ANALISIS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH (BPBD)  DALAM MENANGANI LONGSOR DI KAMPUNG CIPONDOK DESA PESANGGRAHAN KECAMATAN KASOMALANG KABUPATEN SUBANG 

PROPOSAL USULAN PENELITIAN

Diajukan Untuk Memenuhi Kewirausahaan

Disusun Oleh :

Nizar Rangga Pratama A.W (41721007)

PRODI ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK 

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

2024  

LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan karunia beserta rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas individu, mata kuliah Metode Penelitian Kualitatif, proposal penelitian kualitatif yang berjudul “Analisis Badan Penanggulangan Bencana daerah (BPBD) Dalam Menangani Longsor  Di Kampung Cilondok Desa Pesanggahrahan Kecamatan Kasomalang Kabupaten Subang”.Saya menyadari bahwa selama penyusunan dan penelitian ini berlangsung. Tidak terlepas dari bantuan dari para pembimbing, narasumber, dan rekan-rekan. Maka pada kesempatan yang baik ini kami ingin mengucapkanrasa terimakasih dan hormat saya kepada:

  1. Yth. Prof. Dr. Ir. H. Eddy Soeryanto Soegoto, M.T. selaku Rektor Universitas Komputer Indonesia.
  2. Yth. Assoc. Prof. Dr. Lilis Puspitawati, SE., M.si., Ak., CA. 
  3. selaku DekanFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia.
  4. Yth. Dr. Nia Kurniawati.,S.IP.,M.Si. selaku Ketua Program Studi Ilmu Pemerintahan.
  5. Yth. ASSOC.PROF.Dr.Hj. Dewi Kurniasih.,S.IP.,M.Si. selaku Dosen Mata Kuliah Metode Penelitian Kualitatif Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas KomputerIndonesia.
  6. Yth. Airiniwati.,A.Md. selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Komputer Indonesia.
  7. Bapak/Ibu Dosen Program Studi Ilmu Pemerintahan. Terimakasih banyakatas segala ilmu yang telah dibagikan untuk membantu kelancaran penelitian ini.
  8. Untuk orang tua yang selalu memberikan dukungan, doa, serta semangat dalam segala hal dan selalu mendampingi selama penyusunan proposal     
  9. Serta kepada semua pihak yang peneliti tidak dapat menyebutkannya satupersatu, terima kasih atas segala bantuan dan dukungan selama proses penulisan proposal ini berlangsung.

Akhir kata, peneliti mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam proses penulisan proposal ini. Peneliti mengharapkan koreksi dan saran agar kedepannya bisa jauh lebih menarik dan lebih bermanfaat dalam kesempurnaan dari penulisan proposal.

Bandung, 25 Desember 2023 Peneliti  Nizar Rangga PratamaNIM (41721007)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.           Latar Belakang

1.2.           Rumusan Masalah

1.3.           Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1              Maksud Penelitian

1.3.2              Tujuan Penelitian

1.4.           Kegunaan Penelitian

1.4.1              Kegunaan Teoritis

1.4.2              Kegunaan Praktis

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1            Tinjauan Pustaka

2.1.1              Analisis

2.1.2              Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)

2.1.4              Sejarah Desa pesanggrahan

2.2            Kerangka Pemikiran

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1            Desain Penelitian

3.2            Teknik Pengumpulan Data

3.3            Teknik Penentuan Informan

3.4            Teknik Analisa Data

3.5            Uji Keabsahan Data

3.6            Lokasi Dan Waktu Penelitian

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Longsor adalah sebuah fenomena geologis yang merujuk pada pergerakan tiba-tiba dan cepat dari massa tanah, batuan, atau bahan-bahan lainnya dari suatu lereng atau ketinggian ke tempat yang lebih rendah. Peristiwa ini dapat terjadi di berbagai bentuk topografi dan sering kali merupakan hasil dari faktor alam atau aktivitas manusia yang merusak stabilitas lereng. Longsor dapat menjadi ancaman serius bagi lingkungan dan kehidupan manusia, menyebabkan kerusakan materi, kerugian ekonomi, serta risiko kehilangan nyawa.

Faktor pemicu utama longsor antara lain adalah curah hujan berlebihan, yang dapat merendam tanah dan menurunkan kekuatan gesekan di antara partikel-partikel tanah. Gempa bumi juga dapat memicu longsor dengan mengubah struktur geologis dan menciptakan ketidakstabilan pada lereng. Selain itu, aktivitas manusia seperti pembangunan yang tidak terkontrol dapat mengurangi kestabilan lereng dan meningkatkan risiko longsor.

Terdapat beberapa jenis longsor, termasuk longsor translasional, di mana material bergeser secara horizontal; longsor rotasional, yang melibatkan gerakan melingkar atau berputar; dan longsor kompleks yang merupakan kombinasi dari kedua tipe tersebut. Setiap jenis longsor memiliki karakteristik pergerakan dan penyebab yang berbeda-beda.

Dampak longsor bisa sangat merugikan. Kerusakan pada properti, infrastruktur, dan lahan pertanian seringkali terjadi sebagai akibat dari pergerakan massa tanah yang besar dan kuat. Selain itu, longsor juga dapat menyebabkan perubahan topografi dan mengancam keselamatan manusia. Oleh karena itu, pemahaman mendalam tentang faktor penyebab dan upaya mitigasi risiko perlu diterapkan untuk melindungi masyarakat dan lingkungan dari dampak negatif longsor.

Fenomena tanah longsor merupakan hal biasa ketika terjadi peralihan dari musim kemarau ke musim hujan. Kementrian Riset dan Teknologi (KRT) menyebutkan bahwa banyaknya tanah retak akibat kekeringan yang tiba-tiba terkena hujan lebat, maka tanah tersebut longsor. Ada dua hal penyebab tanah ongsor yang berkaitan dengan hujan, yakni hujan berintensitas tinggi dalam waktu singkat dan menerpa daerah yang kondisi tanahnya labil. Tanah kering ini menjadi labil dan mudah longsor saat terjadi hujan.

