abad ke-8 ini sangat dikenal karena perannya dalam memperkenalkan berbagai inovasi ke dalam kebudayaan Jepang. Nara menjadi saksi dari berbagai perubahan besar pada masa pemerintahannya, dan benda-benda pribadi milik Kaisar Shomu menjadi salah satu warisan berharga yang dapat dilihat di kota ini. Selain itu, Nara juga memiliki sejumlah monumen yang menggambarkan pengaruh besar Kaisar Shomu terhadap perkembangan kebudayaan Jepang, seperti candi Todai-ji yang terkenal dengan patung Buddha raksasa. Kota ini tidak hanya menyimpan sejarah material yang menarik, tetapi juga memberikan pengalaman mendalam bagi para pengunjung yang ingin memahami lebih jauh tentang masa lalu Jepang. Sebagai bekas ibu kota pertama Jepang, Nara tetap menjadi pusat studi sejarah dan kebudayaan yang mengagumkan hingga hari ini.
- PERIODE HEIAN Pada tahun 781 Masehi pusat pemerintahan jepang ke kota baru yang bernama Heian-Kyo atau yang kemudian dikenal sebagai Kyoto. Denah Kota Kyoto atau Heian-Kyo mengikuti pola kota Nara yang merujuk pada lay out Kota Ch’ang-an di Cina pada dinasti T’ang, Kota Heian-Kyo sendiri merupakan kota yang meriah dan indah oleh sebab itu mereka membuat istana – istana dan kebun – kebun dengan skala besar. Perpindahan dari Nara ke Kyoto yang mengorganisir adalah Kaisar Kammu, dengan membuat sebuah kebun berukuran besar sebagai tempat perjamuan, aktivitas olahraga dan pelatihan militer dengan memiliki pembendaharaan budaya Cina seperti danau, pulau, pohon, sungai dan tempat jalan kaki. Pada The Tale of Gengi, yang ditulis oleh seorang dayang pada masa pemerintahan Fugirawa, abad ke-11. Gengi merupakan seorang pahlawan dari cerita hikayat, dia menjadi model pada penguasa Fugirawa Michinaga. Gengi membangun kebun sesuai dengan musim yang disukai pasangannya. Setiap orang menikmati musim yang berbeda. Abad ke-11 merupakan puncak dari kejayaan periode Heian, menuju akhir periode Heian desain kebun menjadi sebuah keasikan dan kegemaran pada kalangan pemerintahan, dan juga penguasa dan pemerintahan berpartisipasi langsung dalam desain pembuatan kebun.
- PENGUASA SHOGUN Setelah Periode Heian 300 tahun berakhir. Pemerintahan Kaisar Fugiwara sangat bergantung pada dua kelompok militer yaitu Taira dan Minamoto. Pada paruh kedua abad ke-12, kelompok militer Taira menggunakan kekuatan mereka untuk menguasai dan mengendalikan Kyoto. Para prajurit dan pemimpin Minamoto tidak siap menghadapi situasi itu. Mereka menyerang faksi Taira dan setelah beberapa tahun Minamoto menang. Pemimpin Minamoto Yorimoto menyebut dirinya Shogun atau yang disebut Panglima Perang Tertinggi. Sebenarnya sistem pemerintahan ini berada di tangan shogun, berlanjut tanpa henti hingga pertengahan abad ke-19. Perubahan ini memiliki konsekuensi penting terhadap desain lansekap. Shogun menempatkan markas militernya jauh dari kota untuk menghindari intrik pemerintah. Kyoto dan sekitarnya menjadi pusat budaya sehingga sastra dan seni lainnya bisa berkembang. Dan mahakarya besar dari desain arsitektur, desain lansekap, dan lukisan bertahan hingga hari ini. Taman lanskap yang didirikan di bawah Penguasa Shogun adalah Taman Lumut Saihoji. Saihoji dibangun setelah desainer taman lanskap Jepang mampu mengatasi dominasi bentuk taman Cina. Prinsip alami digunakan, tetapi dengan semangat Jepang. Kebun meningkatkan kualitas alam sedemikian rupa sehingga tidak dapat dilihat dalam bentuk aslinya. Terutama di tanah, di mana lumut menutupi bentuk asli bebatuan. Taman terdiri dari 2 bagian yang dipisahkan oleh tembok rendah. Taman bagian atas terdiri dari formasi batuan terjal, bebatuan yang tertutup lumut di Turtle Island Basin, sungai, dan kolam. Di taman yang lebih rendah, lumut telah tumbuh selama berabad-abad menutupi segalanya, melembutkan permukaan batu dan menciptakan efek yang tidak dapat dibayangkan oleh perancangnya. Buddha Zen Musho Kokushi memulihkan Saihoji pada abad ke-14. Taman lanskap berkelanjutan yang memberikan citra desain lanskap yang lengkap dan berkelanjutan di Jepang di masa depan.
