Secara umum, pengertian pajak adalah kontribusi wajib kepada negara berupa uang yang berasal dari rakyat. Sedangkan menurut Charles E.McLure, pajak adalah kewajiban finansial atau retribusi yang dikenakan terhadap wajib pajak (orang pribadi atau Badan) oleh Negara atau institusi yang fungsinya setara dengan negara yang digunakan untuk membiayai berbagai macam pengeluaran publik.
Menurut Mardiashmo(2016), Pajak adalah iuran yang dibayarkan oleh warga negara kepada negara sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Iuran ini bersifat wajib dan dapat dipaksakan tanpa diiringi dengan balas jasa khusus. Pajak digunakan untuk membiayai kepentingan umum dan kegiatan pemerintahan.
Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH, Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.
Tetapi menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan No. 16 Tahun 2009: Pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa pajak adalah kontribusi wajib yang harus dibayarkan kepada negara oleh individu atau badan usaha, tanpa imbalan langsung dan digunakan untuk kepentingan masyarakat.
Jadi dapat disimpulakan dari beberapa pengertian diatas adalah bahwa pajak merupakan suatu kontribusi wajib yang harus dibayarkan oleh individu atau badan usaha kepada negara. Konsep dasar pajak mencakup beberapa aspek penting:
- Kontribusi Wajib: Pajak adalah iuran yang harus dilakukan oleh warga negara atau badan usaha sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
- Tanpa Imbalan Langsung: Pembayaran pajak tidak disertai dengan layanan spesifik atau balasan langsung dari pemerintah.
- Membiayai Kegiatan Publik: Uang pajak digunakan untuk mengcover biaya-biaya publik serta aktivitas pemerintahan yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan dan kemasyarakatan.
Dengan demikian, pajak menjadi salah satu sumber pendanaan utama bagi negara untuk melakukan fungsi-fungsi pemerintahannya.
Keberadaan pemungutan pajak pertama kali yang diketahui terjadi di Mesir Kuno sekitar 3000 – 2800 SM dimana sistem pajak yang dikenal berupa sistem pajak yang bersifat variabel, yaitu berdasarkan tinggi air sungai Nil.[9] Bentuk perpajakan yang paling awal dan paling luas adalah corvée dan persepuluhan. Corvée adalah kerja paksa yang diberikan kepada negara oleh petani yang terlalu miskin untuk membayar bentuk perpajakan lainnya ( “tenaga kerja” dalam bahasa Mesir kuno adalah sinonim untuk pajak).
Perpajakan di Kekaisaran Persia, sistem pajak yang diatur dan berkelanjutan diperkenalkan oleh Darius I Agung yang berlangsung mulai dari tahun 522-486 SM.[11] Dalam istilah Persia Kuno yang digunakan untuk “pajak/upeti” adalah bāji, dalam bahasa Elam baziš, yang berarti sesuatu seperti “bagian raja”.[12] Sistem perpajakan Persia disesuaikan untuk setiap Satrapy (daerah yang diperintah oleh seorang Satrap atau gubernur provinsi). Pada waktu yang berbeda, ada antara 20 dan 30 Satrapies di Kekaisaran dan masing-masing dinilai menurut produktivitas yang seharusnya dengan peran tanggung jawab Satrap adalah untuk mengumpulkan jumlah yang harus dibayar dan mengirimkannya ke perbendaharaan, setelah dikurangi pengeluarannya (pengeluaran dan kekuatan untuk memutuskan dengan tepat bagaimana dan dari siapa mengumpulkan uang di provinsi, menawarkan kesempatan maksimum bagi orang kaya. hasil panen).
Pajak di Indonesia sudah ada sejak zaman kerajaan, kemudian berkembang pada saat Hindia Belanda menjajah. Hanya saja untuk sistem pungutan pada zaman kerajaaan dan sekarang berbeda. Sistem perpajakan dalam ekonomi modern pajak menjadi sumber pendapatan pemerintah merupakan hal paling penting. Di masa penjajahan sistem pajak dikenal sebagai “upeti” berupa pajak rumah, usaha, sewa tanah dan sebagainya yang harus diberikan kepada penjajah sehingga berbeda masa sekarang, hasil perpajakan di Indonesia biasanya berupa layanan publik, dan pembangunan infrastruktur.
Dasar pemungutan pajak adalah undang-undang pajak (untuk setiap jenis pajak), yang bersumber kepada suatu konstitusi atau Undang-Undang Dasar. Untuk memudahkan pelaksanaan pemungutan pajak, maka berdasarkan Undang-Undang Pajak itu dibuat aturan pelaksanaan oleh pemerintah yaitu: 1. Menteri Keuangan, Direktur Jenderal Pajak untuk Pajak Pusat dan, 2. Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri untuk Pajak Daerah.
PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean berdasarkan UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang diubah terakhir kali dengan UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Tarif Pajak Pertambahan Nilai terbagi menjadi dua yaitu tarif umum dan tarif khusus.