Adapun bencana longsor di Kampung Cipondok Desa Pesanggrahan Kecamatan Kasomalang Kabupaten Subang berdampak terhadap sejumlah fasilitas milik warga dan fasilitas umum. Fasilitas yang tertimbun material longsor meliputi tiga warung, tiga petak kolam ikan, sawah seluas 1 hektar dan pipa air bersih milik Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Subang. Kampung Cipondok Desa Pesanggrahan Kecamatan sendiri terletak di daerah pegunungan, pada ketinggian 500 m dpl.

Menurut data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Subang  Dalam kejadian tersebut menimbulkan korban jiwa diantaranya 11 korban luka-luka dan 2 meninggal dunia. Dalam kejadian ini Badan Penanggulan Bencana Daerah (BPBD) terpaksa harus mengungsikan ratusan warga untuk menghindari adanya pergesaran tanah kembali akibat hujan. Selain itu Badan Penaggulangan Bencana Daerah (BPBD) Subang sendiri telah menyiapkan tenda untuk pengungsian.

Menurut Prakirawan Stasiun Klimatologi Jawa Barat, Asri Rachmawati, diperkirakan hujan masih terjadi di wilayah yang terdampak, yakni Kecamatan Kasomalang, Kabupaten Subang. Hujan terjadi dengan intensitas sedang hingga lebat disertai kecepatan angin dari 5 hingga 30 kilometer per jam. Pemicu terjadi longsor bukan hanya hujan lebat. Akan tetapi, hujan ringan selama berhari-hari juga bisa mengakibatkan longsor di daerah dengan topografi perbukitan. 

Waspada potensi hujan sedang hingga lebat yang dapat disertai kilat/petir dan angin kencang. Hujan dapat terjadi pada skala lokal dan durasi singkat pada rentang waktu siang hingga malam hari. Kestabilan lereng yang tanahnya berlempung sangat dipengaruhi oleh banyaknya air yang meresap kedalam lereng. Infiltrasi air ke dalam tanah, menghilangkan tekanan air pori negatif dan menaikkan tekanan pori positif yang mengurangi kuat geser tanah. Selain itu, akibat infiltrasi air hujan, berat tanah bertambah.

Kestabilan lereng yang tanahnya berlempung sangat dipengaruhi oleh banyaknya air yang meresap kedalam lereng. Infiltrasi air ke dalam tanah, menghilangkan tekanan air pori negatif dan menaikkan tekanan pori positif yang mengurangi kuat geser tanah. Selain itu, akibat infiltrasi air hujan, berat tanah bertambah.  

Salah satu upaya yang seharusnya dilakukan oleh masyarakat dalam meminimalisir tingkat resiko bencana tanah longsor adalah mempersiapkan diri dengan memahami dan menerapkan suatu tindakan kesiapsiagaan akan datangnya bencana tanah longsor agar tindakan masyarakatnya pun lebih kompleks.

Harapan masyarakat dengan adanya longsor ini yakni dampak longsor bisa segera tertangani dengan cepat agar Masyarakat bisa hidup normal kembali dan masyarakat berpesan mari untuk saling bantu membantu agar masalah ini cepat tertangani.

Penelitian ini dilakukan tidak terlepas dari hasil penelitian-penelitian terdahulu yang pernah dilakukan sebagai bahan perbandingan dan kajian. Adapun beberapa penelitian sebelumnya mengenai Kesiapan Badan Penaggulangan Bencana Daerah  menunjukan hasil yang berbeda beda, berikut penelitian terdahulu. Peneliti pertama dilakukan oleh Ikhsan Ridho Pamungkas (2018) berjudul Evaluasi Kesiapan Dan Respon BPBD Lampung Selatan Pada Bencana Tsunami Selat Sunda 2018 dalam penyelesaian nya adalah di mulai dari adanya Tsunami disebabkan oleh berbagai hal di antaranya gempa bumi dan erupsi gunung api di bawah laut, atau oleh sebab-sebab lain berupa longsoran di dasar laut dan atau di pantai. Penelitian ini juga memunjukkan hasil bahwa BPBD. Sejauh ini berdasar tahapan bencana siaga darurat, tanggap darurat dan transisi ke pemulihan dalam hal kesiapan masih terdapat beberapa kekurangan dalam melaksanakan kewajibannya terutama terkait fasilitas dan tugas kerja kelembagaannya sehingga perlu ditingkatkan dan diperbaiki. Kemudian, BPBD dalam hal respon sudah cukup baik karena dapat segera aktif bekerjasama dan berkoordinasi dengan berbagai instansi terkait. BPBD juga sudah berperan aktif dalam maslah terkait pemulihan, rehabilitasi dan relokasi agar masyarakat dapat segara pulih dan kembali ke kehidupan semula.

Selanjutnya ada penelitian terdahulu yang dibuat oleh Adi Setyo Nugroho yang berjudul Penilaian Kesiapan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (Bpbd) Sleman Dalam Penanggulangan Bencana Gunung Merapi, dengan judul tersebut peneliti berpendapat bahwa diperolehnya 11 kriteria utama, dan 43 indikator. Dalam hal ini kriteria dengan bobot tertinggi yaitu peningkatan kesiapsiagaan dan penanganan darurat bencana sedangkan bobot terendah yaitu kriteria tentang penguatan kerangka hukum. Dalam pelaksanaannya masih terdapat beberapa indikator yang masih rendah hasil nilai indeks kesiapannya. Hasil indeks kesiapan secara keseluruhan BPBD Sleman adalah 55.362 yang menunjukkan bahwa BPBD Sleman dalam status siap.