- PERIODE ASHIKAGA Selama masa Ashikaga, Jepang menjadi lebih makmur dengan perluasan perdagangan yang sangat besar dengan Cina daratan. Ini diikuti dengan munculnya ide-ide baru dari dinasti Sung, penganut Buddha Ch’an atau Zen, yang menekankan perasaan manusia terhadap alam, yang juga merupakan bagian dari Taoisme. Bersamaan dengan pertumbuhan agama Buddha, Shintoisme dan para pengikutnya menjadi tertarik pada inspirasi sederhana, intuitif, dan langsung yang dipraktikkan Zen. Semangat baru bagi para intelektual era Ashikaga, seperti pelajar, pelukis, penyair, dan desainer lanskap. Pelukis lanskap dari dinasti Sung sangat memengaruhi pelukis dan desainer lanskap Jepang. Beberapa taman lanskap Jepang dari periode ini digambarkan dalam lukisan tiga dimensi seperti pada masa dinasti Sung. Semangat dan pengaruh dinasti Sung dan kesederhanaan pemujaan Zen dikombinasikan dengan kemajuan pemerintah Kyoto menyebabkan seni berkebun lanskap tersebar luas di Jepang. Cucu Ashikaga, Yoshimitsu, membangun sendiri sebuah istana megah di taman danau besar dengan bantuan Kepala Biara Shubun dari kuil Shokoku-ji Kyoto. Bentuk danau dibuat dengan baik untuk memberikan ilusi ruang yang lebih besar dari yang sebenarnya.Di dalam danau terdapat beberapa pulau, yang terbesar membentuk latar depan dan tepat di tengah sehingga terlihat paviliun. Ginkaku-jin, juga dikenal sebagai Paviliun Perak, dibangun oleh cucu Yoshimitsu, Yoshimasa, selama penurunan keshogunan. Pembangunan dimulai pada akhir abad ke-15 karena dia membangun Ginkaku-ji dari kekagumannya itu, kebunnya dibagi menjadi dua bagian. Taman di kaki bukit dibentuk dengan menghubungkan danau dan paviliun dengan taman di bawah, lereng dan hutan alam di atas. Hubungan dengan lanskap alam adalah salah satu ciri dan keberhasilan lanskap yang diakui, yang dipinjam dari semua taman Cina. Taman bagian bawah memiliki skala yang intim dan memiliki danau kecil berbentuk tidak beraturan tepat di tengah taman. Paviliun Emas, Paviliun Perak (Ginkaku-ji), Vila Daisen-in, Shugaku-in dan Katsura di Kyoto, Rikugi-en, Kuraku-en di Tokyo menjadi pelopor desain lanskap Barat.
- KEBUN PASIR Pengaruh Buddha Zen memiliki pengaruh besar pada perkembangan dan peningkatan seni taman Jepang. Seni berkembang bersamaan dengan Ashikaga pada masa pemerintahan shogun. Salah satu desain taman menarik yang berkembang di bawah pengaruh Buddha Zen adalah taman pasir (The Sand Garden), yang berpuncak pada mikrokosmos di alam semesta yang disebut Ryoan-ji. Taman kecil di pelataran ini merupakan bagian dari taman yang lebih besar yang terdiri dari lima belas batu yang diletakkan di atas permukaan pasir yang kasar, yang kemurniannya menjadi objek perenungan. Taman pasir dibuat pada abad ke-15 dan memiliki semangat Jepang yang murni. Mungkin terinspirasi oleh air dan pulau laut dalam. Contoh lain yang menarik dari taman Buddha Zen adalah Daisen-in, yang merupakan bagian dari Kuil Daitoku-ji. Taman pasir Jepang memiliki bentuk yang sederhana dan kualitas abstrak yang mengingatkan pada lukisan modern.
