PENGARUH KINERJA BADAN PERTANAHAN NASIONAL KOTA BANDUNG TERHADAP EFEKTIVITAS PENYELESAIAN SENGKETA TANAH DI DAGO ELOS

Kota Bandung, sebagai salah satu kota metropolitan di Indonesia, menghadapi berbagai tantangan dalam manajemen pertanahan. Salah satu persoalan yang menonjol adalah tingginya jumlah sengketa tanah yang melibatkan masyarakat dan pihak-pihak tertentu. Sengketa tanah di Dago Elos menjadi salah satu kasus yang menarik perhatian publik, karena melibatkan masyarakat lokal dan PT Inti Dago Graha yang saling mengklaim kepemilikan tanah sejak 2016. Konflik ini telah berlanjut hingga tahap Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung pada 2022, yang akhirnya memutuskan kepemilikan tanah kepada PT Inti Dago Graha. Meski demikian, keputusan tersebut menimbulkan ketidakpuasan masyarakat setempat yang merasa tidak mendapatkan keadilan. Artikel ini bertujuan untuk mengulas kinerja Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bandung dalam menangani kasus ini serta bagaimana hal tersebut mempengaruhi efektivitas penyelesaian sengketa tanah.

Problematika Sengketa Tanah di Kota Bandung 

       Sengketa tanah menjadi persoalan serius di Kota Bandung, kota dengan populasi lebih dari dua juta jiwa yang terus bertumbuh. Tingginya tekanan terhadap lahan menjadikan tanah sebagai sumber daya yang sangat berharga dan sering diperebutkan. Menurut data, Kota Bandung memiliki tingkat kasus sengketa tanah tertinggi di Indonesia, dengan berbagai masalah seperti tumpang tindih sertifikat, klaim kepemilikan ganda, hingga ketidaksesuaian antara data fisik dan sertifikat tanah. Sengketa tanah di Dago Elos, misalnya, mencerminkan kompleksitas masalah ini, di mana klaim Eigendom Verponding menjadi dasar konflik. Situasi ini menuntut peran aktif BPN untuk menyelesaikan persoalan dengan adil dan transparan agar kepastian hukum dapat terwujud.

Peran Badan Pertanahan Nasional

      BPN memiliki tugas utama sebagai pelaksana urusan pertanahan di bawah payung hukum Perpres No. 48 Tahun 2020. Dalam konteks penyelesaian sengketa tanah, peran BPN meliputi pengukuran tanah, verifikasi data kepemilikan, mediasi antara pihak-pihak yang bersengketa, hingga pemberian rekomendasi hukum. Di Kota Bandung, BPN menghadapi tantangan besar karena jumlah kasus sengketa yang sangat tinggi, termasuk yang melibatkan pemerintah daerah, perusahaan, dan masyarakat umum. Tugas ini memerlukan koordinasi yang kuat dengan lembaga lain seperti pengadilan dan pemerintah daerah untuk memastikan bahwa semua proses berjalan sesuai regulasi yang berlaku. Namun, masih ada kritik terhadap kinerja BPN, terutama terkait keterbatasan dalam mendigitalisasi data dan lamanya proses administrasi.

Indikator Kinerja BPN 

    Kinerja sebuah organisasi dapat diukur melalui indikator yang mencakup kualitas, kuantitas, ketepatan waktu, dan efektivitas biaya. Dalam konteks BPN Kota Bandung, kualitas layanan dapat dinilai dari tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan. Sementara itu, kuantitas mengacu pada jumlah kasus yang berhasil diselesaikan dalam kurun waktu tertentu. Ketepatan waktu menjadi faktor penting mengingat proses yang terlalu lama dapat meningkatkan ketidakpuasan masyarakat. Efektivitas biaya, meskipun jarang disoroti, juga menjadi indikator penting karena berkaitan dengan efisiensi penggunaan sumber daya untuk menyelesaikan kasus. Dengan mengacu pada indikator ini, kinerja BPN dapat dievaluasi secara objektif untuk mengetahui apakah mereka telah memenuhi ekspektasi masyarakat.

Kualitas Pelayanan BPN 

     Kualitas pelayanan adalah salah satu aspek utama dalam menilai kinerja BPN. Berdasarkan hasil penelitian, kualitas pelayanan BPN Kota Bandung dinilai cukup baik, terutama dalam memberikan informasi kepada masyarakat tentang prosedur penyelesaian sengketa tanah. Namun, masih ada kekurangan dalam hal transparansi dan kecepatan respon terhadap aduan masyarakat. Banyak warga Dago Elos mengeluhkan bahwa proses verifikasi dokumen tanah membutuhkan waktu yang lama, sehingga menyebabkan ketidakpastian hukum. Untuk mengatasi hal ini, BPN perlu meningkatkan pelatihan bagi pegawai agar mampu memberikan pelayanan yang lebih profesional. Dengan pelayanan yang berkualitas, kepercayaan masyarakat terhadap BPN dapat meningkat.