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut masalah yang telah dipaparkan diatas maka ditemukan satu permasalahan utama dalam penelitian ini yaitu :

  1. Bagaimana Kemampuan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Dalam Mengidentifikasi Korban Longsor di Kampung Cilondok Desa Pesanggrahan Kecamatan Kasomalang Kabupaten Subang?
  2. Bagaimana Analisi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Subang terkait evakuasi masyarakat ketika  ada longsor susulan?
  3. Bagaimana Prinsip Badang Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dalam menangani adanya bencana longsor?

1.3.Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1         Maksud Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, Maksud dari penelitian ini

adalah untuk mengetahui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (Bpbd)  Dalam Menangani Longsor Di Kampung Cipondok Desa Pesanggrahan Kecamatan Kasomalang Kabupaten Subang

1.3.2         Tujuan Penelitian

  1. Untuk Mengetahui Kemampuan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Dalam Mengidentifikasi Korban Longsor di Kampung Cilondok Desa Pesanggrahan Kecamatan Kasomalang Kabupaten Subang?
  2. Untuk Mengetahui Analisi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Subang terkait evakuasi masyarakat ketika  ada longsor susulan?
  3. Untuk Mengetahui Prinsip Badang Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dalam menangani adanya bencana longsor?

1.4.Kegunaan Penelitian

1.4.1         Kegunaan Teoritis

Kegunaan Teoritis yang diperoleh dari penelitian ini yaitu untuk membuktikan dan mendukung teori penelitian sebelumnya tentang Analisis Badan Penanggulangan Bencana Daerah (Bpbd)  Dalam Menangani Longsor Di Kampung Cipondok Desa Pesanggrahan Kecamatan Kasomalang Kabupaten Subang, penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi tentang Analisis Badan Penanggulangan Bencana Daerah (Bpbd)  Dalam Menangani Longsor Di Kampung Cipondok Desa Pesanggrahan Kecamatan Kasomalang Kabupaten Subang  Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan bagi peneliti-peneliti selanjutnya yang mempunyai objek penelitian yang sama.

1.4.2         Kegunaan Praktis

  1. Bagi Penulis

Sebagai penambah pengetahuan, wawasan, dan pengalaman terkait permasalahan yang ditelititi

  • Bagi Mahasiswa

Sebagai bahan referensi bagi Mahasiswa Ilmu Pemerintahan tentang Analisis Badan Penanggulangan Bencana Daerah (Bpbd)  Dalam Menangani Longsor Di Kampung Cipondok Desa Pesanggrahan Kecamatan Kasomalang Kabupaten Subang

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1  Tinjauan Pustaka

2.1.1               Analisis

Analisis merupakan kegiatan yang ,meliputi beberapa aktivitas. Aktivitas aktivitas tersebut berupa membedakan, mengurai, dan memilah untuk dapat dimasukkan kedalam kelompok tertentu untuk dikategorikan dengan tujuan terntentu kemudian dicari kaitannya lalu ditafsirkan maknanya. Menurut Kamus besar bahasa Indonesia “Analisis adalah penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan”. 

Menurut Bloom (dalam Mulyadi & Yani, 2014) Analisis merupakan pemecahan materi kedalam menekankan bagian-bagian yang lebih khusus, mengidentifikasi unsur yang palin penting dan relevan dengan

permasalahan kemudian membangun hubungan yang sesuai dari data dan informasi. Indikator analisis terdiri dari tiga yaitu 

1.         kemampuan mengidentifikasi unsur-unsur komponen.

2.         menganalisis hubungan.

3.         menganalisis prinsip-prinsisp organisiasi.

Menurut Nana Sudjana (2016:27) menyatakan “Analisis adalah usaha memilah suatu integritas menjadi unsur- unsur atau bagian-bagian sehingga jelas hierarkinya dan susunannya”. Gorys Keraf (2004:67) menyatakan “Analisis adalah sebuah proses untuk memecahkan masalah sesuatu ke dalam bagian-bagian yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya”. demikian juga menurut Abdul Majid (2013:54) “Analisis adalah kemampuan menguraikan satuan menjadi unit-unit yang terpisah, membagi satuan menjadi sub-sub atau bagian, membedakan antara dua yang sama, dan mengenai perbedaan”. Menurut Wiradi (2006:103) “Analisis adalah aktivitas yang memuat sejumlah kegiatan seperti menguasai, membedakan, memilah sesuatu untuk di golongkan dan di kelompokkan kembali menurut kriteria tertentu kemudian dicari kaitannya dan di tafsirkan maknanya”. Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa analisis adalah suatu kegiatan untuk menemukan temuan baru terhadap suatu objek yang akan diteliti ataupun diamati oleh peneliti dengan menemukan bukti-bukti yang akurat pada objek tertentu.

Komarudin (dalam Zakky, 2018) mengatakan bahwa analisis merupakan suatu kegiatan berpikir untuk menguraikan suatu keseluruhan menjadi komponen sehingga dapat mengenal tanda-tanda dari setiap komponen, hubungan satu sama lain dan fungsi masing-masing dalam suatu keseluruhan yang terpadu. Sependapat dengan Nasution (dalam Sugiyono, 2019) bahwa melakukan analisis adalah pekerjaan yang tidak mudah, memerlukan kerja keras. Sehingga analisis adalah melakukan usaha untuk mengetahui yang belum diketahuinya dengan beberapa karakterisitik yang ada. Dalam menganalisis, peneliti tidak boleh sembarangan dalam mengambil metode harus mencari metode yang cocok terlebih dahulu sebelum melaksanakan penelitian.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa analisis adalah menyelidiki suatu peristiwa untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya .

2.1.2               Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)

BPBD sendiri adalah lembaga pemerintah non departemen yang melaksanakan tugas untuk menanggulangi bencana yang terjadi baik di Provinsi maupun kabupaten atau kota dengan berpegang pada kebijakan yang ditetapkan oleh Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana. Selain itu, sebenarnya BPBD bertugas untuk menggantikan Satuan Koordinasi Pelaksana Penanganan Bencana (Satorlak) di tingkat provinsi dan Satuan Pelaksana Penanganan Bencana di tingkat Kabupaten atau Kota yang keduanya dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 83 tahun 2005.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah, yang selanjutnya disingkat BPBD, adalah badan pemerintah daerah yang melakukan penyelenggaraan penanggulangan bencana di daerah. Badan ini menyelenggarakan penanggulangan bencana yang bertujuan untuk menjamin terselenggaranya pelaksanaan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh dalam rangka memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman, risiko, dan dampak bencana. Di dalam pelaksanaannya BPBD berada dibawah dan bertanggung jawab penuh kepada Gubernur. Penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi tahap prabencana, saat tanggap darurat, dan pascabencana.

2.1.2.1           Tugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) sesuai PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR 33 TAHUN 2022 PASAL 2

Badan mempunyai tugas pokok membantu Bupati dalam melaksanakan fungsi penunjang Urusan Pemerintahan di bidang Penanggulangan Bencana serta tugas pembantuan yang diberikan kepada Pemerintah Kabupaten.

2.1.2.2           Fungsi Badan Penanggulangan Daerah (BPBD) dalam PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR 33 TAHUN 2022 PASAL 3 

Untuk menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Badan mempunyai fungsi :

  1. perumusan kebijakan teknis di bidang Penanggulangan Bencana.
  2. penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang Penanggulangan Bencana sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bupati.
  3. pembinaan dan pelaksanaan kegiatan di bidang Penanggulangan Bencana.
  4. pengelolaan administrasi umum, meliputi urusan perencanaan, evaluasi dan pelaporan, urusan umum dan kepegawaian serta urusan keuangan dan barang daerah.

2.1.2.3           Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap prabencana 

  1. Dalam situasi tidak terjadi bencana.
  2. Perencanaan penanggulangan bencana.
  3. Pengurangan risiko bencana, pencegahan, pemaduan dalam perencanaan pembangunan.
  4. Persyaratan analisis risiko bencana.
  5. Pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang, pendidikan dan pelatihan.
  6. Persyaratan standar teknis penanggulangan bencana
  7. Dalam situasi terdapat potensi terjadinya bencana. Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi terdapat potensi terjadi bencana sebagaimana dimaksud meliputi:
  8. Kesiapsiagaan
  9. Peringatan dini
  10. Mitigasi bencana.

2.1.2.4           Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat meliputi:

  1. Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, kerugian, dan sumber daya.
  2. Penentuan status keadaan darurat bencana.
  3. Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana.
  4. Pemenuhan kebutuhan dasar.
  5. Perlindungan terhadap kelompok rentan.
  6. Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.

2.1.2.5           Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pascabencana terdiri atas :

  1. Rehabilitasi,penyelenggaraan rehabilitasi di wilayah pasca bencana dilakukan melalui kegiatan: perbaikan lingkungan daerah bencana, perbaikan prasarana dan sarana umum, pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat, pemulihan sosial psikologis, pelayanan kesehatan, rekonsiliasi dan resolusi konflik, pemulihan sosial, ekonomi, dan budaya, pemulihan keamanan dan ketertiban, pemulihan fungsi pemerintahan, pemulihan fungsi pelayanan publik.
  2. Rekonstruksi, meliputi kegiatan: pembangunan kembali prasarana dan sarana, pembangunan kembali sarana sosial masyarakat, pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat, penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih dan tahan bencana, partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha dan masyarakat, peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya, peningkatan fungsi pelayanan publik, dan peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat.
  3. Pengertian Longsor

Tanah longsor adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah atau material laporan bergerak ke bawah atau keluar lereng. Secara geolologis tanah longsor adalah suatu peristiwa geologi dimana terjadi pergerakan tanah seperti jatuhnya bebatuan atau gumpalan besar tanah (Nandi, 2007:6). Pada prinsipnya tanah longsor terjadi bila gaya pendorong pada lereng lebih besar dari pada gaya penahan. Gaya penahan pada umunya dipengaruhi oleh kekuatan batuan dan kepadatan tanah. Sedangkan daya pendorong dipengaruhi oleh besarnya sudut lereng, beban serta berat jenis batuan. Proses terjadinya tanah longsor dapat di jelaskan sebagai berikut, air yang meresap ke dalam tanah akan menambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus sampai tanah kedap air yang berperan sebagai bidang gelincir, maka tanah menjadi licin dan tanah pelapukan di atasnya akan bergerak mengikuti lereng dan luar lereng.

2.1.3.1           Penyebab Terjadinya Tanah Longsor

Menurut Nandi (2007:6) gejala umum tanah longsor ditandai dengan munculnya retakan-retakan di lereng yang sejajar dengan arah tebing, biasanya terjadi setelah hujan, munculnya mata air baru secara tiba-tiba dan tebing rapuh serta kerikil mulai berjatuhan. Faktor lainnya adalah sebagai berikut :

  1. Hujan

Musim kering yang panjang akan menyebabkan terjadinya penguapan air di permukaan tanah dalam jumlah besar. Hal ini mengakibatkan mulculnya pori-pori tanah hingga terjadi retakan dan merekahnya tanah ke permukaan. Ketika hujan, air akan menyusup kebagian yang retak sehingga tanah dengan cepat mengembang kembali. Pada awal musim hujan, intensitas hujan yang tinggi biasanya sering terjadi, sehingga kandungan air pada tanah menjadi jenuh dalam waktu yang singkat. Hujan lebat pada awal musim dapat menimbulkan longsor karena melalui tanah yang merekah air akan masuk dan terakumulasi dibagian dasar lereng, sehingga menimbulkan gerakan lateral. 

