Fenomena ditengah masyarakat yang memanfaatkan media sosial untuk mengakses berbagai sumber informasi merupakan hal yang tidak bisa dibantahkan. Pertumbuhan penggunaan media sosial secara signifikan selama beberapa tahun terakhir telah menciptakan ruang baru untuk keterlibatan politik dan interaksi sosial.
Platform-platform media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan YouTube dan lainnya telah menjadi alat yang efektif bagi para politisi dan partai politik untuk berkomunikasi dengan masyarakat. sehingga Media sosial merupakan salah satu penyebab utama perkembangan berbagai kehidupan manusia, termasuk jalinan ekonomi politik komunikasi. Namun, di balik kemudahan akses dan jangkauan luasnya, terdapat fenomena komodifikasi yang secara signifikan memengaruhi cara komunikasi politik berlangsung. Komodifikasi, yaitu proses menjadikan sesuatu sebagai komoditas yang memiliki nilai ekonomi, telah mengubah media sosial menjadi alat yang tidak hanya untuk komunikasi, tetapi juga sebagai sarana untuk menghasilkan keuntungan ekonomi dan politik.
Konsep ekonomi politik komunikasi dalam teorinya Vincent Mosco mendeskripsikan sebagai sebuah studi yang mengkaji tentang hubungan sosial. Proses produksi, distribusi dan konsumsi produksi merupakan kekuatan dari hubungan sosial tersebut. Kemunculan teori ini didasari oleh besarnya pengaruh media terhadap perubahan yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat.
Hal ini media mempunyai peran yang signifikan dalam peningkatan surplus ekonomi. Ada tiga konsep dasar untuk memahami ekonomi politik komunikasi oleh Vincent Mosco, yaitu: komodifikasi (commodification), spasialisasi (spatialization) dan strukturasi (structuration) (Mosco, 2009)
Komodifikasi, merupakan proses di mana produk media yang berupa informasi dan hiburan, menjadi barang dagang yang dapat dipertukarkan dan bernilai ekonomis. secara sederhana komodifikasi dipahami sebagai “the process of transforming uses value into exchange values” (Mosco, 2009). Konsep komodifikasi ini, Mosco membaginya dalam tiga bagian, yakni komodifikasi konten, komodifikasi audiens atau khalayak, dan komodifikasi pekerja.
Dalam politik, komodifikasi media sosial berarti bahwa platform ini tidak hanya digunakan untuk menyampaikan pesan politik, tetapi juga untuk menghasilkan keuntungan ekonomi. Politisi dan partai politik memanfaatkan data pengguna, algoritma, dan fitur-fitur berbayar untuk meningkatkan efektivitas kampanye mereka.
Komodifikasi pada media sosial merujuk pada proses di mana platform digital mengubah konten, data pengguna, dan bahkan interaksi sosial menjadi barang bernilai ekonomi. Di dunia politik, hal ini berarti bahwa pesan-pesan politik tidak lagi semata-mata bertujuan untuk mendidik atau menyampaikan informasi, tetapi juga untuk menarik perhatian, mengumpulkan data, dan memengaruhi preferensi politik masyarakat demi kepentingan tertentu.
Dalam konteks ini didapati bahwa komunikasi menjadi arena potensial tempat terjadinya komodifikasi. Komunikasi merupakan komoditas yang dianggap paling berpengaruh, disamping untuk mendapatkan surplus value, karena pesan yang disampaikan mengandung simbol dan citra yang bermanfaat bagi penerima pesan itu sendiri, hal ini sudah dipraktikkan oleh masyarakat diberberbagai platform media sosial.
Komodifikasi pada media sosial merujuk pada proses di mana platform digital mengubah konten, data pengguna, dan bahkan interaksi sosial menjadi barang bernilai ekonomi. Di dunia politik, hal ini berarti bahwa pesan-pesan politik tidak lagi semata-mata bertujuan untuk mendidik atau menyampaikan informasi, tetapi juga untuk menarik perhatian, mengumpulkan data, dan memengaruhi preferensi politik masyarakat demi kepentingan tertentu.
