Nilai Kekeristenan Jadi Solusi Bulying di kalangan Pelajar

Bullying atau perundungan merupakan salah satu masalah sosial yang sangat sering terjadi di lingkungan sekolah, termasuk di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP). Bentuk perundungan atau bullying sendiri bisa beragam, mulai dari ejekan yang masuk kedalam bentuk verbal, kekerasan fisik, hingga intimidasi secara online melaui sosial media yang sekarang banyak di gunakan. Perundungan/ bulliying tidak hanya melukai secara fisik pada korban, perundungan / bullying juga meninggalkan dampak pada psikologis yang cukup serius, seperti kecemasan, depresi, hingga dapat menurunnya kepercayaan diri seseorang.
Siswa di Indonesia sendiri pernah mengalami perundungan/bullying dalam berbagai bentuk terlihat dari banyaknya berita yang menyangkut tentang kasus perundungan /bulliying. Sehingga dalam dunia pendidikan memiliki peran untuk menciptakan lingkungan sekolah yang lebih aman dan inklusif. Salah satu solusi yang mungkin dapat membuat sebuah perubahan adalah pendekatan berbasis nilai-nilai keagamaan, yang diajarkan oleh guru agama di sekolah.

Guru agama sendiri memiliki peran cukup unik dalam membentuk sebuah karakter siswa melalui pengajaran nilai-nilai spiritual, moral, dan etika berdasarkan ajaran kitab sucinya yaitu Alkitab. Nilai-nilai seperti kasih, pengampunan, penghormatan, dan keadilan menjadi sebuah fondasi yang mampu dalam menciptakan budaya anti-bullying itu sendiri di sekolah.
Perundungan sering kali terjadi karena hal-hal yang sederhana, seperti ejekan-ejekan yang di lontarakan seorang kepada yang lain atau candaan yang berlebihan sehingga menyingung bahkan melukai orang lain. Namun, jika dibiarkan, perilaku ini dapat berkembang menjadi kekerasan yang lebih parah. Siswa yang menjadi korban perundungan/bullying biasanya mengalami kesulitan dalam belajar, menarik diri dari pergaulan, dan bahkan memiliki keinginan untuk berhenti sekolah.

Jika seorang siswa, mendapatkan pengalaman menjadi korban perundungan/bullying selama masa sekolahnya di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP). Dimana awal mula terjadinya perundungan / bullying hanya melalui ejekan karena masalah penampilan, kepitaran ataupun hal lainnya. Lama kelamaan ejekan itu akan terus berkembang menjadi sebuah diintimidasi dan dikucilkan. Sehingga korban akan merasa tidak menjadi tidak berharga. Kasus seperti ini menunjukkan pentingnya perhatian lebih dari pihak sekolah, termasuk guru agama, untuk memberikan pendampingan dan bimbingan kepada siswa.
Guru agama Kristen sendiri memiliki peran yang cukup berpengaruh dalam membimbing siswa untuk mengatasi masalah sosial seperti perundungan/bullying ini sendiri. Guru agama melakukan pendekatan berbasis nilai-nilai agama, guru agama Kristen juga tidak hanya mengajarkan beuah teori, namun juga membantu siswa dalam menerapkan ajaran kasih dan empati dalam kehidupan sehari-hari.
1. Mengajarkan Nilai-Nilai Kasih dan Pengampunan
Nilai kasih adalah inti dari ajaran agama Kristen. Dalam Alkitab, terdapat banyak kisah yang mengajarkan pentingnya kasih terhadap sesama, seperti perumpamaan tentang Orang Samaria yang Baik Hati (Lukas 10:25-37). Guru agama Kristen dapat menggunakan kisah ini untuk mengajarkan siswa pentingnya peduli terhadap orang lain, termasuk mereka yang berbeda atau lebih lemah.
2. Membangun Rasa Hormat di Antara Siswa
Pengajaran agama Kristen juga menekankan penghormatan terhadap sesama manusia sebagai ciptaan Tuhan. Guru agama dapat menanamkan prinsip ini melalui diskusi kelas, refleksi pribadi, dan kegiatan kelompok yang melibatkan siswa. Dengan memahami bahwa setiap individu berharga di mata Tuhan, siswa akan lebih menghargai satu sama lain.
3. Memberikan Teladan Hidup
Selain mengajar di kelas, guru agama Kristen juga menjadi teladan hidup bagi siswa. Sikap penuh kasih, kesabaran, dan empati yang ditunjukkan oleh guru dapat menginspirasi siswa untuk meniru perilaku positif tersebut.
4. Pendampingan Spiritual dan Konseling
Guru agama Kristen sering kali berperan sebagai pembimbing spiritual bagi siswa. Dalam kasus perundungan, guru dapat memberikan konseling kepada korban untuk membantu mereka pulih dari trauma. Di sisi lain, pelaku perundungan juga memerlukan pendekatan khusus untuk membantu mereka memahami kesalahan dan memperbaiki perilaku mereka.