  • Lereng Terjal 

Lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar gaya pendorong. Lereng yang terjal terbentuk karena pengikisan air sungai, mata air, air laut, dan angin. Kebanyakan sudut lereng yang menyebabkan longsor adalah 180o apabila ujung lerengnya terjal dan bidang longsornya datar.

  • Tanah yang Kurang Padat dan Tebal 

Jenis tanah yang kurang padat adalah tanah lempung atau tanah liat dengan ketebalan lebih dari 2,5 m dari sudut lereng lebih dari 220. Tanah jenis ini memiliki potensi untuk terjadinya tanah longsor terutama bila terjadi hujan. Selain itu tanah ini sangat rentan terhadap pergerakan tanah karena menjadi lembek terkena air dan pecah ketika hawa terlalu panas.

  • Batuan yang Kurang Kuat 

Batuan endapan gunung api dan sedimen berukuran pasir dan campuran antara kerikil, pasir dan lempung umumnya kurang kuat. Batuan tersebut akan mudah menjadi tanah apabila mengalami proses pelapukan dan umumnya rentan terhadap tanah longsor bila terdapat pada lereng yang terjal.

  • Jenis Tata Lahan

Tanah longsor banyak terjadi di daerah lahan persawahan, perladangan dan adanya genangan air di lereng yang terjal. Pada lahan persawahan akarnya kurang kuat untuk mengikat butir tanah yang membuat tanah menjadi lembek dan jenuh dengan air sehingga mudah longsor. Sedangkan untuk daerah perladangan penyebabnya adalah karena akar pohonnya tidak dapat menembus bidang longsoran yang dalam dan umumnya terjadi di daerah longsoran lama.

  • Getaran 

Getaran yang terjadi biasanya diakibatkan oleh gempa bumi, ledakan, getaran mesin dan getaran lalu lintas kendaraan. Akibat yang ditimbulkan adalah tanah, badan jalan, lantai dan dinding rumah menjadi retak.

2.1.3.2           Jenis-jenis Longsor

Ada 6 jenis tanah longsor, yakni: longsoran translasi, longsoran rotasi, pergerakan blok, runtuhan batu, rayapan tanah, dan aliran bahan rombakan. Jenis longsoran translasi dan rotasi paling banyak terjadi di Indonesia.

  1. Longsoran Translasi

Longsoran translasi terjadi ketika tanah bergerak pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. Jenis longsor ini banyak terjadi di Indonesia.

  1. Longsoran Rotasi

Longsoran rotasi terjadi ketika tanah dan batuan bergerak secara bersamaan pada bidang gelincir yang cekung. Jenis longsor juga sering terjadi di Indonesia

  1. Pergerakan Blok

Pergerakan blok merupakan jenis longsor yang terjadi ketika batuan bergerak pada bidang gelincir yang rata.

  1. Runtuhan Batu

Runtuhan batu terjadi ketika batuan dalam jumlah besar bergerak menuruni lereng terjal secara bebas. Biasanya terjadi di daerah pantai.

  • Rayapan Tanah

Pergerakan rayapan tanah hampir tidak terlihat dan tidak terasa. Lama-lama tiang telepon, tiang listrik, pohon, dan rumah-rumah akan miring ke bawah.

  • Aliran Bahan Rombakan

Jenis tanah longsor ini biasanya terjadi ketika hujan turun dengan deras. Jenis longsor ini dapat bergerak di sepanjang lembah dan dapat mencapai ratusan meter. Longsor ini dapat menelan banyak korban jiwa.

Menurut Plummer, tipe pergerakan longsor bisa diklasifikasikan menjadi sebagai berikut:

  • Jatuhan

Jatuhan merupakan gerak material secara tegak akibat pengaruh gaya berat, terjadi pada tebing yang tegak dan sangat curam. Jatuhan muncul apabila bahan yang jatuh melayang dengan bebas atau mengguncang lereng.

  • Aliran

Aliran merupakan gerakan massa tanah atau batuan dimana kuat geser tanah atau batuan kecil yang bergerak menuruni lereng curam seperti material berupa cairan kental atau melekat.

  • Pergeseran

Pergeseran merupakan gerakan massa yang menurun yang tetap utuh atau bergerak satu atau lebih permukaan yang kokoh atau kuat.

2.1.3.3           Karakteristik Wilayah Rawan Longsor

Menurut Tim Bakornas, menyebutkan bahwa terdapat beberapa karakteristik daerah rawan longsor itu, yaitu:

  • Daerah berbukit dengan kelerengan lebih dari 20 derajat.
  • Lapisan tanah tebal di atas lereng.
  • Sistem tata air dan tata guna lahan yang kurang baik.
  • Lereng terbuka atau gundul.
  • Terdapat retakan tapal kuda pada bagian atas tebing.
  • Banyaknya mata air/rembesan air pada tebing disertai longsoran-longsoran kecil.
  • Adanya aliran sungai di dasar lereng.

Faktor utama karakteristik wilayah longsor ialah kemiringan lereng lebih dari 20 derajat. Indonesia memiliki banyak wilayah pegunungan dan tanah yang berbukit-bukit dengan kemiringan lereng yang landai hingga curam. Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor berada di wilayah kaki gunung Salak sehingga kelerengannya cukup terjal dengan kemiringan lereng lebih dari 200. Dengan demikian, lereng yang terjal sangat rentan terjadinya longsor. Negara kita juga yang beriklim tropis dengan curah hujan yang sangat tinggi menyebabkan batuan pembentuk bukit menjadi terlapukkan. Tingginya tingkat perlapukan batu yang akhirnya menjadi tanah ini ditunjukkan dengan tebalnya lapisan tanah pembentuk lereng. Lapisan tanah yang tebal ini apabila di bawahnya terdapat lapisan batu yang kedap air menyebabkan tanah lapisan batu yang kedap air tadi menjadi bidang gelincir yang memungkinkan terjadinya longsor. Lapisan tanah yang tebal di atas lereng ini menjadi tanda kawasan rawan tanah longsor dan masyarakat harus jeli melihatnya. Selanjutnya faktor ketiga yaitu, buruknya sistem drainase di bawah lereng dan tata guna lahan yang buruk juga menjadi tanda-tanda suatu kawasan yang mengalami tanah longsor. Sistem tata air yang buruk ini menyebabkan air hujan yang masuk ke dalam lereng ketika hujan turun mengendap disana sehingga menambah beban lereng dan terakhir terjadilah tanah longsor. Faktor yang keempat hampir sama dengan faktor ketiga diatas. 