- PERIODE EDO Di pertengahan abad ke-16, para pelaut Portugis tiba di Jepang selatan. Mereka membawa ajaran agama Kristen dan senjata. Meskipun Kekristenan sempat mewarnai Jepang pada awal abad ke-17, Jepang segera tertutup bagi imigran asing. Umat Kristen disiksa dan dipaksa meninggalkan Jepang. Dan orang Jepang dilarang meninggalkan negara itu. Itu berlangsung 250 tahun selama periode Edo atau Tokugawa. Pusat pemerintahan dipindahkan ke kota Edo (sekarang Tokyo). Taman Jepang yang secara langsung dipengaruhi oleh arsitektur lansekap Barat modern termasuk Katsura di Kyoto, Koraku-en dan Rikugi-en di Tokyo. Semuanya di zaman Edo. Promenade Koraku-e dan Rikugi-e cukup besar. Sementara itu, Taman Katsura adalah skala yang lebih intim yang menyampaikan identitas yang lebih Jepang melalui kombinasi arsitektur dan lanskap yang menarik. Pembangunan Katsura dipimpin oleh Pangeran Toshihito, seorang favorit Shogun Hideyoshi selama periode Monoyama. Pembangunan taman dimulai pada 1620, atau mungkin sedikit lebih awal. Seperti yang sudah dijelaskan, Pangeran Toshihito sangat menyukai cerita Gengi. Taman ini diselesaikan oleh Pangeran Toshitada, putra Toshihito. Tukang kebun terkenal Kobori. Katsura adalah salah satu taman bersejarah yang paling terpelihara di kaki bukit Kyoto. Dibuat untuk raja-raja Mito, Koraku-en kini telah diubah menjadi taman umum. Promenade yang dibangun oleh Togurawa Yorifisu (1603-1661 M) dengan pengaruh Cina yang sangat kuat. Kemiripan terlihat jelas dengan Taman Katsura di Kyoto. Yang paling terlihat adalah tata letak jalan utama di sekitar danau. Perancang aslinya adalah Takudaiji Sahyoe, seorang bangsawan rendahan dari Kyoto. Rancangan tersebut dikembangkan lebih lanjut oleh Mitsukuni, raja kedua Mito, dibantu oleh mahasiswa Tionghoa Chu Shun-shui. Rikugi-en dimulai pada tahun 1702, dipugar oleh Baron Iwasaki, dan sekarang menjadi taman umum. Contoh kedewasaan adalah dari taman Jepang. Sekarang dikelilingi oleh jalan- jalan yang sibuk, gedung-gedung tinggi yang menghadap ke Rikugi-en dan mengancam privasinya, meskipun dirancang dengan pohon rindang. Ada beberapa bukit yang ditumbuhi pepohonan dengan baik. Salah satu bukit menawarkan panorama danau dan pulau di tengahnya.
- KONSEP PENGHARGAAN KEPADA ALAM Pada abad ke-15. Hingga abad ke-18 sejarah unik taman dari Cina dan Jepang mulai dikenal di Eropa. Maka di Inggris mereka terinspirasi untuk mendirikan sekolah alam untuk desain taman lanskap. Pada abad ke-20, aliran pemikiran penting lainnya berpindah dari Jepang ke Amerika dan Eropa, dibawa oleh Frank Lloyd Wright, Antonin Ramond, dan Thomas Church. Ringkasan Estetika Desain Lansekap Berkembang di Cina dan Jepang: Konsep desain lanskap didasarkan pada cinta dan rasa hormat terhadap alam dan bentuk alam seperti air, tanah, batu dan tumbuhan. Bentuk sengaja dirancang untuk membangkitkan tema dalam lanskap taman yang lebih luas dan lebih luas daripada ruang yang tersedia. Merangsang pikiran pengamat untuk menciptakan pemandangan indah ini dalam imajinasinya. Sebuah teknologi lahir untuk memprediksi emosi, ketegangan, dan kejutan. Semua emosi kita mengundang kita untuk bermain dengan warna, bentuk dan garis, tekstur kerikil, batu bulat dan undakan batu, atau pemandangan bunga. Bentuk kontras banyak digunakan untuk menekankan kualitas desain elemen penting, terutama antara benda buatan manusia dan benda alam. Namun kesatuan keseluruhan selalu muncul, bahkan ketika skala dan detailnya sangat besar atau sangat kecil dan membuat orang merasa berada di dalamnya atau menjadi bagian darinya.