Kuantitas Penyelesaian Kasus 

       Selain kualitas, kuantitas kasus yang diselesaikan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bandung juga menjadi indikator penting dalam menilai kinerja lembaga ini. Berdasarkan data yang tersedia, BPN Kota Bandung telah berhasil menyelesaikan sebagian besar kasus sengketa tanah yang dilaporkan setiap tahun. Namun, capaian ini masih dihadapkan pada kendala serius berupa rendahnya tingkat digitalisasi data tanah di wilayah tersebut. Saat ini, hanya sekitar 31% tanah di Bandung yang telah terdaftar secara elektronik. Rendahnya tingkat digitalisasi ini menyulitkan proses identifikasi kepemilikan tanah secara cepat dan akurat, terutama untuk kasus-kasus yang melibatkan dokumen lama atau klaim tumpang tindih. Akibatnya, waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan sengketa tanah menjadi lebih panjang, yang pada gilirannya meningkatkan ketidakpuasan masyarakat terhadap layanan yang diberikan oleh BPN.

     Untuk menghadapi tantangan ini, percepatan digitalisasi data tanah menjadi langkah strategis yang harus dilakukan oleh BPN. Digitalisasi tidak hanya akan mempercepat proses administrasi dan pengolahan data, tetapi juga meningkatkan akurasi informasi, sehingga mengurangi potensi sengketa yang muncul akibat kesalahan data. Dengan sistem yang lebih terintegrasi, BPN dapat mengakses informasi secara real-time, memudahkan proses verifikasi, dan mempercepat penyelesaian sengketa tanah. Selain itu, digitalisasi juga berpotensi meningkatkan transparansi layanan, karena masyarakat dapat memantau status proses sengketa mereka secara langsung melalui platform online. Jika diterapkan dengan baik, langkah ini diharapkan mampu meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap BPN dan secara signifikan mengurangi konflik pertanahan di masa mendatang.

Ketepatan Waktu dalam Penyelesaian 

      Ketepatan waktu dalam penyelesaian sengketa menjadi salah satu faktor penting yang memengaruhi efektivitas BPN. Dalam kasus Dago Elos, proses hukum memakan waktu hingga enam tahun sebelum mencapai putusan akhir, yang masih menuai kontroversi. Keterlambatan ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk kurangnya koordinasi antarinstansi, tumpang tindih data, dan sistem birokrasi yang kompleks. Untuk meningkatkan ketepatan waktu, BPN perlu memperbaiki sistem alur kerja dan memanfaatkan teknologi untuk mempermudah proses administrasi. Dengan demikian, penyelesaian kasus dapat dilakukan lebih cepat tanpa mengorbankan keadilan.

Efektivitas Program Kerja 

       Efektivitas program kerja BPN dapat diukur dari sejauh mana tujuan organisasi tercapai. Dalam konteks Dago Elos, efektivitas terlihat dari sejauh mana program mediasi atau intervensi BPN mampu mengurangi konflik. Namun, penelitian menunjukkan bahwa efektivitas ini masih terbatas karena kurangnya sumber daya manusia yang terlatih untuk menangani kasus-kasus sengketa yang kompleks. Untuk meningkatkan efektivitas, BPN perlu mengembangkan strategi baru, termasuk kolaborasi dengan lembaga lain dan penggunaan teknologi modern. Hal ini akan membantu menciptakan solusi yang lebih komprehensif dan efisien.

Kepuasan Masyarakat 

   Kepuasan masyarakat menjadi indikator kunci keberhasilan BPN sebagai lembaga pelayanan publik. Dalam kasus Dago Elos, banyak masyarakat merasa kurang puas dengan proses penyelesaian sengketa karena menganggap keputusan akhir tidak adil. Ketidakpuasan ini dapat memengaruhi citra BPN di mata publik dan menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat. Untuk meningkatkan kepuasan, BPN perlu lebih transparan dalam proses penyelesaian sengketa, melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan, dan memberikan penjelasan yang jelas tentang dasar hukum setiap keputusan.

Rekomendasi untuk BPN 

     Berdasarkan hasil riset penulis, ada beberapa rekomendasi yang dapat diterapkan oleh BPN Kota Bandung. Pertama, mempercepat proses digitalisasi data tanah untuk meningkatkan akurasi dan efisiensi. Kedua, meningkatkan kompetensi pegawai melalui pelatihan rutin tentang hukum pertanahan dan pelayanan publik. Ketiga, menerapkan pendekatan mediasi yang lebih intensif untuk mengurangi potensi konflik berkepanjangan. Dengan langkah-langkah ini, BPN dapat memperbaiki kinerja dan meningkatkan efektivitas dalam penyelesaian sengketa tanah.

Pembelajaran dari Kasus Dago Elos 

    Kasus Dago Elos memberikan banyak pembelajaran penting bagi BPN dan pihak terkait. Salah satunya adalah pentingnya mengedepankan mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa, terutama untuk kasus-kasus yang melibatkan masyarakat lokal. Selain itu, BPN perlu memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil didasarkan pada data yang valid dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dengan pendekatan ini, diharapkan keadilan dapat terwujud dan konflik dapat diminimalisir.