Lereng yang tidak ditumbuhi pepohonan dan tidak ditutup dengan lapisan penutup menyebabkan air hujan langsung masuk ke dalam lereng. Faktor kelima yaitu Kawasan yang sudah retak berbentuk tapal kuda di atas tebing mengindikasi bahwa tebing tersebut sudah mulai bergerak. Keadaan ini akan diperparah apabila turunnya hujan dalam waktu yang lama. Selain itu, rembesan air yang banyak di lereng sebuah tebing menunjukkan tebing tersebut sudah sangat jenuh air atau sudah terpenuhi oleh air. Banyaknya air dalam lereng seperti yang dijelaskan pada faktor ketiga bisa menyebabkan terjadinya tanah longsor. Faktor selanjutnya ialah pembangunan rumah dan bangunan lain di atas lereng bisa menambah beban terhadap lereng. Ketika sebuah lereng awalnya stabil namun karena beban di atasnya terlalu besar maka lama- kelamaan lereng tersebut akan tidak stabil lagi dan lambat laun bisa menyebabkan bencana longsor. Hampir sebagian besar kejadian longsor yang terjadi di negara kita adalah longsoran yang diakibatkan pemotongan lereng yang terjal untuk kepentingan pembangunan jalan. Hampir setiap musim penghujan bisa dipastikan akan ada lereng-lereng di sepanjang jalan perbukitan akan longsor.

Perubahan fungsi dan tata guna lahan yang dilakukan manusia membawa potensi besar terhadap terjadinya longsor. Semakin besar usaha atau aktifitas manusia diatas lahan yang miring untuk memenuhi kebutuhan hidupnya maka akan meningkatkan resiko wilayah rawan longsor. Karakteristik yag menjadi faktor yang dapat menyebabkan longsor salah satunya adalah aktifitas manusia yang terkait dengan berbagai macam penggunaan lahan, seperti pembuatan jalan, pemotongan tebing untuk pembuatan bangunan rumah, dan penggalian batuan dasar.

Gerakan tanah adalah suatu gerakan menuruni lereng oleh massa tanah dan atau batuan penyusun lereng. Definisi di atas dapat menunjukkan bahwa massa yang bergerak dapat berupa massa tanah, massa batuan ataupun percampuran antara keduanya. Masyarakat pada umumnya menerapkan istilah longsoran untuk seluruh jenis gerakan tanah, baik yang melalui bidang gelincir ataupun tidak. Varnes (1978) secara definitif juga menerapkan istilah longsoran ini untuk seluruh jenis gerakan tanah. Gerakan tanah merupakan salah satu proses geologi yang terjadi akibat interaksi beberapa kondisi antara lain geomorfologi, struktur geologi, hidrogeologi dan tata guna lahan. Kondisi tersebut saling berpengaruh sehingga mewujudkan kondisi lereng yang cenderung bergerak (Karnawati, 2007). Gerakan tanah dapat diidentifikasi melalui tanda-tanda sebagai berikut: munculnya retak tarik dan kerutan-kerutan di permukaan lereng, patahnya pipa dan tiang listrik, miringnya pepohonan, perkerasan jalan yang terletak pada timbunan mengalami amblas, rusaknya perlengkapan jalan seperti pagar pengaman dan saluran drainase, tertutupnya sambungan ekspansi pada pelat jembatan, hilangnya kelurusan dari fondasi bangunan, tembok bangunan retak- retak, dan dinding penahan tanah retak serta miring ke depan (Hardiyatmo, 2012). 9 Kerentanan lereng terhadap gerakan tanah didefinisikan sebagai kecenderungan lereng dalam suatu wilayah atau zona untuk mengalami gerakan, tanpa mempertimbangkan resikonya terhadap kerugian jiwa atau ekonomi. Apabila aspek risiko terhadap manusia diperhitungkan, maka lebih tepat diterapkan istilah kerawanan (BAPEKOINDA, 2002).

2.1.4               Sejarah Desa pesanggrahan

Desa Pasanggrahan adalah gabungan dari Desa Ciupih dan Desa Cipatat. Nama Pasanggrahan diangkat dari nama kampung Pasanggrahan, karena Pasanggrahan merupakan tempat bertemunya dua desa yaitu Ciupih dan Cipatat, alasan penggabungan Desa Ciupih dan Desa Cipatat karena pada desa masing-masing tersebut tidak memiliki cukup banyak warga sebagai sebuah desa. Selain itu nama Pasanggrahan berarti tempat pertemuan dan permusyawaratan menuju perdamaian. Desa Pasanggrahan berbatasan dengan desa – desa.  Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Sindang Sari  Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Darmaga  Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Cipunggara  Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Sanca 

Penduduk desa ini sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani dan peternak. Komoditas pertanian di Desa Pasanggrahan mayoritas adalah padi. Para petani di sini masih menggunakan pola tanam sederhana. Desa Pasanggrahan memiliki ciri khas desa berupa kolecer yang dipasang di depan rumah mayoritas penduduk desa. Kolecer adalah kincir angin yang terbuat dari kayu kualitas terbaik seperti kayu jati. Pada awalnya kolecer ini dibuat untuk memudahkan penduduk yang bermatapencaharian sebagai petani untuk mengetahui waktu datangnya angin barat dan perubahan musim. Namun karena suara yang dihasilkan dari perputaran kolecer ini membuat nuansa damai dalam hati masyarakat, maka pembuatan kolecer ini dijadikan tradisi turun temurun.