Sesuai Pasal 7 UU PPN No. 42 Tahun 2009 disebutkan besar tarif PPN sebagai berikut:
- Tarif umum 10% untuk penyerahan dalam negeri
- Tarif khusus PPN Ekspor 0% diterapkan atas ekspor BKP berwujud maupun tidak berwujud, dan ekspor JKP.
- Tarif Pajak sebesar 10% dapat berubah menjadi lebih rendah, yaitu 5% dan paling tinggi 15% sebagaimana diatur oleh Peraturan Pemerintah.
Melalui Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan ( UU HPP ), tarif PPN mengalami kenaikan secara bertahap:
1. Tarif Umum
- Tarif PPN 11% berlaku mulai 1 April 2022
- Tarif PPN 12% paling lambat diberlakukan 1 Januari 2025
2. Tarif Khusus
Sedangkan tarif khusus untuk kemudahan dalam pemungutan PPN, atas jenis barang/jasa tertentu atau sektor usaha tertentu diterapkan tarif PPN final, misalnya 1%, 2% atau 3% dari peredaran usaha, yang diatur dengan PMK.
Undang-Undang yang Mengatur Pajak Pertambahan Nilai
Terdapat beberapa kali perubahan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia.
Adapun perubahan yang terjadi disebabkan karena adanya pergantian model pemungutan pajak dan peraturan perundang-undangan agar bisa lebih sederhana dan adil untuk masyarakat termasuk dalam pembuatan Faktur Pajaknya.
Berikut adalah perubahan UU terkait Paja Pertambahan Nilai di Indonesia:
1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983
UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah diciptakan untuk mengatur tentang PPN dan PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah) yang disahkan pada 1 April 1985.
2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000
Setelah UU No. 8 Tahun 1983, muncul perubahan kedua yaitu Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan PPnBM.
Perubahan ini dilakukan dengan tujuan untuk menciptakan sistem perpajakan yang tepat untuk masyarakat juga untuk meningkatkan penerimaan negara.
3. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009
Perubahan ketiga adalah UU No. 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan PPnBM.
Untuk melengkapi kekurangan pada UU Pajak Pertambahan Nilai sebelumnya, undang-undang ini bertujuan memberikan keadilan hukum dan keamanan bagi negara dan masyarakat dengan sistem perpajakan yang jauh lebih sederhana.
4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
Meski ketentuan baru tentang Pajak Pertambahan Nilai ini juga diatur kembali dalam UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja pada klaster perpajakan, namun UU 42 Tahun 2009 sebagian masih berlaku.
Ada beberapa bagian pasal dalam UU Cipta Kerja klaster perpajakan ini yang mengubah atau menambahkan beberapa pasal dari undang-undang pendahulunya.
5. Terbaru dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021
Peraturan perundang-undangan perpajakan tentang PPN tertuang dalam UU HPP No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Fungsi PPN
Fungsi utama PPN adalah sebagai sumber penerimaan negara, serta sebagai alat regulasi untuk mengatur kebijakan ekonomi, sosial, dan stabilitas fiskal.
PKP wajib membuat Faktur Pajak sebagai bukti pemungutan, melaporkan PPN yang terutang, dan menyetorkan perhitungannya setiap bulan.
Jika Pajak Masukan lebih besar dari Pajak Keluaran, PKP dapat meminta pengembalian kelebihan pembayaran (restitusi) atau mengkompensasikannya ke masa pajak berikutnya.
Berikut adalah beberapa detail dari fungsi PPN:
1. Sebagai perhitungan kekurangan pajak atau kelebihan pajak
Fungsi utama PPN Masukan dan Keluaran adalah sebagai perhitungan untuk mengetahui seberapa besar jumlah pajak yang harus dibayarkan ke negara atau justru dapat diajukan sebagai kompensasi kelebihan pembayaran PPN.
Jika Pajak Masukan lebih besar dari Pajak Keluaran, maka PKP dapat mengajukan kelebihan bayar atau mengkreditkan ke masa pajak berikutnya.
Sebaliknya, jika Pajak Keluaran lebih besar dibanding Pajak Masukan, maka PKP wajib menyetorkan PPN Terutang tersebut ke kas negara.
2. Fungsi PPN sebagai fungsi anggaran
Fungsi Pajak Pertambahan Nilai juga sebagai fungsi anggaran mengingat pajak yang disetorkan ke negara jadi salah satu sumber penerimaan negara yang dananya digunakan untuk membiayai negara.
3. Fungsi PPN sebagai fungsi regulasi pemerintah
Fungsi PPN berikutnya adalah untuk mengatur dan melaksanakan kebijakan pemerintah terutama dalam bidang sosial ekonomi, seperti untuk menekan importasi guna meningkatkan daya saing produk buatan Indonesia di pasar dalam negeri.
4. Sebagai fungsi stabilitas penerimaan negara
Fungsi PPN selanjutnya sebagai penerimaan negara yang berfungsi menjaga stabilitas ekonomi seperti menekan inflasi dan lainnya.
5. Fungsi PPN sebagai fungsi pembiayaan negara
Fungsi PPN juga sebagai pembiayaan pengeluaran umum dan pembangunan nasional, salah satunya menciptakan lapangan pekerjaan dan lainnya.