Beberapa pendekatan guru agama kristen yang dapat diterapkan untuk mengatasi sebuah khasus perundungan/bullying di sekolah:
– Cerita dan Refleksi
Guru dapat menggunakan kisah-kisah Alkitab untuk membahas nilai-nilai moral. Sebagai contoh, kisah Yusuf yang dikhianati oleh saudara-saudaranya (Kejadian 37) dapat menjadi refleksi tentang dampak buruk dari perilaku iri hati dan kebencian.
– Diskusi Kelompok
Mengadakan diskusi kelompok tentang bagaina kehidupan sosial tiap siswa termasuk menanyakan hal hal yang berkaitan pada perundungan / bullying. Sharing tentang cara memahami dapr perfektif lain misalnya siswa memahami sudut pandang orang lain. Hal ini juga dapat menjadi ruang bagi siswa untuk menyampaikan pengalaman mereka tanpa takut dihakimi.
– Kegiatan Ekstra Kurikuler
Guru agama Kristen dapat menginisiasi kegiatan ekstra kurikuler, seperti Persekutuan kecil yang dmana melakukan sesi sharing atau kelompok doa, untuk membangun komunitas siswa yang saling mendukung.
– Kolaborasi dengan Guru Lain
Masalah bullying tidak dapat diselesaikan oleh satu pihak saja. Guru agama Kristen perlu bekerja sama dengan guru lain, konselor, dan pihak manajemen sekolah untuk menciptakan kebijakan anti-bullying yang efektif.
Meskipun peran guru agama Kristen sangat penting, ada beberapa tantangan yang perlu diatasi:
– Minimnya Kesadaran Siswa dimana banyak siswa yang tidak menyadari bahwa tindakan mereka termasuk perundung / bullying. Oleh karena itu, diperlukan edukasi yang intensif dan berkelanjutan.
– Tekanan Sosial juga menjadi alas an dalam beberapa kasus, siswa yang mencoba melawan bullying justru menghadapi tekanan dari teman-teman mereka.
– Keterbatasan Waktu mengajar Guru agama sering kali memiliki jadwal yang padat, sehingga sulit untuk memberikan perhatian khusus kepada setiap siswa.
– Namun, dengan komitmen yang kuat dan dukungan dari semua pihak, tantangan ini dapat diatasi.

Guru agama Kristen sendiri memiliki peran yang cukup besar dalam membentuk sebuah karakter siswa yang tidak hanya cerdas secara akademis, namun juga dapat kuat secara moral dan spiritual. Dengan mengintegrasikan sebuah nilai-nilai Kekristenan dalam sebuah pembelajaran, guru dapat membantu menciptakan lingkungan sekolah yang lebih harmonis dan bebas dari perundungan / bullying.
Bullying bukan hanya masalah perilaku, tetapi juga masalah yang ada karena karakter diri. Sehingga guru agama keristen sendiri memiliki tugas membimbing siswa untuk menjadi individu yang menghormati dan mengasihi sesama.
Melalui pendekatan berbasis kasih ini guru agama Kristen senditri tidak hanya membantu siswa dalam mengatasi perundungan / bullying, tetapi juga membentuk sebuah generasi muda yang memiliki kepeduli terhadap sesame manusia. Dengan dia bantu kerja sama oleh semua pihak, sekolah dapat menjadi tempat yang aman dan tentam bagi semua siswa.
Mengatasi bullying di sekolah juga membutuhkan kerja keras dan bantuan dari semua pihak yang bertugas untuk mendidik. Guru agama Kristen sendiri melakuakn pendekatan berbasis nilai-nilai keagama, dapat menciptkan sebuah perubahan dalam budaya anti-bullying. Dengan menanamkan nilai kasih, penghormatan, dan pengampunan, guru agama tidak hanya mendidik siswa, tetapi juga membangun generasi penerus yang memiliki karakter kuat dan peduli terhadap sesama.