Asal-Usul Makanan Khas dari Jepang

Negara Jepang adalah negara yang sangat terkenal dari banyak hal karena keunikannya. Kekayaan budaya di Jepang sudah sangat luas diketahui oleh orang orang dari seluruh penjuru dunia. Salah satu hal kebudayaan Jepang yang paling terkenal adalah makanan khas-nya.

Makanan khas Jepang bukan hanya hidangan yang menggugah selera, makanan khas Jepang adalah merupakan representasi seni, kesabaran, dan ketelitian yang menjadi ciri khas masyarakat Jepang. Karena itulah dengan hanya melihat makanannya, kita dapat mengetahui perbedaan makanan Jepang dengan makanan yang lain.

Masyarakat Jepang dalam membuat makanan berpegang pada filosofi Washoku. Washoku adalah bukti warisan budaya yang kaya, menekankan tradisi, disiplin, dan rasa hormat yang mendalam terhadap bahan-bahan segar. Akarnya menggali jauh ke dalam sejarah, berkembang selama berabad-abad untuk menempa identitas kuliner yang unik dan berpengaruh secara global. Masakan ini mencerminkan prinsip inti budaya Jepang — rasa hormat yang mendalam terhadap tradisi, perhatian yang cermat terhadap detail, dan rasa komunitas yang kuat.

Sushi

Kita akan mulai membahas dari makanan yang paling khas dari Jepang. Sushi adalah hidangan khas Jepang yang terdiri atas dua bagian, yaitu nasi (shari) dan makanan yang diletakkan di atas nasi tersebut (neta). Nasi yang digunakan untuk shari pada umumnya menggunakan nasi Jepang yang dicampurkan dengan gula, dan cuka, sehingga terasa sedikit manis dan asam. Sementara neta pada umumnya berupa hidangan laut, telur, dan sayuran, baik mentah maupun matang. 

Asal Usul Sushi

Asal-usul sushi dapat kita telusuri kembali ke Asia Tenggara, di mana ikan diawetkan dengan cara yang unik. Teknik ini dikenal sebagai narezushi, yaitu dengan cara membungkus ikan dalam nasi yang difermentasi. Proses ini menggunakan fermentasi nasi untuk menjaga kesegaran ikan, sementara nasi itu sendiri biasanya dibuang dan tidak dimakan (mirip dengan acar ikan). Proses fermentasi ini tidak hanya mengawetkan ikan, tetapi juga menciptakan rasa yang unik dan khas.

Tradisi ini diperkirakan mulai masuk ke Jepang sekitar abad ke-8, bersamaan dengan penyebaran budaya pertanian padi dan teknik pengawetan. Orang Jepang kemudian mengadaptasi metode ini dan menciptakan narezushi versi lokal.

Transformasi besar terhadap sushi terjadi pada zaman Edo (1603–1868), Jepang mengalami perkembangan pesat dalam bidang budaya dan kuliner. Pada masa ini, nasi yang sebelumnya hanya digunakan untuk fermentasi ikut dikonsumsi. Orang-orang Jepang menyadari bahwa proses fermentasi yang panjang, bukanlah hal yang dapat terus digunakan. Lahirlah hayazushi, proses yang tidak membutuhkan fermentasi panjang. Nasi dicampur dengan cuka untuk meniru rasa fermentasi, sementara ikan segar langsung disajikan di atas nasi tersebut.

Sushi yang kita ketahui pada saat ini mulai dikembangkan di abad ke-19. Pada tahun 1923, gempa bumi besar mengguncang Tokyo. Gempa bumi tersebut menyebabkan kerusakan parah dan menewaskan banyak orang. Hal tersebut juga membuat harga properti turun. Para chef-chef sushi memanfaatkan hal itu untuk membuat kedai sushi mereka sendiri dan terus mengembangkan sushi lebih lanjut.

Globalisasi Sushi ke Seluruh Penjuru Dunia

Sushi tradisional Jepang yang terkenal dengan ikan mentahnya, mengalami globalisasi yang disebut dengan Sushi Fusion. Menurut Sakamoto, T., & Allen, S. (2015) Awal abad 20, restoran sushi di luar Jepang berkembang saat imigran Jepang bertempat tinggal seperti di Los angeles, Hawaii dan Sao Paulo. Pada tahun 1990-an, Sushi mulai masuk dan populer di Eropa. Pada periode ini menandakan bahwa evolusi sushi yang dianggap sebagai makanan kelas atas menjadi makanan cepat saji. Sushi telah mengalami perubahan secara signifikan. Trend sushi global ini sebagian besar adalah sushi gulung dengan variasi isian lebih beragam yang disesuaikan dengan selera dan kondisi geografis negara tersebut.

