Menghindari Seksisme dalam Iklan: Komunikasi yang Mengutamakan Kesetaraan

Iklan adalah jendela kecil yang mencerminkan nilai-nilai budaya, sosial, dan ekonomi masyarakat. Namun, seringkali iklan memanifestasikan stereotip gender yang tidak hanya ketinggalan zaman tetapi juga merugikan. Sebagai salah satu alat komunikasi massa yang paling berpengaruh, iklan memiliki tanggung jawab moral untuk menyampaikan pesan-pesan yang tidak hanya menarik perhatian, tetapi juga membangun norma sosial yang positif.
Menurut Denis McQuail, seorang ahli komunikasi massa, iklan memiliki kekuatan untuk menggiring opini publik terhadap norma tertentu. Hal ini menjadikan iklan sebagai medan pertempuran strategis dalam upaya mempromosikan kesetaraan gender di dunia yang masih sering mendiskriminasi berdasarkan jenis kelamin.

Apa Itu Seksisme dalam Iklan?
Seksisme dalam iklan merujuk pada penggunaan elemen-elemen yang memperkuat stereotip gender. Contohnya meliputi:
Perempuan yang selalu digambarkan dalam peran domestik, seperti memasak atau mengasuh anak.
Penggunaan perempuan sebagai objek seksual untuk menarik perhatian tanpa relevansi dengan produk yang diiklankan.
Penggambaran laki-laki sebagai figur yang dominan, kuat, dan sukses, sementara perempuan hanya menjadi pendukung atau aksesoris.
Studi oleh UN Women mengungkap bahwa 85% perempuan merasa terwakili secara tidak adil dalam iklan, yang sering kali mengalienasi audiens perempuan, terutama di era modern.

Praktik Femvertising: Solusi Melawan Seksisme
Fenomena femvertising (iklan yang mempromosikan pemberdayaan perempuan) telah menjadi salah satu langkah progresif dalam melawan seksisme. Contoh suksesnya meliputi:
Kampanye “Dove Real Beauty” yang menampilkan perempuan dari berbagai latar belakang fisik, menentang standar kecantikan tradisional.
Always #LikeAGirl, sebuah iklan yang merekonstruksi frasa “seperti perempuan” menjadi simbol kekuatan.

Menurut Elisa Becker-Herby dalam penelitiannya di University of Minnesota, femvertising tidak hanya meningkatkan citra merek tetapi juga mendorong penjualan karena audiens merasa merek tersebut relevan dengan nilai-nilai mereka.

Mengapa Merek Masih Menggunakan Stereotip Gender?
Meskipun femvertising memberikan keuntungan jangka panjang, banyak merek tetap menggunakan stereotip gender karena:
1. Kemudahan Produksi: Stereotip memberikan formula yang mudah dimengerti tanpa perlu riset mendalam.
2. Budaya Patriarkis: Beberapa pasar masih memegang nilai-nilai konservatif, sehingga stereotip dianggap aman dan tidak kontroversial.
3. Minimnya Edukasi Gender dalam Industri Kreatif: Banyak pembuat konten tidak menyadari dampak buruk stereotip gender.

Dampak Iklan Inklusif terhadap Masyarakat
1. Meningkatkan Kesadaran Gender
Iklan yang inklusif mendorong diskusi publik tentang peran gender yang adil. Contohnya adalah iklan Kecap ABC yang menggambarkan laki-laki sebagai figur aktif dalam tugas domestik.
2. Memberdayakan Perempuan
Narasi yang mengangkat potensi perempuan dalam berbagai bidang dapat membangun kepercayaan diri dan mendorong mereka untuk mengejar peluang baru.
3. Mengubah Persepsi Publik
Seiring waktu, iklan dapat membantu mengubah pandangan tradisional tentang peran gender di masyarakat. Hal ini membutuhkan konsistensi dan pendekatan berkelanjutan.


Strategi untuk Menciptakan Iklan Bebas Seksisme
1. Menghapus Penggambaran Stereotip Gender
Merek perlu memeriksa kembali pesan dan visual dalam iklan untuk memastikan bahwa mereka tidak memperkuat peran gender yang kaku.

2. Melibatkan Audiens Beragam dalam Riset
Iklan yang inklusif membutuhkan masukan dari berbagai kelompok, termasuk perempuan.

3. Menerapkan Edukasi Gender di Industri Kreatif
Pelatihan dan pendidikan tentang gender harus menjadi bagian dari proses kreatif dalam menciptakan iklan.

4. Membangun Narasi Positif
Menampilkan cerita yang memotivasi dan mendukung pemberdayaan dapat menarik audiens yang lebih luas, terutama generasi muda.


Tantangan dalam Menerapkan Iklan Inklusif
Perusahaan sering kali menghadapi dilema antara mempromosikan nilai-nilai progresif dan menjaga nilai budaya lokal. Misalnya, merek di negara dengan norma gender konservatif mungkin enggan memproduksi konten yang dianggap kontroversial
Namun, dengan adanya inisiatif seperti Unstereotype Alliance dari UN Women, perusahaan di seluruh dunia mulai menyadari pentingnya iklan bebas stereotip sebagai alat untuk menciptakan perubahan sosial.

Menghindari seksisme dalam iklan bukan hanya soal menciptakan konten yang menarik, tetapi juga tentang tanggung jawab sosial. Dengan memanfaatkan komunikasi yang inklusif dan progresif, merek dapat memperkuat relevansi mereka di era modern sekaligus mendorong kesetaraan gender di masyarakat. Langkah kecil yang dilakukan melalui iklan hari ini dapat menciptakan dampak besar untuk masa depan.

Referensi:
Magdalene – Femvertising dan Dampaknya pada Industri Iklan
Kampanye Dove Real Beauty
UN Women – Unstereotype Alliance