Dampak Positif dan Negatif dari Komodifikasi itu sendiri sebagai berikut:
-Dampak Positif
Efisiensi Penyampaian Pesan Politik: Media sosial memungkinkan politisi menjangkau audiens yang lebih luas dengan biaya yang lebih rendah dibandingkan media tradisional.
Partisipasi Publik yang Meningkat: Dengan akses yang mudah, masyarakat dapat lebih terlibat dalam diskusi politik.
-Dampak Negatif
Manipulasi Opini Publik: Komodifikasi sering dimanfaatkan untuk menyebarkan disinformasi demi keuntungan politik.
Ketergantungan pada Platform Digital: Kandidat atau partai politik menjadi sangat bergantung pada algoritma dan kebijakan platform media sosial.
Melalui opini tersebut didapati bahwa komodifikasi media sosial memiliki dampak pada lingkup politik sesuai dengan bentuknya yaitu :
Komodifikasi konten yang dilakukan oleh aktor politik dengan menampilkan informasi sosialisasi diri dan citra organisasi partai politik menjelang kontestasi pemilihan pemimpin yang dilakukan secara berkesinambungan. Informasi ini tentunya akan selalu dicari oleh audiens (masyarakat atau pengguna media sosial lainnya).
Komodifikasi audiens dapat dilihat dari upaya yang dilakukan oleh para aktor politik dalam memanfaatkan media sosial sebagai penyebar informasi yang paling cepat.
Komodifikasi pekerja dapat dilihat dari respon audiens yang menyukai ataupun tidak, memberikan komentar, bahkan meneruskan pesan atau informasi
tersebut ke media sosial lainnya.
Selain itu, Komodifikasi media sosial dalam lingkup politik juga memiliki dampak yang kompleks dan signifikan. Berikut adalah beberapa dampak utama yang dapat diidentifikasi:
1.Penyebaran Mis-informasi: Komodifikasi konten politik sering kali menyebabkan penyebaran informasi yang tidak terverifikasi atau menyesatkan. Penelitian menunjukkan bahwa dalam proses produksi berita, media lebih fokus pada menarik perhatian daripada memastikan akurasi informasi, yang dapat mengarah pada penyebaran berita palsu atau hoaks
2.Sensasionalisme: Dalam upaya untuk menarik audiens dan meningkatkan interaksi, konten politik sering disajikan secara sensasional. Ini dapat mengurangi kedalaman analisis dan substansi dari isu-isu politik, sehingga masyarakat menerima informasi yang dangkal dan tidak mendidik
3.Pengaruh Terhadap Persepsi Publik: Komodifikasi dapat mempengaruhi cara masyarakat memahami isu-isu politik. Ketika konten disajikan dengan fokus pada daya tarik komersial, hal ini bisa mengaburkan fakta dan memanipulasi persepsi publik terhadap kebijakan atau kandidat tertentu
4.Polarisasi dan Filter Bubble (Algoritma) : Penggunaan media sosial dalam kampanye politik dapat menciptakan polarisasi di kalangan pemilih. Individu cenderung terpapar hanya pada pandangan yang sejalan dengan kepercayaan mereka, mempersempit akses terhadap sudut pandang yang berbeda dan menciptakan filter bubble
5.Kualitas Jurnalistik yang Menurun: Ketika media lebih fokus pada keuntungan finansial daripada integritas jurnalistik, kualitas pemberitaan dapat menurun. Konten sering kali dihasilkan untuk memenuhi selera pasar dan tren, bukan berdasarkan fakta dan analisis mendalam
6.Partisipasi Politik: Di sisi positif, komodifikasi juga dapat meningkatkan partisipasi politik dengan memberikan platform yang mudah diakses bagi individu untuk terlibat dalam diskusi politik dan berbagi informasi. Media sosial memungkinkan mobilisasi pendukung politik dan interaksi langsung dengan masyarakat
7.Keterbatasan Narasi: Proses komodifikasi sering kali membatasi narasi yang muncul di media sosial, hanya menyoroti isu-isu tertentu yang dianggap lebih “menjual”. Ini mengakibatkan isu-isu penting lainnya terabaikan, sehingga mengurangi keragaman perspektif dalam diskusi publik
Dapat disimpulkan bahwa dampak komodifikasi media sosial terhadap politik sangat beragam, mencakup penyebaran misinformasi, penurunan kualitas jurnalistik, serta pengaruh terhadap persepsi publik dan partisipasi politik.