Sushi sebagai makanan global memiliki perbedaan yang mencolok dengan sushi tradisional Jepang. Hal ini karena sushi telah mengalami proses hibridisasi, yaitu penyesuaian bahan dan penyajian yang menyesuaikan dengan selera lokal di berbagai negara. Di banyak negara, sushi diadaptasi menggunakan bahan yang lebih familiar bagi konsumen setempat, seperti penggunaan mayones, daging yang digoreng, atau saus manis, yang tidak umum dalam sushi asli. Di Jepang sendiri, sushi dianggap sebagai makanan yang lebih sederhana, dengan fokus pada kesegaran ikan dan keseimbangan rasa.

Perjalanan sushi dari sekadar metode pengawetan menjadi hidangan mewah dan populer global merupakan bukti nyata bagaimana kuliner dapat berkembang dan menyesuaikan diri lintas budaya dan waktu.

Ramen

Selanjutnya kita akan membehas makanan khas yang tidak kalah terkenal dari sushi. Ramen adalah hidangan mie dengan kuah kaldu. Ramen memiliki cita rasa yang berbeda dibanding hidangan mie lainnya. Mie biasanya dibuat sendiri dengan tangan lalu dicelupkan pada kaldu daging atau ayam.

Asal Usul Ramen

Banyak orang mengira bahwa ramen adalah hidangan yang dibuat oleh orang Jepang. Namun sebenarnya ramen adalah hidangan yang berasal dari Tiongkok. Masih diperdebatkan bagaimana akhirnya tiba di Jepang. Namun ada sumber yang mengatakan bahwa ramen dibawa ke Jepang pada akhir abad ke-19, tepatnya pada periode Meiji (1868-1912). Imigran Tiongkok membawa resep mie kuah yang kemudian mulai diperkenalkan di Jepang. Mie ini awalnya dikenal dengan sebutan “shina soba” atau mie Tiongkok.

Pada tahun 1910, sebuah restoran Tiongkok di Asakusa di Tokyo mulai menyajikan hidangan yang dikenal sebagai ramen. Mie gandum gaya Tiongkok yang disajikan dalam kuah daging atau ikan ini dengan cepat menjadi kesukaan semua orang. Soba dan udon telah memiliki posisi yang kuat dalam masakan Jepang, sehingga menyantap semangkuk besar kuah pun bukanlah hal baru, tetapi penambahan kansui (larutan basa) dalam proses pembuatan mie, bahan masakan penting untuk ramen, adalah sebuah inovasi.

Setelah Perang Dunia II, popularitas ramen mengalami kenaikan yang signifikan di Jepang. Pada masa paceklik pangan, ramen menjadi solusi makanan murah dan bernutrisi. Salah satu faktor penting adalah kemajuan teknologi produksi mie dan ketersediaan tepung gandum yang didistribusikan oleh Amerika Serikat pada masa pendudukan Jepang. Lalu pada tahun 1958, Momofuku Ando (Pendiri Nissin Foods) menciptakan ramen instan yang semakin mempopulerkan ramen di seluruh Jepang dan kemudian dunia.

Setiap wilayah di Jepang kini memiliki gaya ramen yang khas. Misalnya, Sapporo terkenal dengan miso ramen (ramen dengan kuah yang terbuat dari fermentasi kacang kedelai), Hakata dengan ramen tonkotsu (Ramen dengan kuah kaldu dari tulang babi) berkuah krim, sementara Tokyo memiliki ramen shoyu (Ramen dengan kuah kecap asin).

Perjalanan ramen dari Tiongkok ke Jepang menggambarkan bagaimana pertukaran budaya kuliner dapat melahirkan hidangan yang unik dan dicintai. Dari makanan sederhana pedagang kaki lima, ramen telah bertransformasi menjadi ikon gastronomi internasional yang mewakili kreativitas dan inovasi kuliner.