Reformasi perpajakan di Indonesia telah menjadi agenda penting dalam upaya meningkatkan kapasitas fiskal negara dan mendukung pembangunan nasional. Salah satu langkah signifikan dalam reformasi ini adalah kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang mulai berlaku pada tahun 2022. Artikel ini akan membahas latar belakang kenaikan tarif PPN, tujuan reformasi perpajakan, serta dampaknya terhadap perekonomian nasional.
Sejak tahun 1983, Indonesia telah melaksanakan berbagai reformasi perpajakan untuk memperbaiki sistem administrasi pajak, memperluas basis pajak, dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Reformasi ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pada penerimaan dari sumber daya alam dan utang luar negeri, serta untuk menciptakan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan. Dalam konteks ini, UU HPP yang disahkan pada tahun 2021 menjadi tonggak penting, terutama dengan adanya penyesuaian tarif PPN dari 10% menjadi 11% pada tahun 2022 dan direncanakan meningkat menjadi 12% pada tahun 2025.
Kenaikan tarif PPN bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara yang dapat digunakan untuk berbagai program pembangunan dan pemulihan ekonomi pasca-pandemi. Dengan meningkatnya tarif PPN, pemerintah berharap dapat memperbaiki rasio perpajakan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), yang diperkirakan dapat mencapai lebih dari 10% pada tahun 2025. Selain itu, kenaikan ini juga diharapkan dapat mendukung sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) melalui insentif pajak yang lebih adil dan merata.
Kenaikan tarif PPN dari 10% menjadi 11% merupakan bagian dari Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang disahkan pada tahun 2021. Tujuan utama dari kenaikan ini adalah untuk meningkatkan penerimaan pajak yang diperlukan untuk membiayai pembangunan infrastruktur dan program sosial di tengah tantangan ekonomi global yang semakin kompleks. Kenaikan tarif PPN diharapkan dapat memperluas basis pajak dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
Yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai atau biasa disebut dengan Objek PPN adalah:
- Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha
- Impor Barang Kena Pajak
- Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
- Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
- Ekspor Barang Kena Pajak berwujud atau tidak berwujud dan Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Reformasi perpajakan bertujuan untuk mencapai beberapa hal, antara lain:
- Meningkatkan Kapasitas Fiskal: Dengan meningkatkan penerimaan pajak, pemerintah dapat mengurangi ketergantungan pada utang luar negeri dan meningkatkan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan.
- Mendorong Keadilan Pajak: Reformasi ini juga bertujuan untuk menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil, di mana beban pajak dibagi secara proporsional sesuai dengan kemampuan masing-masing wajib pajak.
- Memperkuat Kepatuhan Pajak: Melalui digitalisasi sistem perpajakan dan peningkatan layanan kepada wajib pajak, diharapkan tingkat kepatuhan pajak dapat meningkat.
Kenaikan tarif PPN memiliki berbagai dampak terhadap perekonomian nasional, baik positif maupun negatif:
Dampak positif:
- Peningkatan Pendapatan Negara: Kenaikan tarif PPN diharapkan dapat meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak, yang sangat penting untuk membiayai program-program pembangunan.
- Stimulus bagi Investasi: Dengan adanya kepastian hukum dan perbaikan administrasi perpajakan, diharapkan akan ada peningkatan minat investasi di sektor-sektor produktif.
Dampak Negatif:
- Penurunan Daya Beli Masyarakat: Kenaikan tarif PPN dapat berpotensi menurunkan daya beli masyarakat, terutama bagi kelompok berpenghasilan rendah. Hal ini dapat menyebabkan perlambatan konsumsi domestik yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi.
- Inflasi: Kenaikan tarif PPN dapat memicu inflasi, karena produsen kemungkinan akan menaikkan harga barang dan jasa untuk menutupi biaya tambahan akibat pajak yang lebih tinggi.
Meskipun tujuan reformasi perpajakan melalui kenaikan tarif PPN sangat strategis, terdapat beberapa tantangan yang harus dihadapi:
- Perlambatan Ekonomi Global: Perlambatan ekonomi global dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi domestik, sehingga berpotensi mengurangi penerimaan pajak.
- Kepercayaan Publik: Membangun kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan pajak dan transparansi penggunaan dana publik menjadi kunci untuk meningkatkan kepatuhan pajak
Reformasi perpajakan Indonesia melalui kenaikan tarif PPN merupakan langkah strategis dalam meningkatkan kapasitas fiskal negara dan mendukung pembangunan nasional. Meskipun terdapat tantangan yang harus dihadapi, seperti penurunan daya beli masyarakat dan risiko penghindaran pajak, dengan implementasi yang baik dan dukungan teknologi serta transparansi, reformasi ini berpotensi memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional. Keberhasilan reformasi perpajakan sangat bergantung pada partisipasi aktif masyarakat serta komitmen pemerintah dalam mengelola penerimaan pajak secara efektif dan efisien.
Daftar Pustaka:
- Fitriya, 2024, Artikel, klikpajak.id
- Rabbani Haddawi, 2024, Blog, Online-Pajak.com
- Wikipedia