2.2  Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran adalah alur pikir peneliti sebagai dasar-dasar pemikiran untuk memperkuat sub fokus yang menjadi latar belakang dari penelitian ini. Didalam penelitian kualitatif, dibutuhkan sebuah landasan yang mendasari penelitian agar penelitian lebih terarah. Berdasarkan pemaparan yang sudah dijelaskan, maka tergambar beberapa konsep yang akan dijadikan sebagai acuan peneliti dalam mengaplikasikan penelitian ini. Kerangka pemikiran teoritis di atas akan diterapkan dalam kerangka konseptual sesuai dengan penelitian yang akan diteliti yaitu “Analisis Badan Penanggulangan Bencana Daerah (Bpbd)  Dalam Menangani Longsor Di Kampung Cipondok Desa Pesanggrahan Kecamatan Kasomalang Kabupaten Subang”.

Belum sepenuhnya dalam penanganan 

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1  Desain Penelitian

Suatu penelitian yang dilakukan dapat berjalan dengan baik, sistematis, serta efektif memerlukan perencanaan dalam penelitian. Desain penelitian merupakan semua proses penelitian yang dilakukan oleh peneliti dalam melaksanakan penelitian, mulai dari perencanaan pelaksanaan penelitian dengan cara memilih data, mengumpulkan data, dan menganalisis data yang diteliti pada waktu tertentu. 

Desain penelitian yang digunakan peneliti adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif yaitu menggambarkan dan menganalisa data yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data berdasarkan keadaan yang nyata. Penelitian dimaksudkan untuk memberi gambaran tentang Analisis Badan Penanggulangan Bencana Daerah Dalam Menangani Longsor Di kampung Cipondok Desa Pesanggraha Kecamatan Kasomalang Kabupaten Subang mendeskripsikan sejumlah konsep yang berkenaan.

Penelitian kualitatif merupakan suatu metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah dimana peneliti adalah Analisi Badan Penanggulangan Bencana Daerah Dalam Menangani Longsor Di kampung Cipondok Desa Pesanggraha Kecamatan Kasomalang Kabupaten Subang dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi. Alasan peneliti menggunakan pendekatan kualitatif karena menurut peneliti pendekatan kualitatif dapat memahami dalam mengambil informasi dari informan sebab peneliti mengambil data atau informasi dengan cara wawancara kepada aparatur serta masyarakat untuk diminta informasinya dan peneliti juga mengumpulkkan data-data dari hasil observasi yang peneliti lihat dilapangan dan pengumpulan data-data yang peneliti peroleh.

3.2  Teknik Pengumpulan Data

Menurut Sugiyono (2015 : 193) teknik pengumpulan data yaitu cara yang digunakan dalam pengumpulan data dan penelitian. Dalam pengumpulan data tersebut diperlukan teknik-teknik tertentu, sehingga data diharapkan dapat terkumpul dengan benar-benar relevan sesuai permasalahan yang akan dipecahkan. 

  • Studi Pustaka

Pengumpulan data yang dilakukan melalui penganalisaan teori-teori yang terdapat dalam buku-buku atau Jurnal yang berhubungan dengan manajemen strategi

  • Studi Lapangan

Peneliti menggunakan beberapa teknik pengumpulan data dalam penelitian ini, yakni, pengamatan (observasi), wawancara (interview), dan dokumentasi. 

  • Pengamatan (Observasi)

Observasi menurut Sutopo (1996:59) digunakan untuk menggali data dari sumber data yang berupa peristiwa, tempat atau lokasi, dan benda, serta rekaman gambar. Sementara itu, Hadari (1991:100) mengartikan observasi adalah pengamatan atau pencatatan secara sistemik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Observasi sendiri menurut Burhan Bungin (2012:190-191) ada dua tipe, yakni observasi tidak langsung dan observasi partisipan. Observasi tidak langsung adalah observasi dimana seorang peneliti tidak masuk ke dalam masyarakat tersebut. Bisa saja ia hanya melihat dengan sepasang matanya mengenai kegiatan dan benda-benda budaya atau dibantu dengan alat-alat lain seperti kamera. Sedangkan observasi partisipan adalah pengamatan langsung dengan melibatkan diri dalam kegiatan masyarakat yang diteliti. Dalam penelitian ini, observasi yang digunakan adalah observasi tidak langsung. 

  • Wawancara (Interview)

Wawancara adalah mengumpulkan data mengenai sikap dan kelakuan, pengalaman, cita-cita, dan harapan manusia seperti dikemukakan oleh responden atas pertanyaan-pertanyaan peneliti atau pewawancara (Jacob Vredentbregt, 1979:88). Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data yang dilakukan peneliti melalui serangkaian kegiatan tanya-jawab atas beberapa pertanyaan yang kemudian memberikan data atas masalah yang sedang diteliti oleh peneliti. Menurut Burhan Bungin (2012:67) ada dua tipe wawancara, yaitu wawancara terstruktur dan wawancara mendalam. Penelitian ini menggunakan wawancara mendalam, karena dengan wawancara mendalam bisa digali mengenai apa yang tersembunyi di sanubari seseorang, apakah yang menyangkut masa lampau, masa kini, maupun masa depan. 

  • Dokumentasi

Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumentasi bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Dalam penelitian kualitatif, dokumentasi merupakan pelengkap dari penggunaan teknik observasi dan wawancara yang digunakan dalam penelitian kualitatif. Hasil pengumpulan data dari wawancara dan observasi akan lebih kredibel 46 atau dapat dipercaya apabila didukung dengan dokumentasi (Sugiyono, 2009: 329). Dokumentasi dalam penelitian ini adalah fotofoto atau gambar-gambar dan arsip mengenai serangkaian kegiatan yang dilakukan peneliti saat berada di lapangan.