Sashimi

Selanjutnya kita akan membahas makanan khas Jepang yang tidak kalah polulernya di dunia. Sashimi adalah salah satu hidangan khas Jepang berupa irisan tipis ikan atau makanan laut mentah yang dimakan bersama penyedap seperti kecap asin, parutan jahe, dan wasabi. Sashimi terinspirasi oleh praktik memakan ikan mentah yang sudah ada dalam budaya masyarakat Jepang pribumi. Sashimi menjadi simbol kesederhanaan dan keanggunan kuliner Jepang.

Asal Usul Sashimi

Tradisi mengonsumsi ikan mentah ini diketahui telah dimulai masyarakat Jepang sejak zaman nenek moyang. Sashimi kemudian menjadi lebih populer sejak abad ke-17 seiring popularitas dari kecap shoyu meningkat. Selain itu, alasannya juga karena kondisi geografis Jepang yang memang mendukung masyarakatnya untuk mengonsumsi ikan secara mentah. Secara geografis, Jepang berada diantara pertemuan arus hangat dan dingin yang memberikan sumber daya laut yang melimpah. Kondisi ini membuat masyarakat Jepang gemar bereksplorasi dengan cara mengolah ikan. Masyarakat Jepang menilai hidangan ikan memiliki status sosial yang lebih tinggi ketimbang dengan hidangan sayuran, terutama sebagai sajian pada acara pesta-pesta besar.

Konsep sashimi modern mulai terbentuk pada periode Edo (1603-1868). Pada masa ini, teknik pemotongan ikan menjadi sangat penting dan dianggap sebagai seni tersendiri. Para koki mulai mengembangkan metode pemotongan yang presisi, memperhatikan arah serat daging, ketebalan irisan, dan estetika penyajian.

Sashimi tidak hanya sekadar irisan ikan mentah. Persiapannya memerlukan keahlian khusus, terutama dalam pemilihan bahan, teknik memotong, dan penyajian.

Pemilihan Ikan: Kesegaran adalah kunci utama. Ikan untuk sashimi harus berkualitas tinggi dan ditangani dengan standar kebersihan yang ketat.

Teknik Memotong: Pisau khusus, seperti yanagiba, digunakan untuk menghasilkan potongan yang halus. Teknik memotong juga beragam, seperti hira-zukuri (irisan tebal), kaku-zukuri (potongan dadu), atau usu-zukuri (irisan tipis).

Penyajian: Sashimi sering disajikan dengan pelengkap seperti wasabi, shoyu (kecap asin), dan parutan jahe. Garnish seperti daun shiso dan lobak parut tidak hanya mempercantik tampilan, tetapi juga menambah aroma dan rasa.

Di balik setiap potongan ikan, terkandung filosofi yang mendalam:

Kesederhanaan: Sashimi mengajarkan kita untuk menghargai cita rasa alami dari bahan makanan tanpa perlu banyak tambahan bumbu.

Kualitas: Penggunaan ikan segar yang berkualitas tinggi adalah kunci dari kelezatan sashimi.

Kebersihan: Proses persiapan sashimi harus dilakukan dengan sangat hati-hati untuk menjaga kebersihan dan keamanan pangan.

Sejak akhir abad ke-20, sashimi telah menjadi hidangan internasional. Seiring dengan globalisasi, sashimi menjadi populer di luar Jepang dan sering di hidangkan bersama dengan sushi. Hidangan ini menjadi simbol dari “umami,” cita rasa kelima yang menonjolkan rasa alami bahan makanan. Restoran-restoran Jepang di seluruh dunia menawarkan sashimi sebagai salah satu menu andalannya. Kepopuleran sashimi tidak hanya terletak pada rasanya, tetapi juga pada filosofi kesehatan dan kesegaran bahan makanan.

Sashimi lebih dari sekadar hidangan, Sashimi adalah representasi budaya kuliner Jepang yang mencerminkan kesabaran, ketelitian, dan penghargaan terhadap bahan mentah berkualitas tinggi.

Tempura

Selanjutnya kita akan membahas salah satu makanan khas Jepang yang paling mendunia. Tempura adalah hidangan gorengan Jepang yang terbuat dari udang, ikan kisu (kaca piring) serta sayur-sayuran seperti labu, ubi dan lainnya yang dibalut dengan tepung lalu digoreng. Seperti halnya sushi dan sukiyaki, makanan ini boleh dibilang merupakan salah satu makanan Jepang yang sangat diminati. Tempura dapat dinikmati tidak hanya di restoran khusus tempura atau restoran-restoran tradisional, tetapi juga di rumah-rumah penduduk. Meski saat ini menjadi salah satu ikon kuliner Jepang, asal-usul tempura sebenarnya berasal dari luar negeri, tepatnya dari Portugal.