Sementara ada potensi untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam proses politik, tantangan seperti sensasionalisme dan polarisasi tetap menjadi perhatian utama. Oleh karena itu, penting untuk mempromosikan literasi digital agar masyarakat dapat lebih kritis terhadap konten yang mereka konsumsi di media sosial.
Selain itu Pengaruh Komodifikasi terhadap Komunikasi Politik dapat diidentifikasi sebagai berikut :
1.Personal Branding dan Politik sebagai Produk
Komodifikasi membuat politisi atau kandidat politik memasarkan diri layaknya produk. Citra mereka dibentuk sedemikian rupa untuk menarik perhatian publik melalui strategi pemasaran digital. Dengan bantuan algoritma media sosial, pesan politik dapat disesuaikan untuk menjangkau target audiens tertentu, menjadikan komunikasi politik lebih terfokus tetapi cenderung manipulatif.
2.Algoritma dan Polarisasi Politik
Media sosial dirancang untuk memaksimalkan waktu yang dihabiskan pengguna di platform. Algoritma ini sering kali memperkuat konten yang kontroversial atau emosional, yang dapat meningkatkan polarisasi politik. Komodifikasi data pengguna memungkinkan pengiklan politik memanfaatkan micro-targeting untuk menyebarkan propaganda, memperkuat bias, dan memecah masyarakat berdasarkan preferensi politik mereka.
3.Komersialisasi Data Pengguna
Dalam komunikasi politik, data pengguna menjadi salah satu komoditas utama. Partai politik dan kandidat dapat membeli data dari platform media sosial untuk memahami preferensi pemilih. Data ini kemudian digunakan untuk merancang kampanye politik yang lebih spesifik dan efektif. Meskipun efisien, praktik ini menimbulkan masalah privasi dan transparansi.
4.Konten Politik sebagai Hiburan
Komodifikasi mengubah cara penyajian komunikasi politik di media sosial. Pesan-pesan politik sering kali dikemas dalam format yang menarik dan menghibur, seperti meme, video pendek, atau tantangan viral. Hal ini membuat komunikasi politik lebih mudah diakses oleh generasi muda, tetapi juga berisiko mereduksi kompleksitas isu-isu politik menjadi sekadar tren sementara.
5.Keterbatasan Akses Informasi yang Netral
Komodifikasi cenderung memprioritaskan konten yang menghasilkan interaksi tinggi, yang sering kali bukan konten yang informatif atau netral. Akibatnya, masyarakat dapat terpapar informasi yang bias atau tidak akurat, yang memengaruhi keputusan politik mereka.
Dan dapat disimpulkan dari identifikasi yang telah dijelaskan diatas bahwa komodifikasi pada media sosial telah membawa perubahan besar dalam komunikasi politik. Di satu sisi, hal ini memungkinkan penyampaian pesan yang lebih efektif dan personal. Namun, di sisi lain, komodifikasi juga menghadirkan risiko manipulasi, polarisasi, dan pelanggaran privasi. Untuk memanfaatkan media sosial secara optimal dalam komunikasi politik, diperlukan regulasi yang jelas dan kesadaran masyarakat akan dampak dari komodifikasi ini. Dengan demikian, media sosial dapat tetap menjadi alat yang mendukung demokrasi tanpa mengorbankan integritas informasi.