3.3  Teknik Penentuan Informan

Peneliti dalam menentukan informan penelitian menggunakan teknik purposive. Menurut Sugiyono, dalam penelitian kualitatif teknik sampling yang lebih sering digunakan adalah purposive sampling dan snowball sampling. Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu, misalnya orang tersebut dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan. Snowball sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data yang pada awalnya jumlahnya sedikit, lama-lama menjadi besar (Sugiyono, 2009:300).  Pada teknik purposive sampling, peneliti merumuskan kriteria spesifik yang ingin diteliti terlebih dahulu. Setelah kriteria spesifik telah ditetapkan, peneliti selanjutnya menetapkan objek yang memenuhi syarat untuk dijadikan sampel penelitian sesuai dengan kriteria spesifik tersebut. Umumnya, purposive sampling lebih sering digunakan ketika tujuan penelitian adalah mengambil sampel yang dapat mewakili perspektif lebih luas dari kriteria, yang sudah ditetapkan sebelumnya. Peneliti dalam menentukan informan penelitian menggunakan teknik purposive. Menurut Sugiyono, dalam penelitian kualitatif teknik sampling yang lebih sering digunakan adalah purposive sampling dan snowball samplingPurposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu, misalnya orang tersebut dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan. Snowball sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data yang pada awalnya jumlahnya sedikit, lama-lama menjadi besar (Sugiyono, 2009:300).

Pada teknik purposive sampling, peneliti merumuskan kriteria spesifik yang ingin diteliti terlebih dahulu. Setelah kriteria spesifik telah ditetapkan, peneliti selanjutnya menetapkan objek yang memenuhi syarat untuk dijadikan sampel penelitian sesuai dengan kriteria spesifik tersebut. Umumnya, purposive sampling lebih sering digunakan ketika tujuan penelitian adalah mengambil sampel yang dapat mewakili perspektif lebih luas dari kriteria, yang sudah ditetapkan sebelumnya. 

3.4  Teknik Analisa Data

Teknik analisis adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami dan diinformasikan kepada orang lain (Bogdan dalam Sugiyono 2013:244). Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif, yaitu mengumpulkan data secara sistematis, faktual, akurat mengenai fakta-fakta yang ada. Penulis menggunakan metode deskriptif ini dimaksudkan agar memperoleh gambaran dan data secara sistematis tentang berbagai hal yang berkaitan dengan penelitian penulis. Langkah-langkah penulis dalam menganalisis data ada empat langkah, yang pertama pengumpulan data, dengan cara observasi, wawancara dan dokumentasi yang akan penulis lakukan dengan cara datang langsung ke lapangan 50 tempat penulis melakukan penelitian. Kemudian, kedua penulis melakukan reduksi data atau proses seleksi dari data yang diperoleh di lapangan. Selanjutnya, ketiga penulis melakukan penyajian data yaitu sekumpulan informasi yang tersusun yang memungkinkan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data diperoleh dari keterkaitan kegiatan dan tabel. Langkah terakhir yaitu penarikan kesimpulan, yaitu dalam pengumpulan data yang telah penulis lakukan sebelumnya maka ditarik kesimpulan dengan cara menganalisa dari data-data yang ada sehingga dapat menjawab permasalahan yang penulis teliti (Miles dan Huberman dalam Ali:2005).

3.5  Uji Keabsahan Data

Pengujian keabsahan data, dalam metode penelitian kualitatif dilakukan melalui uji kredibilitas. Uji kredibilitas ini dilakukan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh penulis dapat dipercaya atau tidak. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan dalam uji kredibilitas ini, antara lain dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negatif dan membercheck (Sugiyono, 2010:270). Dalam uji keabsahan data peneliti mengunakan triangulasi,dengan pendekatan triangulasi sumber untuk mengungkap dan menganalisis masalah-masalah yang dijadikan obyek penelitian. “triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang di peroleh melalui beberapa sumber” (Sugiyono 2008:127).

3.6  Lokasi Dan Waktu Penelitian

  1. Lokasi 

Lokasi penelitian ini di laksanakan di Badan Penanggulangan Bencana Daerah

  • Waktu penelitian
WAKTU KEGIATANSEPTEMBEROKTOBERNOVEMBERDESEMBERJANUARIFEBRUARI
Penyusunan Usulan Penelitian      
Seminar Usulan Penelitian      
Pengumpulan Data      
Analisa Data      
Penulisan Laporan      
Ujian Sidang      

DAFTAR PUSTAKA

Sudjana, Nana. 2016. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. BANDUNG: PT REMAJA ROSDAKARYA. 

Keraf, Gorys. 2004. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Flores: Nusa Indah

Abdul majid .2013.Strategi Pembelajaran .Remaja Rosdakarya:Bandung.

Wiradi. (2006). Analisis Sosial. Bandung : Yayasan Akatiga

Komarudin. (2016). Analisis Kesalahan Siswa Dalam Pemecahan Masalah Pada Materi Peluang Berdasarkan Highorder Thinking dan Pemberian Scaffolding. Jurnal Pendidikan, Komunikasi dan Pemikiran Hukum Islam, Vol. VIII No. 1.

Sugiyono (2019). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung : Alphabet.

Nandi. 2007. Longsor. Jurusan Pendidikan Geografi. Bandung. FPIPS-UPI.

Sugiyono (2009). Metode Penelitian Kualitatif. Malang: UMM Press

H.B. Sutopo. 1996. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta : Universitas Sebelas Maret Press

Hadari Nawawi. 1991. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: UGM Press. 

Burhan Bungin.2012. Analisa Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajawali Pers.