Asal Usul Tempura

Tempura masuk ke Jepang sekitar abad ke 16, bersamaan dengan masuknya senjata-senjata dari Portugis ke wilayah Kyushu dan Nagasaki. Ada berbagai teori yang mengisahkan asal usul kata Tempura ini, ada yang mengatakan berasal dari bahasa Portugis “Tempelo” yang berarti masak, tapi ada juga yang mengatakan berasal dari kata “Tempola” yang berarti Hari Besar Katolik. Pada masa itu, makanan yang digoreng dengan minyak banyak masih dianggap makanan mewah.

Para misionaris dan pedagang Portugis memperkenalkan teknik memasak menggoreng dengan celupan tepung yang mirip dengan teknik membuat fritters di Eropa. Pada masa itu, orang Portugis sering mengkonsumsi hidangan sejenis fritters, terutama selama masa Pra-Paskah (Lent), di mana mereka dilarang mengonsumsi daging.

Meskipun teknik menggoreng sudah ada, namun tempura yang kita kenal sekarang mengalami beberapa perubahan setelah masuk ke Jepang. Pada zaman dulu tempura disajikan dalam bentuk tusuk sate agar mudah dikonsumsi. Masyarakat kala itu jarang mengkonsumsi daging dan menggunakan minyak, sehingga tempura memberikan rasa yang baru dalam hidangan Jepang. Saat itu, tempura sering disajikan dengan nasi atau mie soba, membentuk kombinasi yang sederhana namun memuaskan.

Tempura bagi orang Jepang memiliki arti filosofi yang mendalam. Teknik menggoreng cepat dimaksudkan untuk mempertahankan kesegaran dan cita rasa asli bahan makanan. Adonan tepung yang tipis dan ringan dirancang untuk tidak menghilangkan cita rasa alami bahan utama. Di Jepang modern, tempura telah berkembang menjadi berbagai variasi dan tingkat keahlian. Ada chef khusus tempura yang menghabiskan bertahun-tahun untuk menguasai teknik menggoreng yang sempurna, memastikan setiap potongan memiliki tekstur dan rasa yang ideal.

Seiring dengan popularitas masakan Jepang di dunia, tempura menjadi salah satu hidangan yang banyak disukai. Restoran Jepang di berbagai negara sering menyajikan tempura sebagai salah satu menu andalan. Meskipun teknik dan bahan bisa sedikit berbeda di setiap tempat, esensi tempura sebagai hidangan yang ringan, renyah, dan lezat tetap dipertahankan.

Tempura adalah contoh sempurna bagaimana pertukaran budaya kuliner dapat menghasilkan sesuatu yang unik dan spektakuler. Dari pertemuan antara pedagang Portugis dan budaya kuliner Jepang, lahirlah hidangan yang kini dikenal dan dinikmati di seluruh dunia. Jadi, ketika Anda menikmati sepiring tempura yang renyah, ingatlah bahwa Anda tidak sekadar menikmati hidangan, tetapi juga sejarah pertukaran budaya yang panjang dan kaya.

Daftar pustaka

https://doyourorder.com/id/blog/tradition-discipline-and-culinary-mastery-in-the-heart-of-japans-gastronomic-heritage-65

https://www.japan.travel/id/pertamakejepang/sushi

https://bobo.grid.id/read/083048411/pencinta-sushi-inilah-asal-mula-dan-jenis-jenis-sushi?page=all

https://www.detik.com/jabar/kuliner/d-7558614/asal-usul-sushi-ternyata-bukan-dari-jepang

https://kumparan.com/syafira-aulia-1717223112888872655/sushi-fusion-dari-meja-jepang-ke-sajian-global-23jeSe7PUme/2

https://www.japan.travel/id/guide/a-guide-to-ramen-in-japan

https://bobo.grid.id/read/08882235/suka-makan-ramen-ini-ciri-khas-ramen-dibanding-sajian-mi-lainnya?page=all

https://www.kompas.com/food/read/2022/06/07/100700475/mengenal-miso-bumbu-khas-jepang-dari-fermentasi-kedelai

https://pergikuliner.com/blog/inilah-sejarah-singkat-mengenai-si-lembut-sashimi-yuk-baca

https://www.menu-tokyo.jp/tradition/tempura.php?lang=id

https://www.fun-japan.jp/id/articles/6774